Skip to main content

Pracasti Pande (Bagian 10 – Turunan Pande Bratan terpencar)

TURUNAN PANDE BRATAN TERPENCAR

Pada suatu hari beberapa orang rakyat Ki Pasek Kayu Selem dan Batur menjajakan dagangan melalui desa Bratan. Sesampai disana matahari telah terbenam, hari siang berganti malam, dan mereka menginap di Desa Bratan. Yang menjadi pemimpin desa Bratan ketika itu adalah I Gusti Pande Bratan yang seharusnya bertanggungjawab dengan Keamanan desa dan melindungi orang pendatang yang menginap, supaya desanya tidak ternoda bila penginap itu mendapat bencana didesanya.

Tetapi agaknya mendapat cobaan dari Tuhan dan kutuk dari kawitannya Bhagawan Pandya Bhumi Cakti, maka I Gusti Pande Bratan timbul keangkuhannya, mabuk karena berasa diri kuat, tidak ingat dengan tata susila dan tata tertib adat desa. Maka disambutnya orang-orang niaga yang minta menumpang bermalam disana dan merampas barang-barang perniagaannya. Hal sedermikian itu acap kali dilaksanakan untuk mendapat keuntungan secara mudah.

Ki Pasek Batur tidak tertahan marahnya mendapat laporan berita yang mengecewakan itu, lalu memerintahkan oranmemukul kentongan desa, agar orang desa dan sanak keluarganya bersiap dengan senjata untuk datang ke desa Bratan menghukum orang Bratan yang suka melakukan karma.

Beberapa lama kemudian gemuruhlah orang-orang Batur datang lengkap dengan senjata, diantaranya Ki Pasek Batudingding, Ki Pasek Kayu Selem, Ki Pasek Cempaga, Ki Pasek Celagi Manggis, Ki Pasek Babalangan, Babandem, Poh Tegeh dan Pulasari, semua telah bersiap akan menggempur Pande Bratan. Setelah mendapat perintah mereka serempak berjalan menuju desa Bratan.

Setelah tiba ditempat yang dituju, maka terjadilah perkelahian yang sangat sengit diantara Pasek Batur dengan Pande Bratan. Perkelahian ini berlaku sehari penuh, sama-sama pantang mundur, tombak-menombak, tikam-menikam dengan keris dan pedang.  Disela-sela suara bedil, bangkai bergelimpangan tidak memilih tempat.

Akhirnya tidak kuatlah warga Pande Bratan bertahan, karena musuhnya sangat lebih banyak dan rakyatnva banyak yang  meninggal dunia. Sedang yang luka parah, semua menyesalkan perbuatan Pande Bratan yang tidak mengenal perikemanusiaan itu. Yang masih hidup segera berlari bersama anak isterinya serta membawa kepunyaannya seberapa yang dapat dibawa olehnya tersebar menuju desa lain.

Diantara warga Pande yang masih hidup segera lari pergi ke Taman seraya membawa “Pustaka Bang” yaitu Empu Djanggarosa. Pande Sarwadapindah ke Desa Kapal, Arya Pande Ramaya berasrama di Kawicunya, Empu Tarub pindah ke desa Marga, Arya Pande Danuwangsa pindah ke desa Gadungan, Arya pande Swarna pindah ke Buleleng menghamba kepada Ki Ngurah Panji Alot.

Arya Pande Tonjok pindah ke Panasan Klungkung, ada pula ke Tusan dan ke Badung. Arya Pande Karsana pindah ke Badung, Arya Pande Ruktya pindah ke Bangli, dibawa arca kawitannya dua buah, saudara sepupunya pindah ke Samu. Warga Arya Pande Bratan tidak boleh mengatakan ming tiga (bersaudara tingkat tiga sepupu) atau lebih, sejauh-jauhnya ming dua (mindon). Dinasehatkan tidak boleh lupa terhadap sanak keluarganya, bila lupa akan dikutuk oleh Bhatara di Penataran Arya Ida Wana yang menetap didesa Bajan menjadi undagi.

