Skip to main content

Sebuah proses menuju Kemudahan

Pengetahuan seseorang itu biasanya berkembang. Dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mahir. Atas dasar membaca, mencari ataupun belajar dari kegagalan.

Demikian halnya soal upaya untuk mendengarkan musik dari jaman old. Dari jaman piringan hitam yang saat itu bisa dikatakan hanya mampu dimiliki oleh orang-orang yang berpunya. Pun perangkat keras audio recording yang masih langka keberadaannya. Maka ketika kemampuan hanya sampai pada membeli sebuah kaset kosong seharga 6000an, pilihannya ya nebeng, minta tolong direkamin. Baik oleh orang berpunya tadi, orang radio, atau bahkan pedagang kaset langganan di pojokan Suci Plaza. 

Memasuki era CD audio, pilihan jadi lebih banyak dan beragam, utamanya untuk musik atau musisi dari luar negeri. Namun keterbatasan isi dalam setiap kepingnya, meski sudah jauh lebih ringkas ketimbang kaset, tetap saja case di dashboard mobil makin berjubel. Bersyukur era MP3 mulai mengunjungi dunia global. Satu keping CD-R mampu mengurangi jumlah CD audio hingga 10 pcs dalam sekali burning. Harga yang ditebus masih cukup mahal masa itu. Termasuk harga keping CD kosong pun masih di angka 20ribuan per bijinya. Jadi ingat betapa kakak marah saat proses burning gagal ditengah jalan. 

Ketika era DVD-R mulai dikenal, puluhan keping CD yang pernah saya miliki, berisikan album dan lagu artis lokal maupun luar, mulai dipilah dan digabungkan. Secara harga jual pun, sekeping DVD kosongan bisa didapat dengan harga yang lumayan terjangkau. Sangat memudahkan bagi semua lapisan tentu saja.

Lalu datanglah era Digital, dimana semua data dapat diposisikan dalam sebuah media yang berkapasitas raksasa. Baik berupa fisik flash disk, hard disk hingga cloud. Maka satu persatu keping DVD dan CD yang tersisa, dipilah dan pilih kembali isinya untuk disatukan agar memudahkan pencarian satu saat dibutuhkan. Termasuk pengembangan teknologi yang memungkinkan untuk menikmati musik dengan cara streaming internet, tidak lagi harus membuang uang untuk sebuah media yang memiliki masa umur tertentu.

Siapa yang bisa menyangka jika sebuah teknologi yang sederhana di jaman dulu, hari ini begitu mudahnya kita lakukan. Bahkan oleh seorang anak kecil sekalipun.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian