Skip to main content

Pracasti Pande (Bagian 04 – Dyah Amrtatma)

DYAH AMRTATMA

Beberapa hari kemudian dari penyelesaian yadnya Patih Madhu, maka Bhagawan Pandya Empu Bhumi Cakti setelah diaturi persembahan sepatutnya, lalu minta diri pergi seorang diri menuju desa yang sepi melalui kuburan. Ditengah  perjalanan beliau berjumpa dengan seorang anak gembala sedang membajak menangis dengan sedihnya ditinggalkan ayahnya, karena patah gigi bajaknya, tersedu-sedu ia menangis. Sangat iba hati sang Empu melihat anak itu lalu berkata “hai anak gembala, terasa kasihan melihat engkau  menangis sesedih ini. Apa sebabnya engkau menangis ditengah jalan ? Coba ceritakanlah kepada saya,”

Seraya menangis anak gembala itu berkata “Ya tuan pendeta, gigi bajak hamba patah karena terperosok masuk kedalam lapisan batu. Bila ayah mengetahui hal ini tentu bellau akan marah kepada hamba.”

Sang Empu berkata “Janganlah engkau khawatir, bapa akan memperbaiki gigi bajakmu itu supaya dapat engkau melanjutkan pekerjaanmu.”

Anak gembala itu tercengang kesenangan mendengar kata Sang Empu, lalu berkata seraya mengambil dan menunjukkan gigi bajaknya yang patah. “Ya tuan pendeta, inilah besi bekas gigi bajak hamba.” Sang Empu berkata “hamba minta belas kasihan Anakku, oleh karena bapa seorang yang tidak mempunyai turunan, Hanya ada anakku seorang wanita, bernama Dyah Amrtatma, ia akan bapa serahkan kepada anakku untuk kawan hidup dan mengadakan turunan yaitu cucu dari bapa, yang berarti anak bapa ini akan dapat menolong bapa menuju sorga nanti. Jika tidak demikian bapa berasa khawatir bila datang saatnya bapa berpulang sebab ada cerita dalam Mahabarata, seorang pendeta yang sangat bertapa bernama Sang Djaratkaru. Pada waktu meninggalkannya tidak mempunyai turunan, maka rohnya digantung disebelah pohon bambu. Tali gantungannya digigit oleh tikus lalu putus, jatuh Sang pendeta kedalam jurang, demikian pahalanya orang orang yang tidak mempunyai keturunan.”

Demikianlah bisikannya Hyang Astapaka, maka Bhagawan Pandya menjawab “Ya, yang seakan-akan Hyang Ratnasumbhawa, saja anak Sang pendeta dapat menerima anugerah guru.”

Demikian jawab Empu Bhumi Cakti, maka pada hari itu juga dikawinkan kepada Dyah Amrtatma diasrama Budha. Laksana Bhatara Indra kawin dengan Bhatari Suci demikian keadaan cinta kasih suami istri. Pada waktu sami isteri itu bersantap maka aji Padmadanda dilaksanakannya. Pada saat mempertemukan Tirtanya Aji Kamatantra dilaksanakannya dengan maksud mendapat keturunan utama. Disamping itu Dang Empu membangun pula Purta Hista. Purta artinya membuat telaga, pancuran dan balai-balai, Hista artinya selalu memuja kepada Hyang Ekagni, Tryagni dan Kundagni sangat kasih sayang terhadap orang-orang melarat yang minta perlindungan. Tidak sombong. Demikian keadaan Sang Empu selama bersuami isteri.

Setelah beberapa bulan selanjutnya, maka Dyah Amrtatma angrampini (hamil). Dalam keadaan sedemikian itu Sang Empu kian taat melakukan yoga samadhi dan Wedastawa agar mendapat turunan yang utama diasramanya yang baru di Kayu Manis.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian