Tidak dipungkiri bahwa kehadiran beragamnya ponsel lokal (baca:ponsel China) di tanah air, membawa satu perubahan kebiasaan para pengguna ponsel. Dari teknologi layar televisi dalam genggaman, teknologi layar sentuh, dua kartu sim, ponsel murah hingga terakhir demam BlackBerry. Untuk mewujudkan semua itu tak hanya satu dua brand yang siap bertarung dikancah pertempuran, merebut pangsa pasar yang selama ini dikuasai brand besar, tak sedikit pula yang gulung tikar dan berganti nama.
Demam BlackBerry setidaknya menyebabkan maraknya kemunculan posel gembul yang menyerupai handset kelahiran Kanada tersebut. Dari yang hanya menampilkan jajaran thumbboard QWERTY seadanya hingga yang menjiplak habis-habisan bentuk dan rupa, plus ada juga yang latah mengganti tombol navigasi menjadi Trackball yang beken atau Trackpad seri mutakhir.
Tak hanya ponsel lokal saja yang bereaksi atas ‘demam BlackBerry’ ini. Bahkan brand sekelas Nokia, Samsung, LG dan Motorola mulai ikut-ikutan berlomba menyajikan teknologi paling gres mereka dalam bentuk serupa. Uniknya ada beberapa seri yang nyatanya memberikan peluang harga yang terjangkau bagi sebagian besar pengguna ponsel di tanah air.
Katakanlah Nokia E63, Samsung Corby TXT, LG GW300 atau Motorola Q9h adalah beberapa ponsel yang mengadopsi thumbboard QWERTY dengan kisaran harga dibawah 2 juta rupiah saja. Tentu saja ini tawaran yang sangat menarik, apalagi katakanlah Nokia selain menawarkan bentuk, mereka pula menawarkan koneksi Wifi dan sistem operasi yang kelak dapat ditambahkan berbagai aplikasi multifungsi apabila diperlukan.
Sayang, kehebohan tersebut kurang menarik perhatian saya yang notabene memiliki hobi otak atik teknologi ponsel seperti halnya yang saya sajikan di blog PanDe Baik ini. Ada tiga alasan yang mendasari mengapa saya belum tertarik untuk memiliki ponsel ber-thumbboard QWERTY.
Pertama soal jaringan. Sejauh ini saya hanya menggunakan satu jaringan operator yaitu CDMA, yang kurang lebih kurang dilirik pangsa pasarnya oleh ponsel ber-thumbboard QWERTY kelas atas. Jaringan ini saya kira sudah lebih dari cukup, mampu meng-cover kebutuhan segala saya. Apalagi jaringan CDMA yang saya gunakan dalam hal ini Telkom Flexy kalau boleh saya katakan, lulus dari ujian tahap loncat pagar. Fitur Combo-nya ternyata dapat diaktifkan begitu mudah sekalipun terlanjur berada dikota tujuan.
Kedua berkaitan dengan kebutuhan tadi. Lebih banyak memanfaatkan teknologi Voice. Sebaliknya untuk Messaging (pesan-sms atau email yang menjadi tujuan utama ponsel ber-thumbboard QWERTY) tidak banyak saya manfaatkan, hanya seperlunya saja. Demikian pula dengan Data (internet), lebih banyak saya lakukan lewat laptop plus koneksi unlimited-nya yang notabene biaya bulanannya jauh lebih murah. Dengan menggunakan ponsel Nokia 6275i CDMA nyatanya sudah lebih dari cukup.
Ketiga terkait isi jeroan atau sistem operasi yang digunakan ponsel. Rata-rata sudah saya miliki dan pahami lantaran keberhasilan saya mendapatkan berbagai macam sistem operasi yang merupakan simulator dari berbagai handset ponsel yang ada. Dari BlackBerry seri lawas, seri Bold dan sejenisnya juga yang berlayar sentuh. Ada juga Symbian 60 dan 80 (Communicator) dan tentu saja Windows Mobile. Semua itu dapat saya operasikan dengan baik melalui laptop yang saya gunakan ini. Makanya ketika menyentuh handset-nya secara real atau nyata, seringkali tidak ada lagi yang namanya perasaan ‘surprised, ‘terkesima’ atau bahkan terheran-heran dengan kemampuan ponsel.
Tiga alasan diatas beserta pemaparannya barangkali sudah cukup untuk menggambarkan bahwa ketika seorang teman bertanya pada saya, ‘kapan nih ganti ponsel ? masa sih udah 3 (tiga) tahun belum berubah juga ?’ maka dengan lugaspun saya bakalan menjawab…
“PonseL QWERTY ? Maaf, Saya Belum Tertarik.”
Comments
Post a Comment