Skip to main content

Dua Sisi Metode SPMB

Apapun metode penerimaan siswa baru yang diberlakukan oleh Pemerintah, saya meyakini selalu memiliki dua sisi makna laiknya mata uang. Bisa dilihat secara positif bagi mereka yang diuntungkan dari kebijakan tersebut, dan sisi negatif bagi yang berada di nasib sebaliknya.

Misalkan saja penggunaan NEM atau Nilai Ebtanas Murni yang dulu pernah saya alami di era Orde Baru. Metode ini pelan tapi pasti, menciptakan Sekolah Unggulan dan Sekolah lain yang tidak diperhitungkan. Padahal status sekolahnya -disamakan. Katakanlah untuk lingkup Kota Denpasar, SMAN 1, SMAN 3 dan SMAN 4 dulu adalah jawara pilihan calon siswa jenjang menengah ke Atas. Atau kalau di jenjang pertama ada SMPN 1 atau SMPN 3 yang jadi favorit. Sisanya ? Ya jadi pilihan kesekian ketika nilai NEM sudah masuk rentang menengah ke bawah. Saya salah satunya...

Lalu ada metode Zonasi. Yang mana dikelompokkan berdasarkan lokasi/wilayah tempat tinggal lingkup Kecamatan. Tujuannya bagus, untuk pemerataan kemampuan siswa, dimana siswa yang memiliki nilai menegah kee bawah pun masih diberikan hak untuk masuk sekolah favorit, bilamana lokasi sekolah masih berada dalam satu zona dengan temlat tinggalnya. Tapi yang menjadi masalah adalah mereka yang tinggal di daerah pinggiran/perbatasan yang bertetangga dengan zona lainnya. Misalkan putri pertama kami tempo hari, gak bisa memilih SMPN 1 atau SMPN 3 meski jarak akses lebih dekat ketimbang sekolah lainnya, karena kedua sekolah tersebut masuk zonasi Denpasar Timur, sementara kami di Denpasar Utara. Lebih parah lagi, anak seorang teman yang secara jarak rumah gak sampai 100an meter dengan SMPN 1, malah gak bisa memilih karena wilayah tinggal berada di Denpasar Selatan.
Model pilihan Zonasi ini sempat ramai ketika aturannya dibijaksanai lagi, bisa menggunakan surat bukti domisili dari para Pelaksana Wilayah (dulu disebut Kadus/Kaling). Ramailah para orangtua meminta (bahkan ada yang secara paksa melalui pengaruh tokoh tertentu), rekomendasi surat bukti tersebut dari Kaling dimana anaknya ingin bersekolah.

Lalu ada Metode Nilai Raport. Berhubung Nilai NEM atau Ujian Nasional dihapuskan. Metode itu tentu jadi menarik bagi mereka yang jeli untuk bisa mengkatrol nilai siswa jauh lebih awal. Sementara mereka yang tetap memilih jujur dalam memberikan nilai bagi siswa, tampaknya harus puas anak didiknya terhempas ke sekolah swasta lainnya. Konon, karena saking banyaknya yang melakukan 'pengaturan' nilai raport, baru ketahuan pas si anak menjalani masa pembelajaran gak sesuai dengan catatan kemampuan tersebut. Hal ini pula yang kabarnya membuat uji masuk tingkat universitas, diubah jadi sistem merit antara nilai raport dan nilai kemampuan akademik siswa di beberapa mata pelajaran. Untuk membuktikan apakah kedua nilai tersebut benar-benar selaras.

Terakhir era terkini menggunakan Metode Jarak Rumah dengan Sekolah dimana pada Maps dalam sistem SPMB ditarik garis lurus. Menciptakan perangkingan berdasarkan radius untuk penerimaan siswa. Makin jauh jarak rumah si anak dari sekolah, praktis terpental dari daftar. Sebagaimana halnya anak kami yang di hari pertama pendaftaran berada di urutan 068, turun jauh ke peringkat 216 dan terpaut 50 meteran saja dengan nomor akhir penerimaan siswa menggunakan Domisili. Syukurnya disini sudah ada persyaratan si anak Wajib Tercantum dalam Kartu Keluarga di lingkungan tersebut minimal dua tahun terakhir. Bukan tidak mungkin kelak akan ada pemindahan status pencatatan si anak ke rumah famili untuk sementara waktu, minimal dua tahun sebelum SPMB dilakukan.

Siapa tahu...

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.