Skip to main content

Singapura, kami Datang

Berbekal sedikit pengetahuan dari om Benny Rachmadi lewat komik Tiga Manula, rupanya ada beberapa hal yang ingin dicobain selama berada di Singapura. Salah satu diantaranya, Es Potong. 🙂

Jalan-jalan di sepanjang Orchard Road di hari Jumat malam akhirnya memberikan berkah tersebut. Kalo gag salah kami menemukan dua pedagang Es Potong yang dikerubuti pembeli. Bersama lima kawan, Kamipun tak ingin ketinggalan mencobanya.

Namun ketika mereka tahu bahwa yang dimaksud Es Potong mirip dengan Es Lilin yang kerap kami nikmati di masa kecil dahulu, hanya saya yang tetap tertarik mencobanya. Selain penasaran, tujuan lainnya sih untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan sejak sore tadi.

Menikmati Singapura belum lengkap rasanya jika belum shopping alias belanja. Oke, untuk ukuran kami harga di Singapura lumayan memberatkan karena melonjak dua tiga kali lipatnya, sehingga tempat dimana kami mulai menghabiskan satu persatu lembar dollar Singapura adalah Kampung Bugis dan Mustafa Kampung India. Yang dicari pun masih seputaran baju dan asesoris bertuliskan Singapura, atau yang harganya lebih masuk akal untuk ukuran lokal. Sementara sih baru itu saja yang kami tahu. Sedang Orchard Road ? Hmmm… masih pikir-pikir deh.

Seperti biasa, Kuliner adalah satu yang masuk daftar uji saat berkesempatan jalan-jalan atau tugas dinas keluar kota. Tapi sepertinya Singapura gag banyak memiliki makanan khas seperti halnya Bangkok lewat makanan ekstremnya. Selain itu sebagaimana yang dikatakan tadi, harga juga menjadi salah satu perhitungan sebelum memutuskan untuk membelinya. Katakanlah untuk seplastik kecil potongan buah Nangka segar, harganya ditawarkan sekitar $3 atau 28ribuan. Sementara air mineral ukuran tanggung sekitar 10ribuan sementara yang besar sekitar 21ribuan. Pantas saja sopir guide kami mengatakan bahwa dengan gaji $2000 – $3000 rasanya susah untuk bisa hidup mewah dengan kendaraan roda empat di Singapura. Beda dengan Indonesia.

Tapi jika dicermati, selain Singapura dikenal sebagai surganya belanja, mungkin lebih tepat diberikan julukan tambahan sebagai surganya mobil mewah. Padahal secara pajak dan bahan bakar rasanya cukup tinggi dikenakan oleh pemerintah setempat. Tapi tetap saja kendaraan Lambo dan Porsche kerap dijumpai di sepanjang jalan, utamanya seputaran Orchard Road itu. Belum lagi Taxi yang berlalu lalang menggunakan standar kendaraan menengah ke atas, pun yang bikin kaget adalah salah satu jenisnya dari branded Bentley. Ya Ampuuun…

dan rasa rasanya lagi, Singapura itu mirip dengan Jepang, kota serba cepat. Dimana orang-orangnya pun seperti terbiasa bergerak mengefisienkan waktu. Beda dengan kami yang masih bisa berjalan santai di tengah keramaian. Makanya kerap mendapat teguran dari yang lainnya.

Ohya, dari tadi saya belum melihat satupun pengemis di kota ini. Entah memang sudah habis ditangkapi oleh Dinas Sosial dan Satpol PP layaknya di kota kami atau memang mereka lebih diberdayakan untuk berusaha sendiri lewat jalan lain. Seperti yang kami lihat di beberapa tempat dekat traffic light. Bapak-bapak yang berada dalam kondisi tidak sehat, entah akibat penyakit, bawaan atau usia, berusaha menjual tissue dan sejenisnya diatas kendaraan roda tiga sambil mengharapkan ‘sedekah’ dari para pejalan kaki yang lalu lalang di sekitarnya. Masih lebih baik dari lingkungan kami. Setidaknya mereka diselubungi dengan usaha menjual sesuatu.

Demikian beberapa catatan awal saya selama seharian kurang berada di Singapura. Mungkin nanti setelah menjelajah di beberapa objek wisata lainnya, baru deh bisa cerita lagi. Jadi, sampai nanti.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak, ya wajar s

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja