Perayaan Nyepi kali ini rasanya memang jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Lantaran ada cukup banyak himbauan atau larangan dari Pemerintah terkait proses persiapan hari raya hingga agenda Tawur Kesanga semalam.
Nyepi hari ini adalah Nyepi yang pertama pula saya rasakan secara sadar dalam masa pandemi Covid-19. Meski setahun lalu juga sebenarnya berada dalam situasi yang sama, namun situasinya belum separah ini.
Hari Raya Nyepi adalah titik awal bagi umat Hindu yang bermukim di Bali khususnya, sebagai perayaan Tahun Baru dalam penanggalan Bali, Caka ke 1943 dimana mengambil tonggak Tahun 78 silam sebagai awal dari segalanya.
Ada 4 larangan yang selalu diamanatkan dan diingatkan pada semua pihak yang berada dan bermukim di Bali. Amati Geni atau tidak menyalakan api ataupun lampu di malam hari -pengecualian bagi yang memiliki bayi-, Amati Karya atau tidak beraktifitas sebagaimana biasanya, agar diam atau berhenti sejenak untuk merenung pada diri dan alam sekitar, Amati Lelungan atau tidak bepergian ke luar rumah, berkeliaran di jalan dan semacamnya, meski pernah ada pemberian toleransi pada umat Muslim yang akan melakukan Sholat Jumat di masjid terdekat sekali waktu, dan Amati Lelanguan atau tidak menjalankan hiburan atau keramaian. Benar-benar hening.
Merayakan Nyepi bagi kami saat ini, tak jauh berbeda dengan apa yang sudah dilakukan sebelumnya. Menyiapkan bahan makanan untuk dikonsumsi bagi semua anggota keluarga dalam sehari penuh selama Nyepi, dalam porsi atau jumlah yang sebagaimana biasanya. Gak sampai borong banyak belanjaan ke supermarket jauh-jauh hari.
Meskipun sebenarnya menurut Guru Agama Hindu saya jaman SMP dulu, Bu Dayu Puniadhi mengajarkan agar kita sebagai umat Hindu dapat belajar untuk menahan diri, menahan nafsu dan berusaha mampu berpuasa selama minimal 12 Jam atau 24 Jam penuh tanpa makan dan minum. Hal yang pernah berhasil dilakoni saat berada pada masa pra Diabetes. Namun tidak dianjurkan saat orang positif mengidapnya.
Sementara anak-anak sendiri, tak saya wajibkan untuk melakukan hal yang sama, karena semua ini didasarkan pada kesadaran masing-masing saat sudah waktu dan mampunya.
Untuk diri sendiri, stok kopi sachetan masih tersisa sekitar 5 pcs, masih cukuplah untuk dikonsumsi sampai hari Selasa mendatang. Begitu juga cemilan ringan yang sudah semingguan ini berada di toples yang sama diatas meja komputer. Masih aman saya kira.
Anak-anak, menurut ibunya sudah disiapkan beberapa jenis makanan kecil yang mereka sukai sampai hari ini. Tidak ada penyiapan snack dalam jumlah besar dan banyak, termasuk opsi penyimpanan dalam kulkas dan almari. Secukupnya saja.
Sementara untuk konsumsi bersama, si nenek dan ibunya anak-anak menyiapkan bahan tipat cantok dengan kapasitas seharian, dan kalaupun kurang di sore atau malam hari, tinggal seduh mie ataupun makaroni kesukaan anak-anak yang memang sudah ada jauh sebelumnya.
Gak ada yang spesial tentu saja.
Namun mengingat adanya keputusan Pemerintah untuk menghentikan layanan jaringan data selama seharian hingga senin pagi besok, sepertinya Blog ini pun harus absen sehari dari aktifitas tulis menulis. dan kita akan bersua kembali setelah Hari Raya Nyepi ini kami nikmati dengan keheningan.
Rahajeng Nyepi Tahun Caka 1943
Dumogi Ida Sang Hyang Widhi Wasa ngicen kerahayuan jagat ring semeton sareng sami.
#Nyepi
Comments
Post a Comment