Skip to main content

Menggapai Kamera Digital

Salah satu alasan utama ketika pertama kali memutuskan untuk membeli dan memiliki sendiri sebuah kamera digital adalah ingin mengabadikan foto keluarga sebanyak mungkin, agar kelak saat satu persatu pergi saya tak lagi menyesalinya.

Ya, ini memang satu pengalaman pribadi ketika kematian seorang sepupu sebaya di akhir tahun 2003 lalu sangat sulit mencari foto kenangan kami secara bersama, hingga untuk foto yang ditampilkan saat itu pada bade jenazah merupakan foto lima tahun sebelumnya, saat adik saya tersebut masih kurus-kurusnya.

Maka tak heran begitu pertama kali saya memiliki sebuah kamera digital, hampir setiap anggota keluarga saya abadikan dalam gambar kamera dalam berbagai pose termasuk pose candid. Hehehe…

Ngomongin kamera digital sebetulnya dahulu sebelumnya saya pernah memiliki sebuah kamera web Aiptek berbentuk sebuah kotak pena yang dapat diselipkan di kantong. Saya beli kisaran awal tahun 2001 dengan harga sekitar 700 ribuan. Mahal banget !!! Kemampuannya masih terbatas saat itu. Dengan mengandalkan sebuah viewfinder dan sebuah layar monochrome yang hanya mampu menampilkan angka digital sebagai tanda banyaknya gambar sisa yang dapat diambil total sekitar 60-an gambar dengan resolusi QVGA (240×320 pixel). Sangat keren saat itu. He… Sayangnya kemudian saya kehilangan kabel data hingga gak bisa memindahkan data yang ada didalamnya. Bodoh…

Kamera digital pertama Konica Minolta X31 saya beli sekitar 1,7 juta di awal tahun 2005 lalu. Resolusinya sudah lumayan besar untuk ukuran saat itu. 3 MP, dengan 3x optical zoom tanpa memory internal. Bentuknya yang kompak kecil tipis tanpa lensa yang menyembul keluar bodi yang tak lebih besar dari genggaman tangan saya, membuat orang lain tak mengetahui kalo saya saat itu sedang mengantongi sebuah kamera digital di saku baju dan secara diam-diam mengambil gambar mereka.

Selama kurang lebih empat setengah tahun kamera tersebut menemani kemanapun saya bepergian. Dari kamera tersebut saya mendapatkan ratusan bahkan ribuan foto keluarga, foto Istri yang saat gadis dahulu ga’pernah memiliki arsip foto sendiri juga putri kecil kami yang kini keseringan nangkring di album Facebook. Sayangnya ada satu kekurangan dari kamera ini yang sangat memberatkan. Lampu kilat (flash) yang lemah apabila digunakan pada malam hari. Kalaupun dipaksakan, gambar akan terlihat sangat buram. Walau bisa diakali dengan mengambil fokus pada area terang trus dialihkan ke area gelap yang diinginkan, tetap saja kurang memuaskan hasilnya.

Beberapa hari sebelum upacara pernikahan kakak ipar berlangsung, kamera Konica ini mulai ngadat. Gak mampu membaca memori eksternal kendati sudah diganti dengan kartu memori yang lain. Lantaran kamera ini gak mampu membaca kartu dengan kapasitas yang lebih besar dari 256 MB dan dibeberapa toko tak jua saya temukan kartu dengan kapasitas tersebut, maka dengan terpaksa kamera ini saya istirahatkan dahulu sementara. Sayapun berancang-ancang hunting kamera baru.

Pilihan pertama jatuh pada Nikon L10 yang enam bulan lalu sempat saya borong 3  biji untuk digunakan sebagai kamera kantor. Resolusinya cukup besar untuk saat ini yaitu 5 MP. Sayangnya pas dicari, seri ini tak lagi dirilis alias out of stock. Lantaran budget begitu mepet, sebagian lainnya dialokasikan ke biaya kuliah, untuk kamera digital baru yang saya caripun cukup yang murah namun punya fitur ga’jauh beda dengan Nikon. Tentang merk tetap berusaha mencari yang sudah mapan.

Pilihan kedua jatuh pada Kodak easyshare C1013 yang ditawarkan dengan harga Rp. 999.000 kosongan. Resolusinya sudah mencapai 10 MP, cukuplah pikir saya, soale untuk foto sehari-hari ya ga’perlu hingga sebesar itu, paling banter ya 3 MP lah. Apalagi upacara pernikahan yang dimaksud sudah cukup dekat dan Mertua berkeinginan meminjam kamera digital untuk dibawa saat mengambil calon penganten perempuan. Jadilah Kodak yang saya beli sebagai kamera digital kedua, langsung berpindah tangan tanpa sempat digunakan lebih jauh. Hehehe…

Mau tahu bagaimana hasilnya ? he… nanti deh saya ceritakan lagi.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian