Ada yang tahu ada berapa banyak seri Android yang sudah dirilis oleh produsen Samsung sejak kemunculannya pertama kali ditahun 2009 lalu hingga kini ? Nyaris mencapai angka 100 unit seri Galaxy. Atau bahkan lebih, jika melihat dari varian yang dimiliki oleh masing-masing perangkat ?
Setidaknya demikian info Release History yang saya dapatkan lewat halaman Wikipedia.
Dan dari sekian banyak yang digelontorkan ke pasar global, 25 diantaranya turun bagai hujan sepanjang tahun 2013. Maka bisa dikatakan, minimal ada dua seri yang dirilis dalam setiap bulannya, belum termasuk kategori TabletPC yang total berjumlah 16 unit. Kagum ? Jangan dulu.
Hal seperti ini sebenarnya pernah dilakukan oleh sang mantan raja ponsel kelas dunia asal Finlandia Nokia, yang belakangan makin terpuruk saja akibat salah langkahnya mengambil keputusan dengan mengembangkan sistem operasi Meego yang gagal sebelum berkembang, atau gabungnya mereka dengan sang raksasa Microsoft. Ada yg masih ingat ada berapa seri Nokia yang pernah digelontorkan ke pasar lewat seri N atau kategori Multimedia ? He… itu baru sebagian kecil. Belum seri E dan lainnya. Ditambah beberapa barisan Lumia atau Asha.
Lalu benang apa yang bisa ditarik dari dua perilaku serupa sang mantan raja dan raja terkini di dunia mobile telekomunikasi, Nokia dan Samsung ?
Mereka sama-sama cerdik, menggelontor pasar global dengan puluhan seri yang mirip satu sama lain, namun menyasar konsumen di semua lini. Baik pemula, menengah hingga kelas atas, tanpa kecuali. Dan itu dilakukan pada masa jaya, sehingga publik terbelah menjadi dua bagian. Satu yang memiliki loyalitas tinggi dan fanatik akan produk Galaxy Series (atau Nokia dijamannya) untuk pilihan berikutnya, dan bagian lain yang merasa bosan dengan teknologi serupa dalam setiap perangkat, lalu memilih brand lain yang jauh lebih menggoda baik fitur maupun desain akhirnya.
Jika Nokia dahulu bersaing ketat dengan Sony Ericsson yang tak mau kalah lewat brand Walkman dan K series nya, kini Samsung harus berhadapan dengan sejumlah pesaing dari berbagai belahan dunia. iPhone dari Amerika, HTC Taiwan, Sony Jepang, hingga lawan dari negeri sendiri, LG. Termasuk Nokia sang pendahulu.
Meski demikian, usaha Samsung lewat Galaxy Seriesnya patut diacungi jempol mengingat teknologi yang dikembangkan dari tahun ke tahun hingga kini, tetap dibutuhkan oleh pengguna, meski sebagian diantaranya merupakan contekan dari sang maestro iPhone, sebuah ponsel karya Steve Jobs yang fenomenal itu.
Trik pemasaran ini sudah sewajarnya ditiru oleh beberapa brand ternama lainnya, jika memang menginginkan kue keuntungan dengan margin yang lebih besar. Setidaknya nama seperti HTC hingga pendatang baru Oppo sudah mulai bergerak mengikuti, dengan merilis seri Mini dari ponsel flagship yang mereka miliki.
Tapi apakah mereka tahu jika pemasaran dan keuntungan tidak akan datang begitu saja jika tidak diimbangi dengan layanan purna jual atau after sales-nya ? Bagi yang pernah memiliki perangkat Samsung yang bermasalah, saya yakin pernah merasakan layanan mereka yang gegas dan memuaskan. Infonya, Samsung sudah sejak lama merekrut teknisi-teknisi lokal untuk dididik memahami teknologi serta menyuntikkan dana yang besar untuk iklan, demi meraup image terbaik di mata konsumen di tiap-tiap wilayah sasaran. Entah benar atau tidak, namun melihat apa yang terjadi di lapangan, bisa jadi info tersebut akurat adanya.
Nah, masalahnya apakah brand lain mampu mengimbangi langkah Samsung untuk mencuri sedikit pangsa pasar yang ada ?
Comments
Post a Comment