Skip to main content

Senangnya bisa Kembali dari kematian

Kalo judul diatas diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, bisa jadi mirip dengan album cadas milik grup Thrash ‘Obituary-Back From The Dead’. Tapi posting ini bukanlah bercerita tentang album yang menjadi favorit saya sepanjang masa itu dari genre Thrash, tapi satu pengalaman saya yang dapat dipercaya atau tidak, sempat saya alami 13 November 2008 kemarin.

Berawal dari suhu tubuh 37,5 derajat Celcius, membuat badan saya agak meriang dan lemas 12 November, malam sebelumnya sepulang dari Melukad (pembersihan diri) di Griya Pohmanis (tempat saya berobat dahulu). Merembet pada mencret yang saya alami tengah malam berlangsung 4 kali hingga pagi tiba. Nafsu makanpun turun…

Pulang dari dokter umum dekat rumah, saya hanya mampu menelan bubur 5 suap sendok makan, plus sedikit telur mata sapi. Ini lantaran mencret saya kumat lagi. Waktu hingga siangpun saya lewati dengan tidur beristirahat tanpa sedikitpun tersadar untuk minum air (karena menurut dokter, saya harus banyak minum). Ohya, tekanan darah saat diperiksa tadi berkisar 110/berapa ya ? Lupa menanyakan.

Siang sekitar pukul 12.30, saya terbangun oleh teguran Ibu yang mengingatkan saya untuk makan siang. Terbangun dengan sedikit rasa pusing, saya bergegas ke kamar mandi untuk kencing terlebih dulu, masih dalam kondisi setengah sadar. Belum usai aktivitas kencing, saya merasakan pusing dan limbung, badan rasanya tak punya bobot dan memaksakan diri untuk keluar ke ruang keluarga dan duduk di kursi dekat jendela.

Masih sempat Ibu mengingatkan saya kembali untuk makan siang, namun saya tampik dengan alasan masih lemas. Mungkin ini karena kurangnya cairan yang ada dalam tubuh mengingat mencret yang saya alami. dan semua mendadak gelap….

……gelap….. (yang terdengar hanya suara, entah suara siapa)

……gelap….. (saya bisa mendengar ada suara Ibu yang menangis meminta saya agar menguatkan diri)

……gelap….. (saya tak dapat mendengar apapun lagi)

……gelap….. (saya kembali tersadar namun belum mampu membuka mata)

……gelap….. (saya mendengar ada banyak suara yang berteriak dan menangis)

……gelap….. (saya berusaha sekuat tenaga untuk membuka mata)

……….. ……….. (saya dapat melihat walau samar, keluarga mengelilingi saya dan meminta agar saya terus berusaha menguatkan diri)

……….. ……….. (saya dapat merasakan, ada orang yang memegang kedua kening saya, ada yang mengurut dada sampai panasnya terasa, ada yang memegang kedua tangan, ada juga yang memijat-mijat kaki)

……….. ……….. (saya berusaha berucap, mengeluarkan kata-kata agar tak membuat mereka khawatir)

……….. ……….. (saya berusaha berteriak agar mampu menguatkan diri sendiri)

……….. ……….. (saya tersadar…)

Lama baru saya bisa tersadar dari itu semua…

Saya diminta mengingat kembali, apa yang saya alami tadi. Saya diajak berbicara tentang apa yang saya rasakan. Saya benar-benar heran, karena walaupun tubuh saya lemas dan masih pusing, tapi saya merasa baik-baik saja.

Setelah saya bisa mengingat yang saya alami sebelumnya, Bapak Ibu pun langsung menghubungi Istri untuk memintanya segera pulang, lantaran kondisi saya yang sudah tersadar saat itu. Mereka juga langsung menghubungi kakak perempuan agar pulang sebentar untuk mengantarkan saya ke UGD RS Sanglah.

Masih dalam suasana hiruk pikuk kepanikan orang tua, ditambah keluarga yang masih memegangi saya dan berusaha membuat saya senyaman mungkin, saya mengungkapkan keinginan untuk berbaring ditempat tidur dan baru menyadari kalau saya telah mengeluarkan kotoran cair (feses) di dalam celana.

Saat di pembaringan, sambil menunggu Istri dan kakak perempuan datang, saya berusaha menanyakan apa yang terjadi, tapi jawaban bahwa tak ada apa-apa, semua baik-baik saja selalu terucap dari setiap keluarga disekitar saya. Hanya permintaan agar saya menguatkan diri dahulu yang terpenting.

Sesampainya di Triage UGD RS Sanglah, saya langsung saja ngeloyor ke salah satu bed pasien, tanpa bantuan keluarga yang saat itu masih panik menghubungi dokter jaga. Dengan pedenya, saya katakan bahwa saya tidak apa-apa. Cuma sedikit pusing dan lemas.

Saat tekanan darah diperiksa, menunjukkan angka 150/180, cukup tinggi kata perawat yang memeriksa. Asumsi dokter, bisa melonjak tinggi, barangkali lantaran ‘peristiwa’ yang saya alami sebelumnya. Sayapun di-infus dan dipantau perkembangannya dua jam sekali. Hasilnya membaik, tekanan darah pemeriksaan terakhir turun menjadi 140/100, sehingga malam itu juga saya diperbolehkan pulang.

Dirumah, saya memilih beristirahat dengan memakai celana panjang, kaos kaki dan sweater, hal yang biasa saya lakukan jika suhu tubuh meningkat. Tujuannya agar keringat lebih mudah dan cepat keluar saat tidur.

14 November, pagi hari. Saya terbangun dengan perasaan yang jauh lebih baik dari hari sebelumnya, nafsu makanpun kembali seperti biasa. Hanya saja, saya agak shock saat mendapatkan cerita lengkap dari Istri, perihal peristiwa yang saya alami siang kemarin. Istri mengetahuinya dari Ibu, malam setelah saya tidur, sambil menangis Beliau bercerita.

Saat saya duduk lemas dikursi dekat jendela itu, sempat terbujur kaku dengan bibir yang sudah membiru. Nafaspun sempat terhenti (entah karena denyut jantung lemah), dan tak menjawab saat Ibu bertanya. Ibu lalu menjerit minta tolong pada keluarga yang ada.

Itu berlangsung cukup lama…..

Pantas saja saat saya tersadar, Ibu dan keluarga lain menangis dan berteriak agar saya menguatkan diri…..

Sedikit terhenyak dan membuat saya merenung. Mungkin saat itu memang belum saatnya bagi saya untuk meninggalkan keluarga yang masih sangat membutuhkan kehadiran saya. Belum saatnya saya meninggalkan seorang Istri yang penuh cinta dan juga seorang putri kecil yang lucu. Belum saatnya saya berpisah, lantaran belum banyak hal yang baik dapat saya lakukan pada lingkungan sekitar. Seperti tembang rohani milik Ungu.

14 November sore, saya merasakan hal yang terbaik yang pernah ada…

Suhu tubuh kembali normal, begitupun gangguan pencernaan. dan yang paling menggoda tentu bercanda dengan Mirah Gayatridewi, putri kecilku nan lucu ditengah senyuman Istri, kedua orang tua dan keluarga tercinta.

‘Senangnya bisa Kembali dari Kematian..’

PS: Terima Kasih Tuhan, atas kesempatan yang Kau Berikan untuk Hamba-Mu yang hina ini, Terima Kasih masih bisa kumiliki umur untuk melihat kembali Istri dan anakku juga Kedua Orang Tuaku dengan penuh cinta kasih….

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian