Skip to main content

Pracasti Pande (Bagian 08 – Batur Kamulan)

BATUR KAMULAN

Empu Gandring Cakti, setelah melalui beberapa kesulitan dan rintangan dengan menggendong anaknya, maka pada suatu hari tibalah juga diasrama Madura dan menghadap ayahnya.

“Anakku Gandring,” kata Empu Bhumi Sakti “betapa hasil pekerjaanmu kusuruh mencari adikmu?”

Empu Gandring Sakti menjawab secara singkat, karena diketahui ayahnya ahli dalam ilmu gaib Duradarsana, dapat melihat alam yang dekat maupun yang jauh, tidak berani ia bercerita yang tidak sebenarnya

“Pekulun ayah pendeta, adik Empu Galuh bermaksud akan mengusahakan kamoksan, meniru Dharmanya seorang Brahmana suci. Ia kini dijadikan sebagai Kili (pelayan perempuan) oleh Hyang Tohlangkir, mengganti dan digelari Sang Kul Putih.”

Sangat sukacita ayahnya mendengar keterangan Empu Gandring Cakti. lalu ia pun berkata.

“Hai anakku Gandring, ayah telah tahu dengan keadaan dan maksud adikmu, kini aku ingin meninjau asrama adikmu Empu Galuh, engkau tinggallah diasrama ini. Kini telah selesal tug as ayah didunia, mengembangkan turunan anak cucu, engkau patut melepaskan ayah pergi ke sorgaloka sekarang.” Demikian kata Empu Bhumi Cakti, tiba-tiba musnah sekejab mata, kembali ke Brahmaloka.

Diceritakan Brahmana Dwala, setelah umurnya meningkat dewasa tamaruna, masyur pandai mengarang syair dengan bahasa Kawi (jawa kuno), pandai dalam pekerjaan tangan terutama ilmu kepandaian, sehingga masyarakat sekitarnya sangat sayang dan hormat padanya.

Pada suatu hari pergilah Brahmana Dwala kegunung Indrakila hendak meninjau hal ayahnya Empu Gandring Cakti yang telah lama bertapa digunung itu  dengan maksud mencipta Hyang Agni, untuk pulang ke Brahmaloka. Setibanya disana, dilihat ayahnya sedang melakukan pranayama, badannya sangat kurus suatu tanda tidak pernah makan dan minum. Bercucuran air matanya melihat keadaan ayahnya, karena tertarik suatu cinta bakti terhadap ayahnya, maka timbul hasratnya untuk mati mengiringkan ayahnya. la duduk disebelah ayahnya melakukan yoga.

Tiba-tiba berhamburan hujan bunga jatuh dari angkasa dengan bau harum yang sangat semerbak disertai dengung suara weda mantram didengar oleh Brahmana Dwala. Tidak berapa lama datang roh suci Empu Shiwa Saguna, tampak berdiri dihadapan Empu Brahmana Dwala, seraya berkata dengan lambat.

“Om, Om, cucuku engkau Dwala, dengarkanlah kataku ini.  Aku  datukmu Empu Shiwa Saguna yaitu adik kedua dari datukmu Bhagawan Pandya Empu Bhurni Cakti. Kini datukmu telah kembali kealam acintya dan acapkali datang ke­Besakih di penataran kepandean. Jangan sekali-kali engkau lupa dengan kawitanmu di Besakih sampai pula kepada anak cucumu dikemudian hari.

Lain dari pada itu, apabila engkau sungguh-sungguh ingin bekerja dalam hal pandai-memandai, harus dipelajari dharma kepandaian. Lihatlah pustaka Kamulan, jika engkau hendak meniru kawitanmu Empu Bhumi Cakti. Sangat sulit orang yang hendak bekerja emas dan perak demikian pula dengan senjata tajam, jika tidak tahu ilmu Batur Kamulan, terutama ajaran Panca Bayu.

Yang dinamai Ajaran Panca Bayu, ialah Prana, Apapa, Samana, Udana dan Byana.

  1. Prana, nafas atau bayu dari paru-paru melalui hidung, merupakan ububan atau penghembusan
  2. Apana, nafas atau bayu yang asalnya dari perut dan tempat kencing, merupakan Jembangan
  3. Samana, nafas atau bayu hati, merupakan api dari badan
  4. Udana, nafas atau bayu dari ubun-ubun, merupakan garam dari badan
  5. Byana, nafas atau bayu dari seluruh sendi tulang, merupakan landasan dipaha

Palunya tangan , sepitnya jari tangan. Demikian banyaknya dharma melakukan ilmu kepandean. Lain dari itu harus melepaskan Asta Candala dari diri pribadi. Yang disebut dengan Asta Candala yaitu :

  1. Lamahat (membuat tuak)
  2. Amalanting (menjadi melandang judian)
  3. Anjagal (menjual daging mentah)
  4. Amande lemah (membuat periuk belanga dari tanah)
  5. Anyulendang (menerima upahan menumbuk padi)
  6. Anapis (makan sisa makanan orang lain)
  7. Tidak boleh makan Kelekatu (Dedalu) dan ikan Pinggulan (Jeleg)
  8. Tidak boleh makan buah Kaluwih (Timbul)

Itulah pandangan-pandangan dari orang yang bekerja ilmu kepandean. Dan nasehatku lebih lanjut, apabila ayahmu Empu Gandring Cakti meninggal nanti, tidak perlu dibuat upacara lagi, karena telah sempurna jiwanya dalam ilmu kepandaian. Dan jangan dimintakan tirta pendeta brahmana lagi, khawatir kalau-kalau pendeta brahmana itu belum sempurna, dapat memberatkan roh ayahmu jatuh ke neraka.

Ini pula patut engkau ketahui, yaitu “Kamandakan Carita”

Dahulu kala adalah seorang brahmana bernama Bhagawan Dharmacwami sedang berada dihutan dengan maksud akan melakukan tirtagamana. Tiba-tiba berjumpa dengan sebuah sumur yang berisi air. Sang Bhagawan bermaksud menimba air. Timba diturunkan kedalam sumur, waktu diangkat berasa berat yang disangka berisi air, akan tetapi berisi manusia yang kurus kering, yaitu Pande Swarnangkara (Pande Emas) dari Madura. Diturunkan pula berturut-turut, sampai tiga kali diangkat berturut-turut berisi binatang kurus-kurus, yaitu harimau, ular berbisa dan kera. Ketika ditanya masing-masing menerangkan sebabnya jatuh kedalam sumur itu. Rupanya disebabkan tiupan angin puting beliung (linus). Setelah diperciki air tirta peneguh jiwa, maka masing-masing menyembah mengucapkan kasih dan mohon diri.

Pada suatu hari harimau itu membunuh seorang raja putera Madura yang sedang berburu, pakaian keemasannya diambil seluruhnya diaturkan kepada Bhagawan Dharmacwami  sebagai pembalasan jasa.

Sekembalinya dari hutan melakukan tirtagamana, Sang Bhagawan berkunjung kerumahnya Pande Swarnangkara membawa pakaian keemasan yang diberikan oleh harimau dihutan, untuk dibuat pakaian kependetaan. Swarnangkara tidak menolak permintaan Bhagawan DharmaCwami karena merasa hutang jiwa.

Setelah Sang pendeta pergi dari rumahnya maka si Swarnangkara memperhatikan pakaian keemasan itu, dan nyata olehnya bahwa pakaian itu adalah pakaian kebesaran raja putera Madura yang diterkam harimau, asal perbuatannya sendiri. Sebab itu ia segera menghadap keistana Madura membawa dan mempersembahkan pakaian itu kepada raja.

Raja Madura sangat heran mendengar keterangan si Swarnangkara, bahwa pakaian raja puteranya yang diterkam harimau itu dibawa oleh Bhagawan Dharmacwami. Timbul dalam pikirannya bahwa kematian puteranya karena dibunuh oleh pendeta tersebut. Sebab itu timbul murkanya lalu memerintahkan tentaranva menangkap Sang Bhagawan.

Tiada lama antaranya maka dijumpai Bhagawan Dharrnacwami, lalu ditangkap dan diikat dengan perkasa serta ditimbuni duri walatung.

Sementara itu tiga ekor binatang yang berhutang jiwa yaitu yaitu harimau, ular berbisa dan kera mendengar Sang Bhagawan menderita, maka tiga ekor binatang itu mengusahakan agar Sang Bhagawan bisa terlepas dari hukuman dan duka cita. Upaya mereka berhasil sehingga Bhagawan berhasil terlepas dari hukuman berat.

Ketika itu Sang Pendeta merasa menyesal terhadap karmapalanya, karena Beliau bersahabat balk dengan penjahat (harimau). Dan ditimbang-timbang, bahwa perbuatan si Swarnangkara demikian itu tidaklah keliru, karena ia memegang Dharma Kepandaian, tidak sewajarnya bersahabat baik dengan Brahmana. Waktu itu Sang Bhagawan bersumpah.

“Ya Sang Hyang Trayodacasakti terutama Sang Hyang Caturlokapala, bhatara yang menjadl saksi seluruh alam. Mulai hari ini Brahmana sebagai sava ini tidak akan bergaul dengan penjahat sebagal tingkah laku harimau yang memberi saya emas manik dahulu. Bila ada turunanku kelak bersahabat dengan penjahat, semoga tidak sempuma segala usahanya didunia. Dan semenjak hari ini saya sebagai brahmana tidak boleh memberikan tirta kepada turunan si Swanangkara,  karena saya merasa kalah dalam hal wiweka terhadap si Swanangkara.”

Demikian sumpahnya Bhagawan Dharmacwami, sebab itu pada waktu menyelesaikan jenazah ayahmu Empu Gandning nanti, jangan sekali-kali minta tirta Brahmana.

Demikian nasehat roh suci Empu Ciwa Saguna kepada Brahmana Dwala, maka maka yang diberi nasehat lalu menyembah, katanya “Ya datuk pendeta, seakan-akan menerima percikan air Amrta hamba sang pendeta, menampung sekalian sabda datuk pendeta. Hamba akan menurut segala amanat datuk.” Setelah memberi ucapan restu, sosok jasmani Empu Ciwa Saguna musnah dari pandangan.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.