Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2015

Kangen Gek Ara di Malam Minggu Kelabu

Saat kusentuh kulitnya yang halus dengan tangan kasarku, ia sempat membuka matanya lalu tidur kembali. Jemarinya yang dahulu tampak keriput, kini sudah sedikit lebih baik kondisinya. Tangisan terakhir yang kudengar sudah sekitar dua hari lalu, tepatnya saat kami mulai menapak jalur pengobatan secara niskala. Kini ia lebih banyak kulihat tidur dalam ketenangannya. Tak tampak lagi ada rasa sakit disitu. Siku kanannya masih lebam, mungkin akibat suntikan transfusi yang diberikan terakhir. Oksigen yang diberikan lewat selangnya pun sudah mulai dikurangi. Kata Dokter Dharma, dokter spesialis anak yang merawatnya, kondisi Gek Ara sudah mulai stabil. Jika sampai malam ini kondisinya tetap tanpa pembengkakan lagi, kemungkinan puasanya akan berakhir, dan besok ia sudah diperbolehkan untuk mimik susu. Sehat ya Cantik… Baik baik ya Sayang… Jangan segan untuk menangis jika kangen pada kami, karena kami pun selalu menangis saat kangen padamu… Malam Minggu ini memang jadi Kelabu. Ini kali kedua kami

Perkembangan Gek Ara sejauh ini

Sejak ia lahir, ia belum pernah mendapatkan pelukan hangat ibunya. Sejak ia lahir, ia hanya dapat terbaring dalam boks inkubator di ruang Resti Rumah Sakit Puri Bunda. Sejak ia lahir, ia sudah menemui banyak jarum suntik untuk memasukkan infus, mengambil darah bahkan transfusi demi menaikkan trombositnya. dan Sejak ia lahir, ia belum pernah bertemu kakak kakaknya yang nakal. Pande Nyoman Mutiara AnnikaDewi Saat ini hanya nama tersebut yang kerap terbayang dan mulai rajin dilafalkan dalam setiap doa. Gek Ara, demikian kami memanggilnya dalam setiap pertemuan, kunjungan bahkan cerita. Mutiara adalah salah satu nama terusan yang kami berikan pada adiknya Mirah dan Intan. Tidak ada nama lain lagi yang mampu kami adopsi untuk menyamakan arti ketiga putri cantik ini. Tidak pula Akik sebagaimana dugaan salah satu om-nya yang jahil dari Pedungan sana. dan Ara adalah penggalan suku kata dari Mutiara. Annika adalah nama pemberian ibunya. Artinya Kuat, Anggun, Mulia. Sesuai saran Ibu Merlyn, is

Semua Harap untuk Ara

Sedikit demi sedikit rejeki yang telah kami kumpulkan sejak awal pernikahan, diberikan untuk pengobatan Ara, putri ketiga kami. Biaya perawatannya cukup tinggi untuk pegawai ukuran kami. Hingga malam ini, total yang harus kami bayarkan mencapai 30 juta rupiah. Dan bisa jadi kedepannya bakalan lebih banyak lagi yang dibutuhkan. Tapi bukan soal biaya yang menjadi keluhan cerita kali ini. Karena kami yakin, baik Ara, Intan maupun Mirah, tiga putri kami yang cantik ini, masing-masing sudah membawa Rejekinya sendiri untuk disimpan orang tuanya. Hanya saja saya merasa sangat bersyukur ketika Rejeki itu tetap kami upayakan simpan hingga hari ini. Sehingga bisa dimanfaatkan secara optimal saat kami butuhkan. Tapi ada dua pola yang menjadi pikiran saya selama ini soal rejeki. Pertama bahwa Rejeki itu sudah dipersiapkan atau diberikan lebih dulu oleh-Nya melalui anak-anak kita, dan saat dibutuhkan, akan ada pemanfaatannya sehingga kita bisa sedikit lebih ringan dalam menghadapi cobaannya, minima

Menjaga Asa pada Ara

Jari kecil itu masih berupaya memegang telunjukku yang kuberikan padanya. Ditengah sakit yang ia derita tampak wajahnya sedikit lebih baik dari malam kemarin. Tak kulihat ia menangis saat kuajak bicara ditengah kegalauan yang kurasakan. Ia tidur memejamkan matanya sembari kuelus keningnya yang bersih sambil mendendangkan gumaman tembang anak Bali yang kusukai. Hatiku tetap berusaha tabah melihatnya pagi ini. Perkembangan Ara per malam tadi, Trombositnya naik menjadi 10, dengan ambang normal diatas 150. Tapi karena naiknya akibat transfusi, secara medis belum bisa dianggap baik. Lagipula untuk sekali transfusi minimal menaikkan 10-25 sel/mm, tapi ini sudah 2 kali transfusi baru naik 6 saja. Disamping itu hasil CPR (test Kuman), hasilnya jauh tinggi sebesar 132 dengan ambang Normal 5-10. Kemungkinan Kuman ini yang menyebabkan Trombosit sulit naiknya. Terkait ini, Dokter masih mengupayakan untuk mengetahui Kuman jenis apa yang dimaksud. dan Terakhir, hasil test daya tahan, terpantau menur

Tabah, Pasrah dan Berserah

Dadaku selalu berdegup kencang tatkala mendengarkan suara telepon berdering baik rumah maupun ponsel. Bilapun terdengar diseberang sana suara perawat dari Puri Bunda, hati ini selalu pilu dan berharap ada kabar baik yang bisa kudengar. Dan kepalaku pun mulai merasa sakit, perih lantaran Gek Ara, putri kami masih harus menjalani perawatan yang begitu menyakitkan. Aku dituntut selalu dan harus mampu untuk tabah. Apalagi kini aku sudah menjadi seorang Ayah. Bapak dari tiga putri yang seyogyanya bisa menjaga perasaan mereka semua agar tak ikut larut dalam kesedihan. Tapi ketabahan itu aku yakin pasti ada batasnya. Jikapun kemudian dipikirkan, bahwa memang benar apa yang dikatakan orangtua, energi bisa habis saat kita larut dalam tangis dan kesedihan. Sementara diluar itu aku masih punya tanggung jawab akan dua putri, kakak kakaknya Ara yang pula membutuhkan perhatian besar. Berada pada dua sisi yang bertentangan rupanya. Jadi bisa ditebak… Tidurpun aku tak pernah nyenyak. Mata ingin sekali

Malam Minggu Kelabu

Shock… Malam ini kami Shock begitu mendengar penjelasan awal dari perawat perihal hasil cek lab darah putri kami yang diambil pagi tadi. Tindakan ini sebagai langkah lanjut dari Transfusi Trombosit yang telah dilakukan sebanyak 3×24 jam sejak kamis pagi lalu. Trombositnya terus menurun hingga menunjukkan hasil 4.000 sel/mm3. Artinya dengan segera dibutuhkan Transfusi kembali secepatnya. Kami sama sekali tak menduga jika cek darah yang dilakukan pasca transfusi kemarin malah menunjukkan hasil yang sebaliknya. Informasi dari evaluasi sementara, terdapat kuman dalam tubuh bayi kami yang jauh lebih kuat melawan kenaikan Trombosit yang semestinya terjadi. Kami pulang dengan perasaan galau… … … … … Pukul 10.20 malam, telepon rumah berdering. Pihak Rumah Sakit meminta kami datang untuk memberikan persetujuan atas pengambilan tindakan pemasangan CVP di vena pembuluh darah besar pada tubuh bayi. Jika memang itu Urgent dilakukan, kami sampaikan persetujuan lewat telepon, sementara kami masih ber

Satu Malam di Puri Bunda

‘Aku diusir… oleh Perawat…’ celetuk istri sesaat setelah keluar dari ruang Resti, Intensif di RS Puri Bunda jumat malam tadi. Ha ? Memangnya kenapa ? ‘Kelamaan didalam mungkin…’ jawabnya sambil tersenyum. He… ya pantes saja lah. Wong ruangan Intensif begitu… Tapi ya wajar juga kalo kita yang namanya orangtua bakalan kangen begitu jenguk anak meski berada di ruangan Intensif sekalipun. Apalagi ini yang sejak lahir belum sempat ditimang. Saya sendiri, merasakan hal yang sama. Apalagi yang namanya nggendong anak itu sudah seperti obat kuat, semua capek bahkan letih pikiran usai bekerja rasanya hilang entah kemana saat mulai bercanda dengan anak. Jadi ya wajarlah kalo kini kami pengen berlama-lama berada di ruang Intensif tersebut. Akan tetapi kalo mengingat-ingat bahwa putri kita tidak sendiri di ruangan itu, ya wajar jugalah kalo para Perawat ‘mengusir’ kita dengan halus ketika sudah terlalu lama berada disitu. Bisa jadi ingin memberi kesempatan pada orang tua lainnya yang ingin menjengu

Campur Aduk

Ada rasa pedih saat melihatmu terbaring disitu dengan dua selang yang menusuk tangan dan kaki kecilmu. Ada rasa sesak didada ini saat melihatmu terpejam sendiri dalam inkubator meski sudah dijaga oleh tante tante perawat yang mengawasimu dengan baik. Ada air mata yang menetes saat kusentuh lembut tubuh terbungkus selimut, saat kunjungan singkatku selasa malam lalu. Ada rasa iba saat Intan menangis minta ikut menengok adik meskipun ia tak mungkin diijinkan masuk ruang Resti, tempat dimana adiknya dirawat. Ada rasa kebingungan saat Mirah pula minta ikut meski sudah berjanji tidak akan meminta dibelikan macam macam ataupun bermain pasca rencana menengok adik nanti. Ada rasa tak rela saat neneknya melarang kedua anak ini untuk ikut bapak ibunya padahal mereka sudah berganti baju dan bersiap berangkat. Ada rasa kangen untuk bisa mempertemukan ketiga anak cantik ini dan berkumpul bersama Ibunya, tapi bagaimana mungkin bisa dilakukan ? Ada harap yang terlalu besar untuk bisa mengambil gambar

Tangis Bayi yang Kami Nanti

Percakapan tadi sangat berarti bagi kami, meskipun lawan yang diajak bicara adalah tiga perawat di ruang Resti, Rumah Sakit Puri Bunda. Dari pagi Hingga tadi, Kami belum bertemu dengan Dokter Rini, spesialis Anak yang merawat putri keTiga kami sejak awal. Minimal perkembangan tentang perawatan putri kami ini. Sebetulnya sih kemarin malam saya sudah dijelaskan banyak oleh Beliau. Namun lantaran pikiran masih Galau dengan kondisi adik bayi ditambah capeknya bolak balik mengurus administrasi kamar sejak sore, penjelasan Beliau tidak banyak yang nyampai ke otak untuk diingat. Jadi ya sekedar memastikan saja. Per Malam kemarin, beberapa saat pasca si adik ditempatkan dalam inkubator, sebenarnya ia sudah menangis kencang. Ini saya dengar dari perawat yang memeriksa kondisi istri semalam, juga Dokter Astrie, istri pak Yande Putrawan sepupu saya, yang berkunjung ke kamar 210 pagi tadi. Dan Kini, sayapun menyaksikan langsung tangis bayi keTiga kami yang tampaknya sangat kehausan. Sesuai penjela

Cerita tentang Putri keTiga kami

…Detak Jantungnya tidak mampu dideteksi oleh alat yang dipegang perawat saat Ibunya tiba di Rumah Sakit Puri Bunda sekitar pukul 4 sore hari Minggu kemarin, kamipun panik… Hingga ia saat telah berada di luar pun, kami tak mendengar sedikitpun suara tangisnya… dan kami berdua memanjatkan doa pada-NYA untuk yang Terbaik bagi putri keTiga kami. Bersyukur ada dokter Anestesi yang baru saja usai mengoperasi pasien. Juga Dokter Anak yang sedang tugas jaga sore itu. Adik bayi dengan segera mendapatkan penanganan. Berselang beberapa menit, ditengah isak tangis sang Ibu, aku melihat adik bayi berangsur pulih. Kulitnya memerah, gerakannya mulai terlihat dan denyut jantungnya pun mulai terasa. Mata kecilnya pun masih terlihat lemah. Putri keTiga kami lahir dengan selamat. Lewat Persalinan Normal. Beruntung… Sangat Beruntung kami bisa menjalankan kelahiran di Puri Bunda hari ini. 15 Februari 2015, sehari setelah hari Valentine. Ini adalah hadiah yang indah dari Tuhan untuk kami semua. dan kamipun

Pilih-Pilih Ponsel Android High-End Premium (5 juta-an ke-Atas)

Kategori teratas dari Pilihan Ponsel Android dengan kisaran harga 5 juta keatas, saya punya pilihan level High-End alias Premium yang biasanya juga merupakan ponsel Flagship dari masing-masing brand. Best of the Best of the Best-nya. Untuk spesifikasinya, ya gag usah ditanya lagi deh. Rata-rata sudah menggunakaan prosesor Quad bahkan Octa Core atau Delapan Inti, RAM 3 GB yang terbesar sejauh ini, Internal Memory ada pada besaran maksimal 32 GB, dan resolusi Kamera yang mumpuni. Ditambah beragam kemampuan tambahan yang menjadi jualan dan andalan bagi calon pembelinya. Saingan semua alternatif di level High-End ini cuma satu. IPhone. Mengingat secara kisaran harga, hanya ponsel berbasis iOS ini saja yang ditawarkan di pasar Indonesia dengan kisaran harga tersebut. Jadi, pilihan boleh jadi makin lebar. Sedang Lumia series dari Nokia, boleh saja dikesampingkan dahulu mengingat masih banyak fitur didalamnya yang dibatasi untuk menunjang aktifitas sehari-hari. Entah nanti kalau versi Windows

Pilih-Pilih Ponsel Android Level Menengah (3,5 hingga 5 juta-an)

Masuk dalam kategori Level Menengah, Tips memilih ponsel Android dengan rentang harga di kisaran 3,5 hingga 5 juta-an rupiah, memiliki alternatif jauh lebih kompetitif, baik spek maupun keunggulan yang ditawarkan. Beberapa diantaranya malah merupakan ponsel Flagship yang setahun lalu ditawarkan dengan harga fenomenal. Spesifikasi yang umum pada kategori ini biasanya memiliki besaran RAM 2 GB, prosesor Quad Core, 16 GB Internal Storage dan layar lebar. Apa saja pilihannya ? Yuk kita tengok… Sony menyajikan seri Xperia Z Ultra yang diperkenalkan bulan September 2013 lalu, salah satu ponsel Flagship yang memiliki spek sebagaimana diatas plus layar 6,4″. Lebih mirip TabletPC Android sebetulnya. Samsung menyajikan seri Galaxy Note 3 Neo N7500 yang memiliki spesifikasi menengah yaitu RAM 2 GB, prosesor Enam inti dan pengurangan lebar layar dari sang kakak, hanya sekitaran 5,25″ saja. HTC menyajikan seri Desire 816 dengan spesifikasi dibawah rata-rata diatas, yaitu RAM 1,5 GB, 8 GB Internal M

Pilih-Pilih Ponsel Android Standar Minimal (2 hingga 3,5 juta-an)

Pada kategori pertama ini, saya akan pilihkan beberapa Rekomendasi dari berbagai merek ponsel yang ada, namun lebih mengerucut pada pemain branded. Seperti Samsung, Sony, LG, HTC, Lenovo, Oppo, Asus, Acer dan Huawei. Apa saja itu ? Yuk kita mulai. Untuk ponsel Android pada rentang harga 2 hingga 3,5 juta-an dengan kategori Standar Minimal RAM 1 GB adalah sebagai berikut : Samsung menyajikan seri Galaxy Grand II dengan spesifikasi RAM 1,5 GB, prosesor Quad Core 1,3 GHz layar 5,2″ dan kapasitas batere 3000 mAh. Sony menyajikan seri Xperia T2 Ultra Dual dengan spesifikasi RAM 1 GB, prosesor Quad Core 1,4 GHz layar 6″ dan kapasitas batere 3000 mAh. HTC menyajikan seri Desire 616 dengan spesifikasi RAM 1 GB, prosesor Octa Core 1,4 dan layar 5″. Sayangnya hanya 2, yaitu Internal Storage tergolong Mini alias 4 GB, sangat riskan meski terdapat eksternal memory dan batere masih menggunakan kapasitas 2000 mAh. LG menyajikan seri G3 Stylus dengan spesifikasi RAM 1 GB, prosesor Quad Core 1,3 GHz,

Pilih Pilih Android (lagi) ?

Tempo hari saat jalan kaki mengiringi bade ke setra/kuburan, ada diskusi kecil soal Tips memilih ponsel Android di tahun 2015 ini. Seorang kerabat merasa kebingungan dengan banyaknya pilihan yang ada. Banyak brand, banyak spek, dan tentu masing-masing banyak kelebihan juga kekurangannya. Memilih ponsel Android setahun terakhir ini memang makin susah. Gak seperti milihin ponsel besutan Apple aka iPhone atau yang spesifik langka bersistem operasi Windows Phone. Semua itu gara-gara bebasnya penggunaan OS Android oleh banyak pihak, dari branded hingga lokal. Jadi makin susah ketika beberapa brand ternama mulai merilis berbagai jenis ponsel Android dengan spesifikasi mirip-mirip, dengan waktu rilis yang berdekatan pula. Semua dilakukan agar konsumen tetap bisa mendapatkan kualitas yang mampu bersaing satu sama lainnya, meskipun kalau mau meladeni itu semua ya memang butuh dana yang tidak sedikit. Standar Pertama yang saya tetapkan, ya masih sama dengan terdahulu. Besaran Memory RAM yang min

Amor ring Acintya Pakman Panji

Waktu menunjukkan pukul 00.05 saat jendela kamar kami diketok dengan keras oleh Mek Luh Kerti, istri dari almarhum paman. Pikiran saya sontak teringat pada Dede Mahendra Sila. Biasanya sang ibu akan langsung meminta pertolongan saya saat malam atau dini hari ketika sesak melanda sang anak. Tapi ternyata kabar kali ini berbeda. Saya sempat terhenyak sejenak saat bangun dari tidur, sampai-sampai Istri mengingatkan kembali untuk segera membuka pintu teras. ‘Pakman Panji meninggal.’ Kata Mek Luh sambil kebingungan. Sebenarnya kami hanya tau nama panggilannya, sedangkan nama I Nyoman Pariatna mungkin hanya saudara terdekatnya saja yang tahu. Lahir 49 tahun lalu memiliki dua putra dan dua putri dari satu istri serta telah memiliki satu cucu yang cantik dan nakal. Tanpa ada keluhan berat sebelumnya, akhirnya ia menyerah pada usia hari Minggu Malam lalu. Sesaat setelah kabar itu disampaikan, saya segera membangunkan Ibu, istri yang tadinya sempat memejamkan mata kembali, dan Bapak sambil mengi