Skip to main content

Koleksi Keris di Neka Art Museum

Tulisan berikut diambil dari Makalah Diskusi Ilmiah ‘Keris dalam Perspektif Permuseuman’ oleh Pande Wayan Suteja Neka yang diselenggarakan di Surakarta 17-18 November 2009 lalu. Adapun tujuan diturunkannya tulisan berikut adalah sebagai tambahan pembelajaran Rencana DharmaWacana tentang Keris dan Bhisama Pande di Museum ‘Keris’ Neka Sanggingan Ubud Gianyar pada tanggal 15 Agustus 2010 nanti.

* * *

Koleksi keris bersejarah (tangguh/sepuh/tua)

Perjalanan sejarah keris di Bali yang diduga telah ada semenjak zaman Bali Kuna dengan bukti diketemukanya Prasasti Sukawana A1, berangka tahun 804 caka atau 882 M. Manuskrip kuno `Pande Bang Tawang’ yang menjelaskan bahwa pada masa Prabu Airlangga di Jawa Timur terdapat seorang Empu dari Jawa yang menuju Bali dan mengembangkan ilmu seni tempa di tempat barunya (Bali). Prasasti Bulian A (caka 1103 atau 1181 M) yang diterbitkan atas nama Sri Maharaja Jaya Pangus, tersimpan di Desa Bulian Singaraja dimana didalam prasasti tersebut telah disebutkan kata ‘Keris’ dan Prasasti Tamblingan yang berisi tentang pemanggilan Warga Pande Bali kuno yang mengungsi.

Pada saat Bali madya (Bali disebut sebagai negara pada pasal Majapahit abad 14) semakin banyak ditemukan catatan dari manuskrip yang menjelaskan keberadaan keris di Bali misalnya: manuskrip Brahma Pande Tatwa,  Prasasti Pande Tusan, Tatasan dan Putidahi, manuskrip kaprajuritan ring wilatikta dll. Di samping itu dalam catatan-catatan kuno pada masa Bali madya, di puri-puri yang ada di Bali saat itu sudah banyak membuat keris-keris pusaka.

Melihat perjalanan keris di Bali inilah yang melatarbelakangi koleksi keris Neka Art Museum untuk lebih menekankan pada keris-keris gaya Bali, namun demikian juga di lengkapi keris-keris Jawa, Madura dan Lombok. Keris-keris koleksi bersejarah di Neka Art Museum antara lain keris Ki Baju Rante dari Puri Karangasem, keris Ki Gagak Petak, keris Putut luk 7, keris Kolomisani, keris pedang Ki Nagaraja (keempat bilah keris ini dari Puri Buleleng), keris Ki Blanguyang dari Puri Gianyar, keris Ki Pijetan dari kerajaan Pejeng, Gianyar dan lain-lain.

Di samping didukung dengan keris-keris Bali bersejarah, Neka Art Museum juga dilengkapi dengan keris-keris Bali yang mewakili masa dan gaya dari berbagai daerah di Bali. Koleksi keris Bali tangguh tua kini mencapai 18 keris pusaka bersejarah dan 63 keris tangguh sepuh/tua.

Keris-keris tersebut diperoleh dari beberapa kolektor di Bali dan dari luar Bali seperti  Wayan Tika (Banjar Pande, Bangli) yang rela melepas lebih dari 30 buah kerisnya untuk dikoleksi di Neka Art Museum, Wayan Roia, Wayan Ritug (Batuan, Sukawati, Gianyar), Hengki Joyopurnomo (Jakarta) dll.

Koleksi keris Kamardikan

Perkembangan dunia keris era Indonesia Merdeka semakin semarak dan didukung cukup banyaknya kegiatan-kegiatan dalam bidang perkerisan seperti pameran, sarasehan dan seminar, eksperimentasi, pengembangan penggunaan alat, dll yang kemudian banyak melahirkan karya-karya keris yang berbobot. Kembali semaraknya dunia perkerisan dewasa ini membawa dampak positif terhadap produktifitas pembuatan keris di berbagai daerah Nusantara.

Latar belakang inilah yang membuat Neka Art Museum menggelorakan keris Kamardikan, membuka pintu untuk mengoleksi keris-keris Kamardikan yang memiliki kualitas dan prestasi yang baik. Beberapa karya keris Kamardikan yang dikoleksi di Neka Art Museum antara lain dari Bali seperti Pande Ketut Mudra, Pande Ketut Sandi, dan yang lainnya sedangkan dari luar Bali seperti Empu legendaris Djeno Harumbrojo (Yogyakarta), KRHT Sukoyo Hadi Nagoro (Surabaya), KRT Hartonodiningrat (Surabaya), KRT Subandi Suponingrat (Solo), KRT Junus Kartiko Adinegoro (Jakarta), M Jamil, Suffian, Misradin, Bunali, Abdul Hadi, Basiriansah, Zubaidi (Madura), RT Arum Fanam Notopuro, A. Lutfi (Malang) dan yang lainnya.

Saat ini Neka Art Museum memiliki koleksi sebanyak 191 keris tangguh Kamardikan pilihan dan 4 buah keris Kamardikan berprestasi. Di samping itu juga terdapat beberapa keris yang merupakan hibah dan pemillik/penggarapnya. A.A Bagus Ngurah Agung, SH.,MM. (Penglingsir Puri Gede Karangasem), A.A Ngurah Parwata Panji (Puri Kanginan, Buleleng), Jero Mangku Ketut Sandi (Tatasan, Denpasar), KRT Ali Rahmat Diningrat (Jakarta), KRHT Sukoyo Hadi Nagoro (Surabaya) dan Ibnu Pratomo (Bandung) menyerahkan keris basil penelitiannya yang dibuat dengan 750.000 lipatan pamor dan juga menyerahkan contoh kepingan batu meteorit.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian