Ia menghela nafas sejenak, memandangi langit sebelum melanjutkan pembicaraan tentang putra semata wayangnya.
Ia menyesali keputusan yang telah diambil oleh sang putra. Mengutamakan hubungan percintaan ketimbang melanjutkan perkuliahan. Padahal ia berharap putranya bisa dengan segera menyelesaikan sekolah dengan gelar sarjana, karena ia sudah menyiapkan rencana masa depan sang putra kelak. Namun semua rasanya telah bertepuk sebelah tangan.
Ia hanya bisa terdiam dan menepuk pundakku dan mengatakan “Kamu beruntung, bisa lolos dari lubang jarum dan masuk dalam lingkaran. Tinggal meningkatkan disiplin dan ilmu. Aku hanya bisa membekalimu itu.”
Ia berdiri dengan susah payah, meski sudah dibantu dengan dua tangan. “Nasibku tak seindah keinginanku. Putraku tak akan bisa meneruskan harapanku kelak.” Keluhnya sambil berlalu.
Comments
Post a Comment