Skip to main content

Pracasti Pande (Bagian 09 – Pande Bratan dan Pande Sadhaka)

PANDE BRATAN DAN PANDE SADHAKA

Diceritakan Brahmana Dwala setelah ayahnya Empu Gandring Cakti pulang ke Dewaloka, berkehendak akan madiksa menjadi pendeta, tetapi tidak adayang dipandang patut menjadi guru (nabe) di Madura. Untuk itu lalu dibuatnya Arca pelinggihan Empu Bumi cakti dan isterinya Dyah Amrtatma.

Setelah arcanya siap maka ditempatkan diruangan Padmasarana dalam asrama pemujaan (padewaharan). Tiap  hari tidak lupa memuja kawitannya. Tidak beda halnya dengan Sang Ekalawya anak Nisada, hendak turut bersama Sang Korawa, Pandawa dulu belajar ilmu panah kepada guru Drona. Tetapi oleh karena Ekalawya itu seorang keturunan Sudra, ditampik oleh Dang Hyang Drona. Sebab itu ia pergi ketengah hutan ditempat yang sunyi membuat arca lingga Drona.

Demikian pula Brahmana Dwala selalu memuja ditempat lingga kawitannya, karena taatnya maka kawitannya berkenan menganugerahkan Pustaka Bang kepadanya, yaitu ilmu kebahagiaan hidup dan mati. Sebab hikmah ilmu itu beliau hidup tenang dan suka bekerja asta gina, sehingga mendapat julukan anak Wicwakarma karena ahlinya, dengan gelaran Empu Dwala.

Dalam hidupnya berumah tangga telah mendapat dua orang anak laki-laki, yang sulung bernama Arya Pande Bratan dan adiknya bernama Arya Pande Sadhaka.Pada masa itu raja yang memegang pemerintahan di Bali ialah Cri Aji Batur Enggong dengan gelar Cri Maharaja (Dalem) Kresna Kapakisan. Dalem mengatur pemerintahan dibantu oleh para anglurah semua, para menterinya terkemuka Kyai Anglurah Agung Widhya dan Kyai Anglurah Dauh Baleagung sama ahli dalam pemerintahan negara. Negara Bali aman tenteram dalam perintahan Cri Maharaja (Dalem) Kresna Kapakisan di Gelgel, tidak ada beda dengan Bhatara Kresna disertai oleh Patih Udawa, kebijaksanaannya  mengatur pemerintahan.

Pada suatu ketika Dalem hendak membuat yadnya besar Ang Eka Daca Rudra di Besakih atas nasehat Pedanda Cakti Bawu Rawuh yang menjadi guru agama Dalem dan cudamanti seluruh Bali, karma kebesaran jiwanya seakan-akan penjelmaan Bhatara Pitamaha. Padanda diserahi Dalem memimpin yadnya itu dan mengepalai Para tukang kerja seperti Undagi, Sangging Prabhangkara, para pande Besi, Pujangga, semua cakap dalam pekerjaan. Hanya pande emas perak serta paham menilai serba permata terutama manik-manik. Ia diundang oleh Dalem agar datang ke Gelgel.

Tiada diceritakan halnya ditengah jalan, Empu Sadhaka telah tiba di Istana Gelgel. Sangat heran Sang Empu melihat banyaknya orang yang masing-masing asyik dengan pekerjaannya sendiri-sendiri dan dan cekatan dalam bekerja. Setibanya di istana Sang Empu menyembah dengan sujud kepada raja. Setelah mempersilahkan duduk maka Dalem bersabda.

“Hai Sang Empu,  saya minta tolong kepada Sang Empu, untuk membantu yadnva kami Ang Eka Daca Rudra, buatkanlah upacara yang diperlukan untuk itu.”

Jawab Sang Empu, “Baiklah tuanku. Hamba akan menjunjung sekalian titah Paramecwara untuk membuat segala upacara yadnya tuanku, menurut kekuatan dan pengetahuan hamba.”

Dalem lalu berkenan memberikan emas dan perak kepada Empu Sadhaka untuk dikerjakan. Sang Empu, setelah menerima dengan hormat pemberian raja, lalu mencari tempat yang layak untuk melakukan dharma Kepandaian. Sesudah siap maka Sang Ernpu melakukan yoga mempersatukan kekuatan batinnya terhadap ilmu kepandaian dan mengatur panca bayu serta menghidupkan Pancanyala (api lima) dalam badannya. Tiba-tiba menyalalah api dihadapannya yang keluar dari tapak tangannya, lalu bekerja.

Demikian pula Empu Pande Wesi dan Empu Bangkara masing-masing  mengeluarkan kekuatan batinnya. Dan para pandai kayu (wicwakarma) pun tepat caranya melakukan dharma laksana. Semuanya itu menuruti ajaran Analatatwa. Yang dinamai dengan ajaran Analatatwa ialah ajaran Sang Anala yaitu seorang pandai  pengiring bhatara Rama dulu dalam Utarakanda Carlta. Sang Pande Analagni, pembangun jembatan setubanda yaitu alat untuk menyeberangi lautan. Turunannya yangmasih ada sekarang misalnya Empu Swanangkara, Empu Kapandyan Wesi, Empu Sangging  Prabhangkara, Empu Dharmalaksana yang bergelar Empu Dharmaja, semuanya itu turunan Anala (Analawangsa).

Setelah Yadnya Ang Eka Daca Rudra itu selesai dengan selamat, maka sekalian para Pande diberi anugerah oleh Sri Adji Bali, demikian pula Empu Swarnangkara  puang ke asramanya di Bratan.

Lama kelamaan Empu Swarnangkara di asrama Bratan menurunkan keturunannya diantaranya bernama Arya Danu, Arya Suradnya telah menjadi pendeta (mediksa) bergelar Pande Rsi. Adik-adiknya bernama Pande Tusta dan Pande Tonjok yang bekerja membuat senjata tajam. Yang terbungsu bernama Ida Wana, bekerja menjadi sangging yang  sangat pandai.

Ketika Empu Wulung telah kembali ke alam baka, anak-anaknya semua telah ahli dalam hal Dharma Kepandaian.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian