Skip to main content

IWAN FALS my IDOL (1988 – 1995)

Tahun 1988, untuk pertama kalinya saya berkenalan dengan sebuah suara yang begitu khas dan cukup membuat terhenyak serta mengenyampingkan puluhan kaset lain untuk menjadi prioritas diputar lewat tape merek National milik Bapak. Tentu saja saat itu saya belum tahu siapa orang tersebut, bagaimana dan apa yang dimaksudkan dalam setiap karyanya.

Saya hanyalah seorang pendengar dan penyuka setiap lagu yang ada dalam album ‘Wakil Rakyat’. Album pertama orang tersebut yang saya miliki dan dengarkan. Dari situ pula saya mulai mengenal satu nama yang kelak menjadi IdoLa saya sepanjang masa.

Iwan Fals.

Selain lagu andalan ‘Surat Buat Wakil Rakyat’ yang kala itu mulai menjadi familiar terdengar, ada satu lagu lagi yang menjadi favorit saya untuk dikumandangkan setiap kali acara bebas diruang kelas sebuah SD, tempat saya belajar saat itu. ‘Fakultas Dodol’ begitu judul lagunya. Padahal Sumpah Mati, sebagai seorang anak SD kelas 5, saya sendiri masih belum mengerti apa itu Fakultas, apa itu Koo Ping Hoo dsb. Cuek saja…

Sebenarnya sosok Iwan Fals dikenalkan oleh kakak laki-laki saya yang terpaut usia sepuluh tahun. Dari kakak pula saya bisa mengetahui begitu banyak album yang sudah pernah dikeluarkan (dirilis) dan memaksa saya untuk lebih intens mendengarkan satu persatu karyanya, sekaligus menghafalkan liriknya.

Jadilah saya mulai menyukai lagu macam ‘Kereta Tua’, ‘Nenekku Okem’ atau ‘Lancar’. Sekali lagi saya tegaskan, sumpah mati saya sama sekali gak ngerti dengan arti kata ‘okem’ ataupun ‘pembangunan’. Yang penting nyanyikan saja. He… Sebuah racun yang siap menggetarkan hidup saya kelak.

Menginjak bangku Menengah Pertama, racun itu mulai menjalar. Apalagi kalo bukan dirilisnya album ‘Mata Dewa’ sebuah kerja bareng dengan Setiawan Djody dan Ian Antono. Album yang menyajikan satu-satunya karya Iwan, saya anggap paling romantis dan selalu nikmat didengar kapan saja. ‘Yang Terlupakan’.

Memasuki tahun ‘90an, dunia musik Indonesia seakan digemparkan dengan kehadiran grup band paling kolosal yaitu Kantata Taqwa. Belum lagi kehadiran grup yang kelak menjadi paling fenomenal dalam menyuarakan karyanya, SWAMI. Dua grup yang sebenarnya diisi oleh sekumpulan orang yang sama, hanya saja menyuarakan isi hati mereka dengan gaya yang berbeda. Kegelisahan saya nyatanya kian makin menjadi.

Saya begitu terpana dan terhanyut saat mendengarkan karya ‘Paman Doblang’ atau ‘Air Mata’ sebaliknya begitu enerjik saat melafalkan ‘Bento’ dan ‘Bongkar’.

Saat-saat inilah saya mulai mengenal siapa sebenarnya sosok yang begitu saya kagumi hasil karyanya. Sebagai bukti nyata, saya memulainya dengan mengkliping mengdokumentasikan berbagai berita cerita yang berbau Iwan Fals. Kalau gak salah, artikel pertama yang saya miliki itu saya comot dari majalah Senang. Sebuah majalah yang berisikan kisah unik, aneh dan langka. Artikel tersebut saya simpan dalam sebuah buku gambar murah yang bisa saya beli seminggu sekali, hasil mengumpulkan uang jajan.

Bisa dikatakan, saya merupakan anak sekolahan yang diberi cap ‘ndeso oleh teman-teman seangkatan saat itu. Lantaran saya sama sekali gak mengenal siapa itu Kenny G, Sebastian Bach, Nuno dan deretan nama british yang sama sekali asing ditelinga saya. Sebaliknya menjadi pujaan hati para perempuan saat itu. Sampe-sampe saya ditertawakan saat menyebut alat tiup yang disandang oleh Kenny G adalah Terompet. He…

Akhir masa sekolah menengah pertama saya lewati dengan album milik SWAMI yang ke2 sekaligus album terakhir sebelum mereka membubarkan diri. Album dengan warna cokelat tua tersebut menyajikan lagu ‘Kuda Lumping’ dan iringan khas reog ‘HIO’. Sempat membuat saya tergila-gila saking girangnya.

Memasuki masa Sekolah Menengah Atas, karya Iwan Fals mulai terdengar kurang familiar bagi sebagian orang disekeliling saya. Sebaliknya bagi saya pribadi, Iwan makin menunjukkan karya yang dewasa dan matang. Tak heran hingga hari ini saya begitu memuja sebagian besar album yang dirilis saat itu. Katakanlah album ‘Cikal’, ‘Belum Ada Judul’ yang menampilkan gitar akustik plus harmonika plek khas seorang Iwan Fals, ‘Hijau’ yang rumit, serta ‘Orang Gila’ sebuah karya dimana selalu mengingatkan saya pada keberadaan seorang Galang Rambu Anarki.

Kembali bercerita tentang artikel yang saya kumpulkan, kalo gak salah dari sebuah tabloid dengan nama ‘Monitor’, saya mendapatkan kisah seorang Iwan Fals yang panjang dan memuaskan. Dikemas menjadi 8 bagian yang ditampilkan dalam setiap edisi tabloid tersebut secara bersambung. Waktu itu Iwan Fals baru saja merilis album akustik ‘Belum Ada Judul’. Salah satu artikel yang saya ingat adalah terkait kisah dibalik lagu ‘Coretan di Dinding’ dan juga ‘Lagu Tiga’ pada album ‘Hijau’.

Belum lagi berbagai artikel ekslusif majalah HAI, yang sebagian besar adalah hasil perburuan saya mengobrak abrik koleksi majalah milik seorang teman dan juga merobeknya dari Perpustakaan Daerah, khusus pada edisi lama. Satu kejahatan paling besar yang saya lakukan pada masa itu.

Satu lagi bukti nyata yang makin meyakinkan lingkungan saya dengan seorang sosok bernama Iwan Fals adalah tampilnya poster-poster kain bergambar Iwan Fals terpampang begitu megah di tembok hingga di balik pintu kamar. Tentu saja dalam ukuran besar. Ini lantaran saya sendiri gak puas dengan bonus poster yang saya dapatkan saat membeli berbagai album Iwan Fals saat itu.

Untuk lebih meyakinkan publik, sayapun mencoba menuliskan perjalanan seorang Iwan Fals dari ia merilis album pertama yang saya tahu hingga album ‘Orang Gila’. Tulisan tersebut merupakan tulisan pertama saya yang dipublikasikan lewat majalah sekolah Candra Lekha.

Tulisan yang panjang dan membosankan kata teman-teman waktu itu, berhubung menghabiskan empat halaman majalah untuk menceritakannya. Sebaliknya saya sangat bangga dengan tulisan tersebut, lantaran sempat disebut-sebut saat lomba majalah sekolah yang diadakan Universitas Udayana saat itu.

Akhir masa sekolah yang penuh cerita ini ditutup oleh album ‘DaLbo’, sebuah album karya sempalan anggota grup SWAMI minus Jockie Suryoprayogo yang memilih jalan sendiri lewat albumnya ‘Suket’. Album dengan ilustrasi hijau rumput ini nyatanya tak mampu naik kepermukaan musik Indonesia saat itu.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Semua Berakhir di 5 Besar Teruna Teruni Denpasar 2024

Bermula dari coba-coba lalu masuk menjadi 5 Besar Finalis Teruna Teruni Denpasar Tahun 2024, putri kami Pande Putu Mirah Gayatridewi ternyata masih berusia 15 Tahun saat Grand Final dilaksanakan di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Kota Denpasar, hari Minggu 18 Februari 2024 kemarin. Berhasil menyisihkan puluhan peserta dengan tingkat prestasi berskala Kab/Kota, Provinsi dan Nasional, ia mendapatkan undangan dari Panitia TTD untuk mengikuti perhelatan bergengsi ini, pasca meraih Juara Pertama Teruna Bagus Teruni Jegeg Sisma -SMAN 7 Denpasar Tahun 2023 lalu. Sehingga batas bawah Umur Peserta yang seharusnya 16 Tahun, infonya ditoleransi mengingat usianya sudah jalan menuju angka 16 sebulan kedepan.  Meski hanya sampai di peringkat 5 Besar, kami semua turut bangga mengingat ini adalah kali pertama putri kami mengikuti ajang tingkat Kab/Kota, menjadikannya sebagai Finalis Termuda diantara peserta lainnya. Bahkan kami dengar, merupakan siswa pertama di sekolahnya yang lolos hingga jenja

62 Tahun Bang Iwan Fals

Pekan ini Bang Iwan Fals kalau gak salah genap berusia 62 tahun. Umur yang gak muda lagi meski masih sering melahirkan karya-karya baru bareng anak-anak muda milenial.  Saya mengenal lagu-lagu Bang Iwan tepatnya di era Album Wakil Rakyat. Sebuah karya jelang Pemilu 1988 yang mengetengahkan lagu soal para legislatip yang biasa bersafari, dengan keragaman perilaku mereka di jaman itu.  Lirik lagunya tergolong sederhana, dan aransemennya juga mudah diingat. Gak heran di jaman itu pula, saya kerap membawakan lagu Wakil Rakyat sebagai lagu kebanggaan pas didaulat nyanyi didepan kelas, didepan 40an anak kelas 4 atau 5 kalau gak salah.  Dan ada juga beberapa karya sang musisi, yang dibawakan sesekali macam Kereta Tua atau Sore Tugu Pancoran yang bercerita soal si Budi kecil.  Terakhir menyukai karya Bang Iwan kalau ndak salah di album Suara Hati (2002). Yang ada track Untuk Para Pengabdi dan Seperti Matahari. Dua lagu favorit saya di album itu. Setelahnya hanya sebatas suka mendengar sebagian