Skip to main content

Mengurus Perpanjangan SIM ? Mending pake Calo atau Siap Mental Lahir Bathin #2

‘Masih belum dipanggil Pak ?’
Tanya saya pada beberapa orang yang tampak sudah mulai kelelahan berdiri mengantri di balkon lantai 2 gedung selatan Poltabes Denpasar.
Sudah lebih dua jam kami bersesaksesak tanpa tempat duduk. Sementara angin yang datang dari arah selatan lumayan membuat saya sedikit tak nyaman, serasa masuk angin. Alamat buruk, bathin saya.

Ini kali kedua saya antre di sisi selatan. Setelah salah seorang petugas menegur gadis muda yang dianggap salah tempat menunggu lantaran yang bersangkutan mengajukan Permohonan SIM Baru lewat jalur Online. Harusnya yang bersangkutan menunggu di pintu Utara, dimana sinar matahari jauh lebih terik terasa namun tanpa angin. Sedikit lebih nyaman menurutku, meski harus berdiri berpanas-panas. Namun belum lama kami berdiri di sini, seorang petugas wanita tampak mengusir dan membubarkan antrean depan, dan mengatakan bahwa tempat (bukan ruang ya) menunggu baik bagi yang mengajukan SIM melalui jalur manual dan online adalah sama, yaitu di sisi selatan gedung. Sedang di Utara adalah pintu keluarnya. Ealah… ini salah siapa sebenarnya ?

Nama istri terdengar sudah dipanggil dengan keras oleh petugas di pintu Utara. Sesaat setelah itu saya mendengar istri marah marah pada petugas, karena ia dibentak tidak menyahut saat dipanggil.
Oalah… bagaimana bisa terdengar jika kami antrenya di sisi selatan. Bukankah tadi perintahnya begitu ?
Aneh banget nih petugasnya, keluh beberapa kawan senasib disebelah saya.
Sementara nama saya belum dipanggil, iseng menerobos masuk ruangan, dan menemukan berkas diletakkan terpisah. Info dari petugas bahwa tadi nama saya sudah dipanggil berkali kali sambil membentak bahwa Pengajuan SIM Online harusnya standby di pintu sisi Utara gedung.
Ampun dah… ini infonya gak akurat banget antar petugas.
Tapi ya saya maklum, kenapa sampe gak terdengar, karena petugas memanggil calon peserta ujian pengajuan SIM dengan fasilitas seadanya. Alias suara sendiri. Tanpa Microphone atau pengeras suara lainnya. Wajar aja mereka membentak-bentak, karena selain suara yang sudah dikeraskan, ada banyak orang yang ngeyel minta didahulukan.
Kemungkinan yang saya pikirkan saat itu adalah, mereka ini tergolong yang memanfaatkan jasa Calo.

Calo.
Ya… Calo.

Jargonnya memang Proses Tanpa Calo. Tapi Calo ada bisa jadi karena kita yang membutuhkan untuk memotong jalur jalur rumit macam antrean penuh sesak mirip pembagian amplop saat hari raya di tipi, bisa juga menghilangkan proses panjang yang dipersyaratkan didalamnya. Harapannya tinggal Foto SIM, lalu jadi.

Akan tetapi meskipun kali ini pemanfaatan Calo masih ada, namun proses untuk melewati Ujian Tulis/Teori tampaknya memang harus tetap dilakoni. Jaminannya tentu ya Pasti Lulus.
Kenapa bisa ?
Karena proses pengajuan yang saya tanyakan satu persatu secara sampling disela menunggu, ternyata berbeda beda. Misalkan untuk yang sama-sama melalui jalur Online, yang menggunakan jasa Calo, ternyata sudah membayar duluan didepan, ke bank, sedang saya dan satu dua lainnya yang mencoba tanpa Calo, malah belum diminta membayar. Kelihatannya secara prosedur, pembayaran baru dilakukan saat SIM baru sudah dikeluarkan.

Menyimak banyaknya perbedaan proses menjalani prosedur yang dilakukan, saya menarik kesimpulan sementara bahwa belum semua petugas, calo ataupun masyarakat paham dengan tata cara permohonan SIM. Beda jauh dengan pengalaman saya tahun 2009 lalu yang ndak sampe sejam mengurus SIM perpanjangan di Poltabes. Secara saat itu, lewat dari masa berlaku masih bisa diperpanjang.

Setelah memohon maaf pada petugas karena saya teledor saat antre tanpa mampu mendengar panggilan petugas (ya kanggoang ngesor dulu karena berkepentingan), ujian Teori pun saya coba lakoni dengan tabah mental lahir dan bathin. Hehehe…

Mau tau soal ujiannya seperti apa ?
Simak di tulisan berikutnya ya.

Eh iya, karena topiknya sudah mengerucut pada proses Pengajuan SIM Baru, karena mutlak melewati Ujian Teori, harusnya judul postingan inipun diubah ke
Mengurus Pengajuan SIM Baru ? Mending pake Calo atau Siap Mental Lahir Bathin
Tapi berhubung tulisan ini masih merupakan lanjutan sebelumnya, maka ya tetep aja saya gunakan judul lama dengan penambahan tagar (#) 2.
Ndak apa apa kan ya ?

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian