Skip to main content

Amor ing Acintya PakDe Suardana

Layar ponsel menyala menampilkan nama sosok yang saya kenal keras dan tegas, sesaat setibanya di ruangan kerja pasca absen pagi. Suara di seberang terdengar begitu sumringah lantaran ada kiriman lawar ayam di satu pagi yang tak disangka.
“Sube telah ik…” (sudah habis ik-panggilan saya dirumah) kata beliau, sambil bertanya dalam rangka apa saya memberinya kiriman pagi. “Dalam rangka hari senin…” jawab saya asal saja sambil nyengir sendiri. Memang suka aja bercanda dengannya akhir-akhir ini.

Saya mengenal beliau sejak kecil sebagai orang tua yang galak dan temperamen. Namun di balik itu, ia memiliki keinginan untuk mendidik anak-anaknya menjadi pintar dan handal. Kedekatan saya baru mulai terasa saat masa perkuliahan selesai awal era 2000an. Dimana saat senggang saya kerap berkunjung ke rumahnya, untuk membaca koran, sambil mencari lowongan kerja di halaman iklan.
Kalau tidak salah, saat itu ia sedang menjabat pada posisi strategis pekerjaannya. Yang saya sendiri masih buta tentang apa.

Apa yang saya dapatkan hari ini adalah hasil dari tantangan yang pernah Beliau tawarkan di sela waktu luang membaca koran, dimana saat itu ada banyak pemberian yang datang ke rumahnya. Merasa heran, saya pun bertanya, ada apa.

Saat saya menertawai alasan yang Beliau ungkapkan dengan gamblang, Beliau hanya mengatakan “Coba tanyakan dulu ke temanmu, baru jawab pertanyaan PakDe…”

Siapa sangka saya lolos tes tulis saat ujian masuk cpnsd Badung tahun 2003 silam. Padahal banyak orang yang meragukan dan berusaha menjatuhkan mental termasuk saat nomor ujian hadir tampil pada lembaran koran yang biasa saya baca. Sementara Beliau hanya berpesan, langkah selanjutnya hadapi saja dengan santai dan tanpa beban. “Kamu pasti lulus…” yakinnya pada saya.

I Made Suardana Pande.

Saya sendiri memanggil Beliau dengan sapaan PakDe Suar. Meski jika dilihat dari garis keturunan bapak kandung, harusnya saya memanggil Beliau dengan sebutan Bli atau kakak. Namun jika dilihat dari garis ibu, saya harusnya memanggil Beliau dengan sebutan om atau PakDe tadi. Namun karena secara umur kami yang terpaut jauh, saya lebih memilih memanggil PakDe ketimbang Bli.

Saat Beliau pensiun, beberapa cobaan mulai menerpa hidupnya. Dari persoalan dunia kerja dimana apa yang seharusnya menjadi hak Beliau, infonya belum diselesaikan hingga beberapa bulan setelahnya. Kabarnya cukup membuat ia emosi dan harus berakhir di ranjang rumah sakit. Sementara persoalan keluarga dan menantu pun cukup membuat shock bersangkutan, menciptakan beban hidup yang tak berkesudahan.

Saya yang merasa memiliki banyak hutang budi pada Beliau, mulai mencoba menghibur saat berkunjung di satu dua minggu pagi, untuk sekedar mengajaknya bercengkrama dan berbicara santai. Pun mengirimkan lawar ayam, nasi bungkus atau apapun rejeki yang saya miliki secara periodik. Berbagi sedikit mengingat kondisi Beliau yang mulai sakit-sakitan.
Wastra pelinggih di merajan rumah pun adalah salah satu hasil karya Beliau, termasuk pembungkus tiang rumah berwarna merah, juga saput dan destar yang saya gunakan saban kamis hari kerja.

Beliau meninggal pukul 23.45 semalam. Infonya pasca kambuh di sore hari, ditolak dua RS terdekat lantaran penuh dan tak memiliki peralatan lengkap, yang bersangkutan dilarikan ke rumah sakit Sanglah dan berpulang tak lama kemudian. Meninggalkan istri, tiga anak dan dua cucu.

Ada banyak kenangan yang saya alami bersama Beliau semasa hidup. Dari menangis masa kecil karena dikejutkan saat ia berada di balik topeng bali, ditatar rumus matematika saat debat bersama sang anak memanfaatkan sisi kosong pinggiran koran, ikut serta perjalanan ke Alas Purwo, berobat pijat listrik di sasana tinju pino bahari saat saya hilang ingatan, atau saat diminta menggambar rumah lantai dua dimana ia tinggal selama ini. Tawa canda, marah jengkel, tapi tetap saja rasa hormat itu ada sepanjang jalan.

Tak sedikit yang mengungkapkan kekesalan mereka pada sosok satu ini. Apalagi saat yang bersangkutan sempat menjadi atasan banyak kawan dan kolega yang saya temui. Meski ada juga yang tetap memberikan rasa salut pada idealisme dan kakunya prinsip yang ia pegang sampai pensiun.
Melalui halaman ini, saya sampaikan ‘MATUR SUKSEMA untuk semua doa dari keluarga, sahabat dan rekan kerja Beliau selama ini…
Mewakili pihak keluarga, bilamana ada penyampaian Beliau yang kurang berkenan bagi rekan dan sahabat semua disini, mohon dimaafkan…’

Amor ing Acintya PakDe.
Tenang disana…

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian