Alarm ponsel berdering nyaring, sementara mata belum mau kompromi dengan hati, maka kumatikan kipas angin yang mendinginkan hawa kamar tidur ini, dan kulanjutkan tidur sedikit lagi.
Alarm ponsel kembali berdering nyaring, dua puluh menit tambahan sudah kulahap habis, sudah saatnya untuk bangun pagi dan mandi, jika tak ingin terlambat lagi.
Dua cantikku masih lelap tertidur di kamar nenek, aku beringsut menuju toilet untuk melancarkan percernaan, satu rutinitas pagi yang dilalui tanpa sapa siapapun.
Usai mandi kubangunkan si sulung cantik. Sementara si adik meminta sebotol susu lagi. Iapun memilih untuk tetap leyeh leyeh di tempatnya sambil menonton televisi. Waktu masih terlalu pagi untuk berkemas rapi.
Aktifitas hari ini mulai terasa sepi. Istri sudah mulai menjagai si cantik bungsu di rumah sakit sejak jumat malam, demi kepulihan dan kesehatan si kecil, kami semua harus berbagi waktu, berbagi tugas.
Tak ada lagi rasa yang bisa dibagi. Masing-masing menjadi sibuk dengan keadaan yang memaksa. Hari-haripun menjadi makin sunyi.
Saat malam pun kini jadi dilewati tanpa kesan. Hanya tawa canda dua cantikku yang saling berbalas usil, tanpa mampu ceriakan hati seperti dahulu.
Entah sampai kapan ini akan kami lalui. Mungkin hanya waktu yang akan bisa menjawabnya. Sampai menanti semua itu tiba, sepertinya memang harus dipaksa untuk optimis.
Selamat Pagi Cantikku…
Selamat Pagi Cintaku…
Ayo kita lalui sama sama semua ujian ini…
Comments
Post a Comment