Saban pagi, begitu kaki melangkah di selasar kantor, Pak Eka selalu tampak lebih dulu membersihkan lantai dengan perlengkapannya. Ia tak pernah segan menyapa lebih dulu begitu mengetahui kedatangan saya. Sekali dua ia tampak ditemani sang anak bilamana sekolah sedang libur. Membantu sang ayah mempercepat kerjanya.
I Wayan Eka Suarjana. Andai saja ia tak pergi mendahului, Rabu sore 12 Februari 2020, mungkin saya tak akan pernah tahu nama panjangnya siapa. Kami hanya sering menyapanya sebagai Pak Eka. Sebuah kabar buruk dari salah satu rekan kerja melalui pesan whatsapp, sesaat setelah saya mengakhiri sesi olah raga jalan santai di gor ngurah rai. Ia begitu cepat meninggalkan kami dan keluarganya, pasca sakit yang ia derita Jumat sebelumnya.
Saya mengenalnya ketika promosi ke Dinas Cipta Karya tahun 2013 silam. Beliau banyak membantu ketika kami mengagendakan kegiatan bersih-bersih ruangan, merapikan arsip dan memindahkan yang tak terpakai ke gudang bawah. Bersama istrinya yang pula menjadi tenaga kebersihan pada unit dimana kami bertugas, mereka berdua bahu membahu membantu hingga tugas selesai.
Pak Eka meninggalkan tiga anak kalau tidak salah ingat. Dua perempuan dan satu laki-laki berusia tiga tahun. Menyimak cerita sang istri dimana ia kehilangan kesadaran dan ingatan saat dirawat tempo hari, membuat tergugah saat ia memanggil nama sang putra sesaat sebelum pergi. Sebuah ingatan yang kembali dari bawah alam sadar untuk seseorang yang begitu dekat dengannya.
Menyaksikan satu persatu kawan pergi silih berganti, membuat saya makin yakin akan pentingnya menjaga kesehatan demi anak, istri pula keluarga. Meninggalkan mereka saat masih membutuhkan perhatian tentu tak bijak jika sampai terjadi. Meski umur dan takdir merupakan kewenangan penuh dari-Nya.
Upacara pengabenan Pak Eka dilaksanakan hari Senin, 17 Februari 2020, sehari sebelum persiapan hari raya Galungan dilakukan.
Comments
Post a Comment