Skip to main content

Keris Dalam Kebudayaan oleh Neka Art Museum

Tulisan berikut saya ambil dari sebuah booklet/brosur  milik Neka Art Museum, saat kunjungan Yowana Paramartha hari Minggu 18 Juli 2010 lalu.

* * *

Buatan manusia atau berasal dari alam supranatural, keris tradisional Indonesia diyakini sebagai manifestasi fisik dari kekuatan-kekuatan alam maya. Ditempa dengan api, namun merupakan simbol dari air, sebuah keris merupakan penyatuan kekuatan kosmis yang sating melengkapi.

Ciri khas dari kebanyakan keris adalah jumlah lekuknya yang selalu ganjil, namun ada juga keris yang lurus tanpa lekukan. Keris adalah seperti naga air yang subur, yang diasosiasikan dengan saluran irigasi, sungai, mata air, sumur, air terjun dan pelangi. Beberapa keris mempunyai ukiran kepala naga yang diukir pada gandiknya, dengan bagian yang berlekuk sebagai badan dan ekornya. Keris dengan banyak lekukan digambarkan sebagai naga yang sedang bergerak, agresif dan hidup, sedangkan keris yang lurus dianggap naga yang sedang istirahat, dengan kekuatannya yang terpendam, tapi siap untuk beraksi.

Perbedaan jenis batu asah, cairan asam dari buah jeruk dan cairan racun arsenic membuat besi hitam keris kontras dengan bagian yang berwarna cerah dengan lapisan nikel keperakan dan kedua bagian ini secara bersama-sama membentuk pamor dari sebuah keris. Pamor adalah pola atau motif pada keris. Motif-motif ini mempunyai nama-nama tertentu yang menunjukkan tuah dari keris tersebut. Misalnya udan mas bagus untuk kemakmuran sedangkan beras wutah membawa kesejahteraan.

Dengan mengukur sebilah keris dari dasar ke ujungnya dengan menggunakan empat jari bergantian, sisa panjang keris menunjukkan kegunaan keris itu. Sisa tiga jari membantu membuat keputusan, sisa dua jari bagus untuk tujuan spiritual, sisa satu setengah jari menghindarkan kita dari bencana dan ilmu hitam dan sisa satu jari bagus untuk pertanian.

Keris adalah harta keluarga yang penting dan dianggap sebagai warisan leluhur, karena keris pusaka sering berperan penting dalam bangkit dan jatuhnya sebuah keluarga serta keberuntungan dalam sejarah. Keris pusaka mempunyai nama yang menggambarkan kekuatannya. Ki Sudamala adalah pengusir kekuatan jahat, dan Ki Baju Rante secara spiritual melindungi orang yang memakainya.

Di Bali, keris pusaka dan benda-benda tajam lainnya diupacarai tiap 210 hari pada hari Tumpek Landep (landep berarti tajam). Pusaka dan benda-benda tajam itu dibersihkan, ditempatkan di merajan atau di Pura, disampingnya dinyalakan dupa, diperciki air suci, serta diberi sesaji dengan bunga merah untuk menghormati Brahma (Dewa Api). Upacara ini diikuti dengan doa-doa untuk mempertajam fikiran kepada Sang Hyang Pasupati, dewa yang memberikan kekuatan kepada benda-benda sakral dan semoga terhindar dari mara bahaya.

Walaupun sarung keris kadang terbuat dari kayu yang langka atau gading serta dihiasi dengan logam mulia (batu mulia), namun bagian terpenting dari sebuah keris adalah bilahnya. Kekuatan yang keluar dari keris itu dikendalikan oleh sarung yang sekaligus sebagai pelindungnya.

Pande sama dengan kata pandai besi dalam bahasa Indonesia. Pande merupakan seorang yang ahli tempa logam. Kata Mpu digunakan untuk orang yang berpengetahuan sangat tinggi dan mahir untuk membuat keris, yang biasanya disebut dengan mpu keris. Kemudian keberadaan keris itu sendiri sejak 25 November 2005 mendapat pengakuan dari UNESCO-PBB sebagai “karya agung warisan kemanusiaan, milik semua bangsa di dunia”.

Pada September 2006, di Pura Penataran Pande Peliatan, pura kawitan warga pande di kecamatan Ubud mengadakan upacara Mamungkah Ngenteg Linggih lan Mupuk Pedagingan. Pada upacara ini, para warga pande Pura Penataran Pande Peliatan membuat keris Bali di perapen (besalen) yang dilaksanakan di Jero Mangku Pande Made Nesa pada bulan Juli 2006. Para laki-laki secara bergantian menempa besi yang merah menyala. Pada upacara tersebut Pande Wayan Suteja Neka (sebagai koordinator dan tetua warga pande) tertarik dengan keris dan mulai mempelajari segala sesuatunya tentang keris.

Tetapi segalanya tidak berhenti sampai di sana, karena tidak lama kemudian Neka mulai mengoleksi keris. Dia berkunjung pada para mpu keris kenamaan, kolektor keris, mengadiri pameran keris serta menghubungi paguyuban perkerisan. Setelah berita ini menyebar, orang-orang dari Bali, Jawa dan Madura mulai berdatangan membawa keris baru maupun lama kepadanya untuk dipelajari atau kalau mungkin untuk dijadikan koleksi. Dia juga berburu hulu keris (danganan) dan sarung keris serta orang-orang yang membuatnya. Selain itu Suteja Neka merupakan salah seorang penggerak yang berhubugan dengan seni perkerisan di Bali.

Pameran spesialnya yang diberi judul “Keris in Culture: Traditional Daggers in the Arts (Keris dalam budaya: Senjata tradisional dalam Seni) memamerkan koleksi pribadi berupa keris-keris Indonesia. Pada 22 Juli 2007, pengembangan koleksi Neka Art Museum berupa keris dibuka dengan resmi oleh Ir. Jero Wacik, SE (Menteri Kebudayaan dan Pariwisata R.I), ditandai dengan penandatanganan Prasasti. Sebagai tamu kehor­matan yang turut menandatangani prasasti Prof.Dr. Tommy Koh (Chairman, National Heritage Board, Ambassador-At-Large, Singapore). Dalam acara ini, sambutan diberikan oleh penasehat Yayasan Dharma Seni Neka Art Museum Jusuf Wanandi, SH (Vice Chairman, Board of Trustees Centre for Strategic and International Studies Foundation, Jakarta). Pameran ini juga dalam rangka memperingati Jubelium Perak Neka Art Museum, yang didirikan oleh Suteja Neka dan secara resmi diakui oleh pemerintah R.I pada 1982.

Kurator koleksi keris Neka Art Museum KRAT. Sukoyo Hadi Nagoro (mpu dan pakar keris). Asistennya M. Bakrin, SH., mesti menetap di Bali untuk memandu tamu-tamu penting yang ingin mengetahui lebih mendetail tentang informasi keberadaan keris koleksi Neka Art Museum.

Keris koleksi Neka Art Museum pada peresmian pembukaannya sebanyak 272 keris, termasuk 18 keris pusaka, 63 bilah keris kuno dan keris-keris lainnya karya mpu masa kini yang berprestasi (tangguh kamardikan).

Informasi lebih jauh dapat langsung menuju :

NEKA ART MUSEUM

JI. Raya Sanggingan Ubud, Gianyar 80571

Bali-INDONESIA

Telp: (62) (361) 975 074

Fax: (62) (361) 975 074.

Email: info@museumneka.com
Website: www.museumneka.com

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian