Skip to main content

Mengenang Sosok Ni Luh Ratna, Nenek dari Keluarga Ibu

Gak ada yang menyangka dengan kepergiannya Kamis dini hari lalu. Entah sudah ada firasat, istri yang terbangun di pagi hari, punya keinginan untuk mengirimkan sms pada gurunya Mirah, putri pertama kami, dan mendapati pesan masuk dari kerabat di rumah duka. Ia pun membangunkan saya untuk menyampaikannya pada Ibu.
Kami langsung meluncur sejam kemudian untuk memandikan Nenek terakhir kalinya bersama keluarga kandung dan sepupu lainnya.

Beliau meninggal di usia 92 tahun. Dalam kondisi yang sehat jasmani, namun sudah terjangkit pikun. Setidaknya ini berlaku saat kami menengoknya, selalu mengingatkan saya untuk segera menikah. Padahal tadinya sudah mengenalkan istri dan tiga boneka bandel padanya. Entah bisa jadi maksudnya agar saya menikah lagi barangkali. Eh becanda ya…

Ni Luh Ratna. Demikian nama Beliau yang kami ketahui.
Menikah dengan Ketut Nadi, Kakek kami yang sudah mendahului delapan tahun lalu, mereka dikaruniai 9 anak dimana 2 diantaranya meninggal muda. Satu diantara 3 yang perempuan merupakan Ibu kandung saya.

Jika boleh dibandingakan, sosok Nenek dan Ibu punya banyak kemiripan. Ya jelas lah, namanya juga Ibu dan Anak Kandung.

Tapi serius, dari wajahnya yang cantik, cara bicara dengan nada tinggi, perilaku yang suka menyimpan barang tak berguna, pekerjaan yang tak jauh berbeda, hingga kemampuannya menari, menyebabkan banyaknya pertentangan topik pembicaraan terjadi diantara mereka. He… ini resiko anak perempuan yang mirip banget dengan Ibunya kalo kata orang-orang tua.
Tapi meski demikian, keduanya saling menyayangi, pun demikian dengan anak dan saudaranya yang lain.

Saat kami kecil dulu, saya kerap menginap di rumah dan tidur di kamar nenek. Namanya juga Cucu.
Dari Beliau saya mengenal makanan bernama tahu dengan bumbu kacang, yang hingga saat itu, Ibu kandung belum pernah membuatkannya di rumah. Maka berbekal nama masakan yang aneh, sayapun menyampaikan keinginan yang sama kepada Ibu agar membuatkan saya saat di rumah nanti.

Berhubung Nenek lahir di jaman Belanda menjajah dulu, ia mahir untuk menyanyikan lagu-lagu Belanda hingga Perjuangan dahulu. Salah satunya sempat direkam sepupu dan kini masih tersimpan disalah satu tabletpc milik anak kami.
Selain itu Nenek pernah mengalami masa kritis pikiran. Selalu rajin melahap koran pagi dan berdiskusi panjang saat saya masih berstatus mahasiswa dulu. Sempat ndak habis pikir bahwa di usianya yang sudah setua itu, masih aktif memantau perkembangan negeri.

Beliau cerdas. Ini kata Ibu.
Ndak salah memang pendapat itu. Mengingat Beliau merupakan Guru Modes Ratnadi yang pada era terdahulu merupakan salah satu sekolah menjahit dan mendesain baju ternama di Bali.
Banyak murid Beliau yang mengakui hal serupa. Dan beberapa diantaranya kini memiliki nama juga diluaran.
Modes Ratnadi, diambil dari perpaduan nama Beliau, Ni Luh Ratna dan suaminya, kakek kami, Ketut Nadi.

Nenek jualah yang memberikan saya puluhan Perangko dan Materai tahun 60an. Yang sayangnya kini tak bisa saya temukan lagi ada dimana koleksinya. Itu semua diambil dari surat-surat yang Beliau temukan saat membongkar bangunan bale daja dimana ia tidur saat saya duduk di bangku SMP dulu. Ia juga tak segan menasehati saya untuk rajin belajar dan tidak menyusahkan orang tua. Ya tipikal seorang nenek lah.

Saat memori pikirannya mulai berkurang, saya sempat ditanya banyak hal soal penculikan dan ancaman dipenjara jika ia berani keluar rumah sendirian. Antara kasihan dan sedih, sayapun ndak tega membohongi Beliau laiknya anak kecil. Ditakut-takuti agar tak berjalan kemana-mana sendirian.
Ini dilontarkan anak-anaknya yang merasa kerepotan dengan sang Ibu yang beberapa kali kedapatan tersesat di seputaran rumah yang jalan raya didepannya tergolong ramai kendaraan. Pun saat Beliau terjatuh dari tangga akibat upayanya untuk berkeliling rumah lantaran tak betah berdiam diri.

Saat Beliau pergi meninggalkan kami Kamis dini hari lalu, infonya tak ada sakit yang diderita.
Sehari sebelumnya Nenek masih bisa makan dengan baik. Dan Bibi kami menemukan Beliau sudah pergi saat berupaya membersihkan kamar dan badan di pagi hari.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian