Skip to main content

Menghabiskan Waktu di Thailand

Dibandingkan dengan kunjungan ke negeri gajah dua tahun lalu, perjalanan kali ini kalo boleh jujur ya, kurang terasa nikmatnya berhubung pikiran justru tersita dan berada di rumah. Maklum, saat keberangkatan kemarin, Intan putri kedua saya harus dibawa ke RS Puri Bunda untuk mendapat pengobatan lantaran tingginya suhu badan yang bersangkutan. Demikian pula kondisi dua lainnya yang terjangkit flu dan batuk. Gak nyaman untuk ditinggal.

Selain itu, berhubung ini perjalanan yang sama untuk kedua kalinya, sayapun melewatkan beberapa pertunjukan yang dihelat di Nongnooch Pattaya, Alcazar Show dan tentu saja opsional lainnya. Sementara yang lain, tetap pada program setelah diberi gambaran bahwa pertunjukan tersebut wajib tonton mengingat bagusnya penampilan para artis kawe didalamnya. Jadi untuk menghabiskan waktu menunggu, sayapun memilih untuk asyik sendiri sembari menikmati hal-hal yang belum saya ketahui di kunjungan terdahulu. Berikut beberapa diantaranya.

Kunjungan ke JJMall, saya memilih untuk berkeliling di seputaran luaran Mall sembari mencicipi kuliner yang disajikan dengan harga jual minimal 10 baht. Dari yang mirip martabak telur, sate ayam, cendol hingga cumi. Tentu dibarengi dengan jalan-jalan kaki untuk menurunkan asupan makanan yang dicerna tadi.

Masuk ke area Asiatique, saya memilih untuk menikmati bianglala Mekong yang ditebus dengan biaya 300 baht per orang sendirian, dan diberi kesempatan enam kali putaran melihat pemandangan pinggiran kota Thailand tepi sungai. Sempat selfie pula disini.

Menikmati kota Bangkok di malam hari tak ubahnya berjalan-jalan di kawasan jalan Gajah Mada lengkap dengan pedagang kaki lima yang disini menawarkan buah segar dan sajian kuliner tadi. Untuk dapat menikmati sisi jalan satunya saat balik ke hotel tempat kami menginap, diharuskan melewati jalur penyeberangan atas, sebagaimana halnya kota besar lainnya.

Saat perjalanan menuju Pattaya, mampir bentar ke Tiger Zoo, saya memilih untuk berselfie dengan harimau besar yang sudah dijinakkan dengan biaya 100 baht, dan kamera yang digunakan adalah milik sendiri. Asyik, karena kita gak lagi dibebankan biaya untuk menebus foto hasil jadinya. Begitu pula dengan ‘aktor’ lainnya seperti Buaya dan Gajah.
Disini saya pula melewatkan empat sesi show termasuk PigRace untuk berjalan-jalan mengeluarkan keringat mumpung halaman objek wisata yang cukup luas.

Demikian pula saat di Nongnooch, saya memilih mengitari bukit berbunga melalui jalan layang yang menghubungkan antar bukit tadi sembari menuliskan kisah perjalanan yang tempo hari sudah dipublish di halaman ini. Tak ada souvenir yang saya ambil hingga perjalanan hari kedua ini.

Saat semua kawan menikmati sajian artis cantik kawe satu di Alcazar Show, saya memilih berjalan-jalan lagi di sepanjang jalan yang mirip suasana Kuta malam hari. Lengkap dengan pub, cafe, mini market hingga massage spa dan plus plus. Saat mencoba salah satunya, saya dipijat oleh Therapist wanita kawe tiga, yang mengaku masih berusia 27 tahun dan single. He… tapi jangan membayangkan terlalu jauh, karena massage yang saya pilih ini berjendela kaca terang, terlihat jelas dari luar. Komunikasi kami dibantu oleh Google Translate yang mana disebabkan oleh karena yang bersangkutan tidak menguasai bahasa Inggris dengan baik. Well…

Masuk ke areal Wat Arun yang masih dipugar oleh pemerintah setempat, saya lebih memilih fokus pada pasar oleh-oleh untuk mencarikan anak-anak baju kaos gajah, serta syal untuk para Ibu termasuk tiga diantaranya berada di tampuk pimpinan kantor. Sisanya saya iseng saja memilihkan lima batu akik yang juga berkualitas kawe dengan harga selembar uang merah untuk lima pieces cincin berukuran 21 dan 22mm. Pas di jari tengah kiri.

Selepas Wat Arun, masih sempat mampir ke Wah Phoo atau Reclining Budha dimana saya lebih memilih untuk membagikan koin receh di 108 kendi kecil, sebelah kanan Budha tidur untuk memanjatkan doa bagi keluarga dirumah dan perjalanan kami. Bersyukur berkah-NYA ini sangat terasa saat kami terhindar dari ledakan bom yang memecah keramaian Erawan Shrine, kuil Hindu berupa empat wajah Brahma yang kami hapuskan dari daftar kunjungan lantaran hari sudah menjelang malam, sesaat setelah meninggalkan MBK Mall, langsung menuju tempat makan malam dan tentu saja hotel.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian