Menyusuri jalanan Kota Denpasar di sore hari tadi serasa suasana Nyepi saja jadinya. Melihat barisan gerai toko yang ditutup serta lalu lintas yang sepi, melengkapi perasaan gundah seminggu terakhir pasca diterapkannya aturan PPKM oleh pemerintah pusat dan provinsi.
Ada beragam tanggapan yang disuarakan sejumlah kawan di akun sosial media mereka soal ini. Mulai dari pemberian singkatan ppkm yang banyak diplesetkan, juga pemikiran dan pendapat mereka soal adanya kebijakan dan surat edaran himbauan pak Gubernur. Bahkan ada juga yang mengatakan, tanggapan seseorang akan ppkm ini akan sangat bergantung pada ketersediaan uang di kantongnya.
Benar juga sih.
Saya sendiri malas mengungkapkan pemikiran sendiri meski dilakukan pada timeline akun sosial media, karena yang namanya tumpahan hati biasanya akan gak bisa jauh dari persoalan emosi, yang kelak bisa berpotensi dilaporkan atau menjadi masalah bagi orang lain. Memang lebih baik diam.
Apalagi, sudah banyak ancaman dari himbauan-himbauan yang diberikan bagi mereka yang mencoba abai dan menyebarkan informasi hoax kaitan ppkm. Jadi memang sudah benar rasanya untuk lebih baik memilih diam.
PPKM Mikro yang mewajibkan penutupan usaha non esensial, memang dirasa berat oleh mereka yang hanya bisa menghasilkan uang harian tanpa adanta stok tabungan yang bisa diandalkan saat masa susah begini. Termasuk kami sebenarnya, yang meski sudah memiliki gaji bulanan, namun sudah habis duluan oleh pembayaran hutang yang tak diberikan keringanan oleh pihak bank, juga kebutuhan harian dan bulanan juga operasional. Terasa juga kok, cuma memang gak ada yang percaya mengingat status pekerjaan.
Comments
Post a Comment