Diskusi soal permasalahan dan keluhan terkait Perumahan dan Kawasan Permukiman beserta PSU yang kami sampaikan pada Dirjen Perumahan hari ini 10 Januari 2023 berlangsung seru dan hangat, mengingat Pemerintah Pusat selaku pengampu kebijakan urusan yang sama, infonya sangat membutuhkan masukan dari daerah utamanya soal kearifan lokal yang tidak bisa diseragamkan aturannya saat bicara pelaksanaan di lapangan.
Dari soal program pembiayaan perumahan yang terkendala dengan status kepemilikan lahan di Bali dan Kabupaten Badung khususnya karena terdapat status DT atau Duwe Tengah maupun Ayahan Desa, tak bisa diakomodir persyaratan pusat dalam upaya pemberian bantuan rumah layak huni bagi masyarakat.
Atau terkait mandegnya proses sertifikasi pengembang dalam kaitan pengajuan perijinan perumahan yang dipersyaratkan namun sampai saat ini belum ada aturan yang bisa menjadi acuan apa dan bagaimana sertifikasi itu dilaksanakan. Sebuah pe-er bagi Dirjen Perumahan juga dalam menyelaraskan kebijakan yang dibuat antar berbagai pihak.
Belum lagi soal Perda Pencegahan Kumuh, dokumen RP3KP ataupun RKP atau Rencana Kawasan Permukiman amanat dari UU 1/2011 yang belakangan telah diubah oleh UU Cipta Kerja tahun 2020.
Dan rupanya ada ilmu baru yang kami dapatkan soal MBR atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selama ini kami yakini bisa ditangani oleh Pemerintah Kabupaten Badung dalam upaya pemberian bantuan Rumah Layak Huni, nyatanya bukanlah kewenangan berdasar UU 23/2014.
Wah... musti melakukan perubahan Perbup BRLH nih sekembalinya kami ke tempat tugas.
Dari apa yang telah di-tukarpikiran-kan tadi siang, sepertinya kami punya banyak pe-er juga di kabupaten dalam mengatasi dan menindaklanjuti pelayanan kami pada masyarakat Badung.
Doakan agar bisa diwujudkan ya...
Dari soal program pembiayaan perumahan yang terkendala dengan status kepemilikan lahan di Bali dan Kabupaten Badung khususnya karena terdapat status DT atau Duwe Tengah maupun Ayahan Desa, tak bisa diakomodir persyaratan pusat dalam upaya pemberian bantuan rumah layak huni bagi masyarakat.
Atau terkait mandegnya proses sertifikasi pengembang dalam kaitan pengajuan perijinan perumahan yang dipersyaratkan namun sampai saat ini belum ada aturan yang bisa menjadi acuan apa dan bagaimana sertifikasi itu dilaksanakan. Sebuah pe-er bagi Dirjen Perumahan juga dalam menyelaraskan kebijakan yang dibuat antar berbagai pihak.
Belum lagi soal Perda Pencegahan Kumuh, dokumen RP3KP ataupun RKP atau Rencana Kawasan Permukiman amanat dari UU 1/2011 yang belakangan telah diubah oleh UU Cipta Kerja tahun 2020.
Dan rupanya ada ilmu baru yang kami dapatkan soal MBR atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selama ini kami yakini bisa ditangani oleh Pemerintah Kabupaten Badung dalam upaya pemberian bantuan Rumah Layak Huni, nyatanya bukanlah kewenangan berdasar UU 23/2014.
Wah... musti melakukan perubahan Perbup BRLH nih sekembalinya kami ke tempat tugas.
Dari apa yang telah di-tukarpikiran-kan tadi siang, sepertinya kami punya banyak pe-er juga di kabupaten dalam mengatasi dan menindaklanjuti pelayanan kami pada masyarakat Badung.
Doakan agar bisa diwujudkan ya...
Comments
Post a Comment