Tidak diceritakan panjang tentang para warga Pande itu masing-masing, hanva diceritakan di sini Empu Tarub yang berasrama di Marga, melakukan yoga di Penatarannya pada hari Tumpek Kuningan. Sedang hari tanggal (Cuklapaksa), menyembah (ngaturang bakti) pada kawitannya, maka ada  didengarnya sabda Bhatara dernikian.

“Hai puyutku, janganlah engkau bersedih terhadap kemelaratanmu ini, semua adalah kutuk Tuhan menurut karmapalamu sebagal keturunan brahmana yang berlaku jahat membunuh orang (naramangsa). Dan yang kamu bunuh itu adalah sanak saudara sendiri, turunan Pasek Batur, satu kawitan engkau dengan Warga Pasek, sebab mereka itupun keturunan Brahmana dari Empu Ketek kakak dari Empu Brahmaraja Kapandyan.

Kemudian blia engkau membangun yadnya suka atau duka sebaiknya jangan mempergunakan tirta Brahmana, beritahukanlah hal ini kepada  saudara turunanmu,  maksudnya supaya engkau sendiri jangan lupa kepada Dharma Kepandaian, terutama kepada brahmana pencipta alam ini.

Dan apabila engkau bermaksud bakti kepadaku, pada waktu Tumpe­k Kuningan, sembahlah aku dari “Pahibuhan”mu ini dengan hati suci bersih, suatu tanda engkau ingat padaku, aku puyutmu Empu Brahmana Dwala.”

Tidak diceritakan lebih lanjut halnya Empu Tarub di desa Marga telah menurunkan keturunan anak cucunya, dan tidak lupa dengan nasehat kawitannya yaitu tetap bakti kepada Tuhan dan leluhurnva, berkasih-kasihan dengan dengan masyarakat desa, setia kepada perjanjian, sehingga masyarakat desa sangat cinta kepadanya.

Kini diceritakan halnya Arya Pande Ruktya di Bangli tetap setia memegang pekerjaan pandai mas dan perak. Waktu itu yang berkuasa di Bangli ialah I Gusti Praupan dan I Gusti Dauh Pamamoran. Entah berapa tahun lamanya memegang kekuasaan maka saat Bangli digempur oleh I Dewa Tirtarum yang bergelar I Dewa Pamecutan disertai oleh para adik-adik bellau yaitu I Dewa Pring yang pindah di desa Braslka dan I Dewa Pindi yang berpurl di Pagesangan. Dalam pertempuran ini I Gusti Praupan tewas ditikam dengan keris yang bernama Ki Lobar.

I Gusti Dauh Pamamoran lari terus pindah ke Camanggawon dikuti oleh Arya Pande Ruktya dan sanak saudaranya Arya Pande Likuh yaitu turunan Pande Bratan.

Adapun Arya Pande Likub terus lari ke desa Timbul dengan membawa dua buah linggaarca kawitannya suami isteri. Tetapi didesa ini ia tidak mendapat penghormatan oleh orang desa sehingga dalam bahasa pergaulan dipandang sebagai orang biasa.

Arya Pande Ruktya bersimpangan lari dengan adiknya karena terus-menerus dikejar musuh, maka tibalah di desa Belahbatuh minta perlindungan Kryan Anglurah Djlantik dan terus diam disana. Tetapi tidak lama usianya tinggal di Belahbatuh maka akhirnya sakit karena kena racun lalu meninggal dengan tidak meninggalkan turunan, akibat ia lupa sama sekali dengan kawitan.

Setelah beberapa tahun berada dalam keadaan demikian, maka turunan Pande Bratan yang lari dari Bangli sadar akan diri dengan halnya sangat lupa dengan kawltan. Sebab itu diusahakannya membuat perahyangan “Ratu Kapandyan” dan “Dalem” Bangli. Semenjak itu baru mendapat kebahagiaan hidup. Demikian disebutkan dalam prasasti Dharma Kepandean.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian