Mimpi Buruk, hadir dalam pikiran, baru saja.
Situasi rumah sedang parah-parahnya. Bangunan yang saya tempati, seingat saya tak seperti sekarang kondisinya. Mengingat keriuhan yang ada, semua gara-gara Corona.
Kakak-kakak sepupu diceritakan tumbang semua pasca positif Covid19. Padahal baru kemarin kami bersenda gurau di seberang jalan dimana upacara kematian saudara yang lain dilakukan. Yang ada dipikiran hanya satu. Apakah saya akan menyusul kemudian, mengingat sempatnya kami dekat dan mengobrol langsung ? Semua terjadi begitu cepat.
Berhubung bale bali sudah penuh mayat, dua tubuh sepupu terdekat akhirnya disemayamkan di sekitar rumah. Satu orang berada dekat pintu masuk bangunan yang kami tempati, satu lagi di sisi belakangnya. Praktis jantung berdegub keras tiap kali melintas ke luar masuk rumah selalu melihat wajah mereka yang terbujur kaku.
Di sisi selatan bangunan, ceritanya ada jalan kecil semacam shortcut yang dilalui banyak orang berpakaian adat bali. Termasuk diantaranya 2 sepupu yang menurut mereka hanyalah yang tersisa dari semua saudara. Namun anehnya, salah satu yang menabuh gong adalah almarhum adik sepupu yang sudah meninggal tahun 2003 silam. Entah kenapa dia hadir lagi dengan wajah terakhir yang kerap kami lihat.
Sementara itu, di natah rumah, bale piyasan tampak 2 sulinggih hadir dan bersiap menjalankan upakaranya. Kedua parasnya saya kenal betul, mengingat mereka begitu dekat dahulu. Yang lebih tua dan gempal adalah sulinggih kami di Geriya Tonja sane sampun lebar tahun 2000an silam. Sementara yang tinggi langsing adalah sulinggih Empu PohManis yang dulu begitu saya kagumi karena pengetahuannya dan sampun lebar pula beberapa tahun lalu. Mereka berdua ada di natah ini.
Saya pun beranjak sembari mencari masker lalu matur pada Beliau berdua, entah apa yang kami bicarakan.
Saat saya menceritakan alur Mimpi Buruk diatas, ia sempat mengingatkan. ‘Ini kali kedua, kamu memimpikan Ida nak Lingsir Poh Manis, ada apa kira-kira…’
Benar kata istri, ini kali kedua saya memimpikan Beliau. Kali pertama dulu, diceritakan Beliau hadir di ruang tamu rumah baru, bertanya banyak pada Ibu tentang anak-anak kami apakah sudah diupacarai pertumbuhannya. Bisa jadi ini adalah petunjuk dari-Nya atas apa yang sedang kami alami saat ini.
Istri lalu teringat dengan Mirah, putri sulung kami yang jika dirunut ke belakang, keberadaan dan kelahirannya gak bisa dilepaskan dari Griya Pohmanis, dari Mpu yang saya mimpikan tadi. Masuk akal, begitu bathin kami berdua. Kelihatannya semua keluhan yang kami rasakan pada si Sulung, harus ditebus dengan upacara menek kelihnya kelak, saat Covid19 ini berakhir.
Tidak menyangka, jika Ida yang diatas selalu memudahkan perjalanan hidup saya selama ini, melalui semua petunjuk yang Ia berikan.
Comments
Post a Comment