Skip to main content

Dari Kamar 501 Swiss-Belhotel Maleosan Manado

Jendela kamar menampakkan wajah langit yang mulai benderang, memang sengaja tak ditutup agar bisa melihat perbedaan waktu antara kota Denpasar dengan Kota Manado, Sulawesi Utara. Info yang saya baca dari Google kemarin, bahwa baik Denpasar atau Manado berada dalam pembagian zona waktu yang sama. Lalu mulai tersadar bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan sepagi ini. Sayangnya, mata tak lagi bisa dipejamkan, lantaran aktifitas di rumah biasanya sudah dimulai dengan mandi pagi dan mebanten pekideh.

Tidur bisa dikatakan nyenyak. Bisa jadi lantaran seharian kemarin disibukkan dengan perjalanan pagi menuju Manado dengan transit terlebih dulu di bandara Surabaya, dan sore hari sempat menjajal treadmill milik hotel selama 2×2.5 km atau satu jam kurang. Ditambah aksi berkeliling area hotel untuk mengetahui apa saja yang ada di sekitar kami.

Saya baru tahu bahwa di Manado ini, mayoritas dihuni oleh saudara beragama Kristen. Pantas saja ada gereja megah di bilangan jalan Walanda Maramis, dan juga Vihara di sebelah barat hotel yang kami tempati saat ini, berdiri dengan megah tanpa ada protes dan pembungkaman keyakinan sebagaimana keseharian saudara kita di Jawa sana.
Kagum dengan suasananya yang nyaman, sepintas mirip kawasan Gajah Mada di kota kami. Yang membedakan hanyalah gedung tinggi berlantainya saja.

Saat berjalan-jalan mengitari area seputaran hotel swiss-bell, saya menemukan gerai Indomaret berada berdekatan di setiap jalan yang saya lalui. Dari jalan Walanda Maramis, WR Supratman dan Jenderal Sudirman yang posisinya pas di depan hotel. Selain itu banyak juga terdapat kedai kopi baik yang bernuansa tempo dulu juga kekinian dengan jumlah pengunjung yang beragam. Gerai oleh-oleh juga banyak saya liat yang bisa diakses sekitar 250 meteran dari hotel, jadi cukup dengan berjalan kaki tak sampai lima menitpun sudah bisa sampai.
Di kawasan ini saya jarang menemukan bangunan yang masih menggunakan atap limas, sebagaimana di Bali. Rata-rata mengadopsi bentukan plat beton menjulang 3-4 lantai. Beberapa bangunan lama dengan gaya belanda tampak masih dipertahankan oleh penghuninya, meski harus terhimpit diantara bangunan megah lainnya. Suasananya mirip Kota Denpasar, lengkap dengan trotoarnya yang tampak rusak di sana sini.

Wifi Hotel bisa diakses free tanpa adanya password atau fungsi keamanan lainnya. Sudah gitu kenceng pula. Saya dan rekan sekamar pun memanfaatkannya untuk mengunduh puluhan lagu lama yang ada di belahan dunia maya termasuk beberapa filem lama yang belum sempat diunduh sebagai teman beraktifitas kelak. Kebetulan rekan saya ini memiliki hobi dan aktifitas yang mirip, jadi bisa nyambung begitu awal bertemu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 6 lewat. Saya masih ragu untuk memulainya dengan treadmill atau sarapan dulu…

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian