Karantina… sedari awal sudah mulai terbayang bagaimana repotnya kelak. Dari menyiapkan berbagai persyaratan, meneruskan dan melimpahkan pekerjaan, hingga perubahan perilaku pun sejak awal sudah terpikirkan.
Kasihan. Hanya itu yang terlintas pada intinya. Kasihan pada istri, anak dan juga rekan-rekan staf dan atasan langsung. Karena akan ada banyak perubahan saat aku tak ada di tempat yang sebenarnya. Tapi ya… mau tidak mau semua harus dijalani. Demi… masa depan kami kelak.
Tepat setahun jabatan itu aku sandang. Namun sayang, modal utama untuk menjalaninya tak kupunya. Ibarat mengendarai motor, SIM belumlah bisa kupegang. Dan inilah saatnya.
Tak banyak harapan yang aku impikan. Bisa melewati hari, menjalani kewajiban, menyelesaikan pekerjaan, dan pulang kembali dengan selamat.
Tapi yang terpenting kini hanya satu. Bisa tidur nyenyak…
Karena sudah tabiat, tidur diluar rumah selalu bawaannya gelisah.
Comments
Post a Comment