Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2015

42 Hari Gek Mutiara

Akhirnya kesampaian juga harapan kami, bisa menjalani upacara pertamanya Gek Ara di rumah bersama Keluarga. Upacara 42 hari atau yang dikenal dengan istilah abulan pitung dina atau satu bulan (Bali-35 hari) tujuh hari, dilaksanakan pada hari Minggu kemarin, 29 Maret 2015 mulai pukul 14.30 wita dengan mengundang saudara terbatas di halaman rumah saja. Upacara 42 hari ini selesai sekitar pukul 16.00 wita, sedikit lebih cepat dari perkiraan. Meskipun pada malam harinya Gek Mutiara sempat kami bawa ke UGD Sanglah lagi karena menangis dan tampak kesakitan akibat ruam popok yang ada di pantatnya, sekitar pukul 1.00 dini hari, adik diijinkan pulang tanpa perlu rawat inap lagi. Dan sedari pukul 4.00 pagi tadi adik masih tampak rewel dengan rutinitasnya dan memaksa sang Ibu untuk mengorbankan lagi waktu Istirahatnya. Tapi semoga Adik Mutiara bisa tetap sehat kedepannya. Berikut beberapa rekaman lensa terkait upacara 42 harinya Pande Nyoman Mutiara AnnikaDewi.

Pikir Pikir Ganti Motor ?

Menyambangi dealer Yamaha Diponegoro sabtu pagi tadi, sempat terpikirkan buat ngeganti motor lagi. Tapi masih kasihan dengan Scorpio 2012 yang saya miliki, baru setahun lalu usai modif dibikin lebih gambot, masa sudah harus beli lagi ? He… Awalnya sih cuman iseng ngeliatin foto-foto touring sodara sepupu yang pengacara kondang itu, pak Yande Putrawan, kalian kenal ? Dia membesut Suzuki Inazuma yang punya bodi jadul tapi panjang untuk ukuran motor, diajak jalan jalan kemanapun suka bersama kawan kawan sesama rider semotor. Jika dibandingkan dengan Yamaha Scorpio yang saya miliki, Inazuma kelihatannya jauh lebih nyaman buat dipake jalan jauh. Nah, pas lagi inget inget jarak as sumbu roda yang panjang, di dealer ini malah nemu Yamaha TMax, motor matic yang punya kapasitas mesin dua kali lipatnya Scorpio maupun Inazuma. Tadinya sih tak pikir harganya mirip-mirip si Kawasaki Ninja, makanya sempat kepikiran mau ganti motor… Tapi pas tahu harganya setara mobil Low MPV macamnya Toyota Avanza a

Bersua 'Nic & Mar'

Kisah pertemuan dua insan yang telah berstatus mantan, dengan ‘terpaksa’ terjalin kembali di Eropa Paris, berkat Line. Sounds familiar ? Kisah serupa pernah digulirkan tahun 2014 lalu menyambung epic lama di blantika film remaja Indonesia. Salah satu aktor yang terlibat masih sama dengan kedua kisah diatas. Nicholas Saputra. Pemeran tokoh Gie yang sampai sekarang masih saya sukai penampilannya ini, melalui debut awal tahun 2002an lalu lewat ‘Ada Apa Dengan Cinta’ yang beradu akting dengan aktris beken Dian Sastro. Cerita ini kemudian berlanjut dua belas tahun kemudian dalam bentuk mini drama besutan Line, aplikasi mobile messenger yang mengandalkan nomor ponsel macam Whatsapp, bukan PIN macam BBM. Namun didalamnya memiliki fitur pencarian berdasarkan Nama pengguna sehingga dimungkinkan untuk menemukan dan berbicara dengan seseorang, mantan sekalipun. Selama lawan bicara menggunakan aplikasi yang sama. Yang sayangnya, bagi pengguna yang pernah menggunakan Line lalu berstatus mantan kare

Jadi PNS yang (tidak) Baik

Waktu pada dashboard mobil sudah menunjukkan pukul 8.33. Lewat satu jam dari biasanya. Meskipun pengaturannya sudah disadari lebih cepat sekitar 20-30 menitan, tetap saja ini terlalu siang untuk bisa berangkat kantor bagi seorang PNS. Rutinitas sebulan terakhir. Saat tiba, Ruangan sudah mulai ramai dengan kehadiran rekan kerja. Baik sejawat maupun pelaksana dan konsultan. Padahal biasanya ruangan ini masih sepi tanpa ada seorangpun yang mendahului. Siang dilalui dengan penat. Kantuk yang menyerang, seakan mengingatkan perjuangan semalam. Mengeloni dua bayi. Mutiara dan kakaknya, Intan. Ara tidur di kasur atas bersama Ibu, Intan di kasur bawah bersama Bapak. Sesekali Intan tersadar dari tidurnya untuk meminta kehadiran Ibu. Kelihatan sekali ia kangen pada Ibunya kini. Pikiran mencoba konsen pada permintaan di pekatnya malam. Mana botol susu adiknya, mana milik kakaknya. Agar tidak sampai tertukar. Belum lagi menenangkan Intan agar tak lama tersadar dari tidurnya. Capek namun menyenangka

Gek Ara Pulang

“Mungkin memang adik Komang berniat buat nyari momen Bapak menyumbangkan darah untuknya…” Celetuk seorang kawan begitu saya sampaikan padanya bahwa hari ini, putri ketiga saya Gek Mutiara diperbolehkan pulang oleh dokter Anak yang merawatnya. Dengan syarat, kami bisa merawatnya dengan telaten di rumah… Maka jam kantor pada hari Senin pagi inipun jadi terasa jauh lebih singkat dari yang seharusnya. Maklum, sekitar pukul 11an saya pamit pada semua kawan di ruangan Permukiman Dinas Cipta Karya untuk meluncur ke Rumah Sakit Sanglah guna memastikan kebenaran kabar itu sekaligus mengurus semuanya. Sekantong Darah untuk Gek Ara Sebenarnya saya sudah mempersiapkan diri untuk memberikan darah ini kepada si cantik Mutiara pada hari jumat lalu, namun informasinya PMI telah menyediakan darah untuk transfusi bagi putri kami yang dinyatakan mengalami penurunan HB dan Trombosit. Dari jumlah standar yang ditentukan antara 10-13, Gek Ara menghasilkan angka 7,2. Ini menurun lagi dibanding hasil test dar

Selamat Pagi Mutiara AnnikaDewi Cantikku

Cepat Sembuh Nak… Bapak Kangen peyuk peyuk nak Cantik… Jangan lama-lama nginep di sal Cempaka, kasihani Ibumu sayang…

Sepi... meNyepi...

Nyaris tak ada hal khusus yang bisa dilakukan pada hari Sabtu, 21 Maret 2015 yang dirayakan oleh seluruh umat Hindu di Bali sebagai Tahun Baru Caka 1937. Jauh berbeda dengan kesibukan yang berkesinambungan sebelumnya. Tadinya sih berencana meminta surat ijin jalan di Nyepi kali ini untuk meluncur ke Rumah Sakit Sanglah, tempat dimana putri kami Gek Mutiara dirawat dan ditunggui Ibunya, tapi batal mengingat tiadanya fasilitas tidur dan beristirahat disana bagi penunggu selain Ibunya. Maka sehari sebelumnya, kami membawa semua pesanan dan bekal bagi sang Ibu, demi melewati kesepian hari ini. Dua disana, Dua lagi disini. Maka untuk menghandel dua cantik nakal yang kami miliki ini, sedari kamis sore hingga jumat siang kemarin, keduanya diajak keliling kota Denpasar untuk menghibur hati yang sunyi tanpa kehadiran sang Ibu serta membebaskannya dari jam malam untuk menonton pawai ogoh-ogoh yang lewat di depan rumah. Yang sayangnya, sebagian besar yang kami tonton, sudah jarang menggunakan iri

Doa dalam Hening

…terpisah dalam jarak …dua disana …dan dua disini …harapan tetap menyala …untuk menyatukan semua …dalam keluarga …ada doa dalam keheningan ini cantik …hanya untuk kalian semua …aku disini menanti …sepi sendiri

InTan PradnyaniDewi, si Cantik yang makin Centil

Si kecil yang dahulu menjadi Bungsu dalam keluarga kami, kini tumbuh menjadi si Tengah yang Cantik, Nakal dan Centil. Mau tahu bagaimana aksinya kali ini ? Berikut beberapa rekaman lensa yang dibesut pengempunya melalui tabletpc ‘BaBa’ kesayangannya * Samsung Galaxy Tab 7+

Selamat Ulang Tahun ke-7 Cantikku MiRah

Gak ada perayaan khusus dengan mengundang sanak saudara ataupun teman bermain dan sekolahnya… Gak ada agenda khusus pula yang dipersiapkan untuk melewatkan malam yang berbahagia namun tanpa kehadiran sang Ibu hari ini… Hanya satu kue ulang tahun dan seloyang pizza ayam menghiasi meja ruang tengah, sepulang dari Rumah Sakit Sanglah yang bisa diberikan untuk Cantik Sulungku, MiRah GayatriDewi, sesuai permintaan dan janji… Selamat Ulang Tahun yang ke-7 MiRah sayangku, semoga apa yang menjadi harapan kami untukmu bisa terwujud dengan baik Nak… Dan Maafkan kami, hanya hal sederhana ini saja yang dapat kami lakukan untukmu, berharap adik kecilmu segera bisa bergabung dalam aktifitas kita Nak… 18 Maret 2015, dari Bapak Ibu yang menyayangimu

Amor ring Acintya bli Komang Pande Gus Jun

Mih… kaget mendapat berita bli Komang Gus Jun meninggal di Jakarta tadi pagi karena serangan jantung… ini salah satu alumni Teknik Udayana sekaligus saudara mindoan semeton Pande yang mengenalkan saya pada musik Thrashmetal era Morbid Angel, Suffocation dan tentu saja Sepultura… Amor ring Acintya bli Mang… (FaceBook profile Mar.18 at 11.38 pm) Entah kenapa, saya memimpikan bli Komang barusan. Tersadar pada pukul 1.38 am 19 Maret, sayapun mulai mengingat kembali apa yang ada dalam benak tadi. Alkisah saya mengikuti lomba yang diikuti hanya oleh tiga peserta. Lomba tersebut adalah berjalan, berlari dan terakhir mencoba segala upaya yang ada untuk tiba dan sampai di garis akhir yang telah dijaga oleh orang tua penglingsir sebagai satu pendidik kami, semacam rektor atau sejenisnya. Entah… Untuk mengenali Lokasi lomba, saya diantar Istri yang mengingatkan untuk berkabar melalui ponsel Nokia 6275i lawas yang saya miliki. *oke, mohon jangan tanyakan kenapa harus ponsel Nokia, karena saat ters

Selamat Pagi Cantikku, Selamat Pagi Cintaku

Alarm ponsel berdering nyaring, sementara mata belum mau kompromi dengan hati, maka kumatikan kipas angin yang mendinginkan hawa kamar tidur ini, dan kulanjutkan tidur sedikit lagi. Alarm ponsel kembali berdering nyaring, dua puluh menit tambahan sudah kulahap habis, sudah saatnya untuk bangun pagi dan mandi, jika tak ingin terlambat lagi. Dua cantikku masih lelap tertidur di kamar nenek, aku beringsut menuju toilet untuk melancarkan percernaan, satu rutinitas pagi yang dilalui tanpa sapa siapapun. Usai mandi kubangunkan si sulung cantik. Sementara si adik meminta sebotol susu lagi. Iapun memilih untuk tetap leyeh leyeh di tempatnya sambil menonton televisi. Waktu masih terlalu pagi untuk berkemas rapi. Aktifitas hari ini mulai terasa sepi. Istri sudah mulai menjagai si cantik bungsu di rumah sakit sejak jumat malam, demi kepulihan dan kesehatan si kecil, kami semua harus berbagi waktu, berbagi tugas. Tak ada lagi rasa yang bisa dibagi. Masing-masing menjadi sibuk dengan keadaan yang m

...campur aduk...

Capek, penat, lelah… tapi apa daya gak semuanya bisa dipecahkan masalahnya… Gula Darah makin tinggi. 378 mg/dl… mendekati batas awal dua tahun lalu. Tekanan Darah menurun. 100/80… pantes saja semua aktifitas rasanya bikin enegh, bikin pusing, gak karuan… Tepat sebulan lalu putri kami lahir di Puri Bunda. Tekanan demi tekanan hadir hampir setiap hari, setiap malam bahkan setiap saat nada telepon itu berdering. Baru mulai berkurang saat bayi kami rujuk ke RS Sanglah. Tekanan berkurang, emosipun jauh berkurang. Tapi fisik, gak bisa dibohongi… Kini bayi kami sudah jauh lebih membaik kondisinya. Ia pun mulai ditemani sang Ibu di sal Cempaka. Tapi aku, gak pernah bisa melihat keduanya berbarengan secara langsung. Bingung juga… Hanya mendengar cerita tanpa bisa menyentuh. Hanya melihat tanpa bisa mengagumi. Hanya menghela nafas tanpa bisa menyanyikannya. Capek, penat, lelah… harus sampai kapan ?

Menunggui Anakku, Selasa Malam di emperan selasar Cempaka 4

Jika saja kondisinya sudah jauh lebih baik Nak, mungkin Bapak takkan sesedih ini duduk sendirian di emperan selasar sebelah sal Cempaka ruang keempat. Karena bagaimanapun juga kasarnya temperamen Bapakmu, tetap saja ada rasa kangen untuk sekedar melihat wajah cantikmu semingguan ini. Jika saja aku diberi kesempatan untuk bertemu Nak, mungkin kan kuberi pelukan hangat dan sayang sebagaimana yang sering kuberikan pada dua kakakmu saat kurindu pada wajah anak-anakku. Jadi biarlah malam ini kulewati sejenak waktuku untuk memandangi kaca jendela buram yang menjagamu agar tetap hangat berada didalamnya. Jika boleh kuhitung Nak, ini sudah hari keduapuluhtiga kamu lahir, namun sampai hari inipun aku belum pernah bisa menggendong dan menciummu dengan segala cinta kasih yang kupunya. Jadi wajarlah jika aku hanya bisa diam disini sambil berharap kelak kau kan membuka mata, menyadari kehadiran Bapakmu ada disisimu selalu. Infeksi yang menyerangmu sejak dalam kandungan itu kelihatannya membuatmu ja

Cerita Satu Sore di Sal Cempaka

Tangisannya masih keras terdengar saat kami melangkah pulang. Kata Ibunya, si Cantik seperti ingin mengadu, tak mau ditinggal pergi. Sedangkan kami, begitu tahu perkembangan si Bayi akan dipuasakan kembali, sepertinya pulang merupakan pilihan agar bisa beristirahat setelah seharian berada di RS Sanglah. Pukul 10 pagi, kami tiba di PJT Sanglah. Setelah berbagi tugas, kami menjalankan kewajiban masing-masing sembari menunggu Konsul dengan Dokter Jaga. Dua jam kemudian, saya mendapat kabar dari Istri, bahwa adik akan dipindah ke sal Cempaka hari ini. Informasi yang sama kami dapatkan saat jumat malam lalu. Berbeda dengan malam itu, rencana kepindahan hari ini, sudah di Acc oleh Dokter Dharma Artana, dokter yang sama merawat putri kami sejak di Puri Bunda. Lima Jam lamanya kami menunggu persiapan kepindahan, waktu yang lumayan lama sebetulnya jika digunakan untuk beraktifitas lain, istirahat misalnya. Infonya sih, butuh waktu yang tak sedikit untuk mensterilkan Inkubator yang nantinya akan

Berkorban dan Berjuang Sama Sama

Masing-masing dari kalian, yakin pernah bahkan masih menekuninya, satu upaya pengorbanan yang dilakukan demi orang yang disayang. Demikian halnya kami. Dua setengah minggu di Puri Bunda, dua kali sehari, ditambah doa dan tangisan, rasanya belum cukup untuk membawa pulang si Cantik dari perawatannya sejak lahir. Naik turun kondisinya selalu dikabarkan mengingat ia tak boleh dijenguk kecuali orangtua sendiri. Biaya rupiahpun kami pertaruhkan demi putri ketiga ini. Namun sepertinya Tuhan belum berkenan akan semua itu. Perjuanganpun kini dilanjutkan di ruang yang sama RS Sanglah. Sejak Rabu lalu, si Cantik kami rujuk berhubung kondisinya menurun lagi. Dengan perut yang membengkak, ia direncanakan puasa kembali hingga mencari waktu yang tepat untuk diberikan mimik ASI. Ada banyak perubahan yang kami alami dari perpindahan ke RS Sanglah ini. Utamanya berkaitan dengan Pelayanan. Puri Bunda memang mahal, namun pelayanannya pun sangat memuaskan. Keluarga pasien tidak direpotkan dengan urusan ad

Tentang Dokter Wayan Sudana

Tumben saya diserang batuk dan flu parah, padahal biasanya begitu gejala datang langsung dihantam Kangen Water. Tapi kali ini gak mempan lagi rupanya. Terpaksa kalo gini urusannya, harus mencari dokter senior pujaan saya, Wayan Sudana di jalan Meduri. Kira-kira masih praktek gak yah ? Sakit yang Beliau derita mungkin sudah cukup parah. Tubuhnya yang dahulu tambun, kini sudah jauh lebih kurus. Baju kemeja bergaris tipis dan celana panjang hitamnya tampak longgar dan besar. Wajahnya pun tak segarang dahulu yang saya kenal. Setahun lebih sudah saya tak pernah bersua Beliau. Padahal jika dahulu sedikit saja diserang batuk dan pilek, tangan dokter selalu ampuh mengobati. Sebenarnya saya kasihan melihat Beliau. Reaksinya sangat lambat untuk ukuran dokter yang masih aktif praktek, namun kelihatannya sakit yang mendera masih dipaksakan demi melayani pasien. Dan kini, si pasien pun kelihatannya jauh lebih aktif menyorongkan anggota badannya untuk diperiksa satu persatu. Mulut, kedua telinga dan

Banyak Jalan dari-MU

Kalau sudah jodoh ya pasti ada saja jalannya. Kurang lebih begitu keyakinan yang kami dapatkan sedari awal proses perawatan Gek Ara, putri ketiga kami hingga kini. Karena sesungguhnya dengan keterbatasan kemampuan yang kami miliki, ada banyak jalan yang kemudian ditunjukkan oleh-Nya melalui banyak tangan. Katakanlah kisah Selasa Malam lalu. Dimana pada pukul 11 malam, saya dihubungi oleh salah satu kerabat yang kini sedang berbisnis mutiara, hanya untuk mengingatkan bahwa upacara yang kami kira sudah selesai dilaksanakan pada hari sabtu sebelumnya, ternyata belum usai bahkan belum apa-apa. Andaikan saja ia tak menghubungi kami, maka bisa jadi sampai hari ini kami belum jua menyelesaikan proses yang sudah seharusnya dilaksanakan. Begitu juga petunjuk lain yang bisa jadi mengarah pada harapan bagi umatnya agar kembali pada jalan yang benar. Minimal dengan rajin berbuat sebagaimana yang diajarkan agama dan etika, pula belajar dari awal untuk sebuah tujuan yang mungkin sudah sering diingat

Rutinitas Dua Minggu

Waktu sudah menunjukkan jam besuk ruang NICU, kamipun bersiap menuju kendaraan dan berangkat menyusuri jalan Nangka, Patimura, Suli, Sarigading, lalu Gatsu IV menuju Rumah Sakit Puri Bunda. Pulangnya, kalo gak kearah timur melewati Hotel Nikki, kearah barat melewati kantor PU Kota Denpasar, pilihan lainnya ya kearah Utara kembali pada rute awal. Begitu terus. Dua kali sehari, pagi dan malam. Selama dua minggu terakhir. Sesampainya di parkiran, istri biasanya naik duluan ke lantai 3 sementara saya bersiap mebanten, ngaturang canang lan mebakti di Padmasana rumah sakit, untuk memohon kesehatan dan kepulihan putri cantik ketiga yang saya miliki ini. Sambil melantunkan doa, kadang jika rasa itu tak kuat ditahan pasti ada saja air mata yang dijatuhkan. Kami begitu cengeng dua minggu ini. Ruang yang biasa dijadikan tempat untuk menunggu jika keadaan sepi adalah Konsultasi. Meskipun disitu sudah ada larangan agar tidak menjadikannya tempat menunggu. Namun jika kondisi ramai oleh keberadaan pa

Kangen

Mimpi itu datang lagi. Kali ini dengan alur cerita yang membingungkan, Namun yang terpenting disini bukanlah itu. Tapi kehadiran kakakku almarhum didalamnya. Mungkin lantaran kangen akan kehadirannya dalam wujud nyata yang takkan pernah bisa kudapatkan hingga kini, atau bisa juga lantaran keluhanku yang tak bisa berbagi kisah lagi dalam mengajak jalan kedua orangtua seperti dahulu saling berganti. Ya, nelangsa memang jadinya. Kisah dahulu memang indah dan tak kan mungkin bisa kembali dinikmati, hingga akupun pernah mengeluhkannya pada Ibu satu malam lalu. Termasuk cerita tentang ponakanku yang makin jarang bisa berkumpul bersama lagi. Entah karena kini ia sudah masuk masa remaja, atau karena rasa minder yang ia miliki tak punya Ibu lagi. Kami jalan terpisah. Aku, Mirah putri kami, suaminya dan ponakan berada di satu kendaraan, sementara kakak almarhum berada terpisah di kendaraan lain bersama kedua orangtua dan istri. Rombongan satu lebih banyak bersantai berkeliling kota, sementara ya