Mengambil keputusan untuk membangun dan mengelola sebuah rumah eh warung makan, dalam skala kecil sekalipun, hendaknya ya jika bisa yah, musti diseriusi.
Kayaknya sih begitu.
Gak bisa hanya mengandalkan rasa nya saja. Karena soal selera, ya pasti berbeda-beda. Tergantung lidah yang dibawa.
Tapi jaman sekarang sepertinya sih wajib diikuti dengan pemilihan lokasi, perancangan tempat makannya, pula suasana yang dibangun. Disamping soal pemberian nama ya wajib pula musti dipertimbangkan masak-masak.
Bisa ngomong begini ya gegara nonton film Chef dan Burnt kemarin. Hehehe…
Nah, kali ini ceritanya saya lagi nyobain makan sajian ikan di Warung Wan Takur, dekat pertigaan bangsal Kwanji, kearah timur menuju Puspem Badung. Masih dekat kantor, di jam makan siang.
Ini kali kedua saya mampir.
Secara Nama yang digunakan, jujur aja ndak rekomend banget sebetulnya. Unik sih, tapi menyiratkan hal lain, bukan soal makanan. Namun karena menurut Pak Made Sunarya sang pemilik, sebutan Wan Takur adalah panggilan dirinya dari si anak, dan ini merupakan usaha yang dikembangkan yang bersangkutan, ya memang susah menyangkal. Jadi terima apa adanya.
Secara lokasi, bagi saya ya strategis. Depan sekolah SD, dekat persimpangan dan berada di seputaran Puspem Badung yang mau tidak mau, suka tidak suka memang harus bersaing dengan belasan warung makan lain, yang memiliki nama jauh lebih menarik.
Nah terakhir soal penataan atau perancangan tempat, Warung Wan Takur ini mengingatkan saya pada Bazaar Bale Banjar yang hanya bisa mengandalkan desain wantilan banjar, tanpa hiasan atau halaman sejuk dan ekspose ornamen lainnya.
Bisa dimaklumi lantaran secara luasan memang terbatas, namun soal wantilan, ya hmmm… Agak susah juga kalo mau diubah.
Rangka kap baja ringan yang terbuka, tiang beton tanpa ornamen, dan kesederhanaan suasana, membuat semua jadi serba kurang mendukung.
Memang sih kalo ngomong soal bale banjar, ndak sedikit yang dikenal banyak orang diluaran, mampu menyedot perhatian. Macam Warung Babi Guling banjar Teges Gianyar atau Bu Oka Ubud, pula Sate Kambing banjar Tegal, biarpun penataan gak banget tapi tetep aja dikejar orang. Tapi ini lain kasus loh ya.
Jadi yang tersisa dari persoalan diatas hanyalah soal rasa.
Ya kalo ini sih, selera yang bicara.
Namun kalo boleh saya katakan, enak kok.
Salah satu yang boleh jadi rekomendasi adalah Sop Ikannya. Mengambil bahan dari ikan tuna, yang diolah tanpa sisik dan tanpa tulang, dibalut basa rajang khas kabupaten Negara, kelahiran sang juru masak, membuatnya nikmat untuk disantap.
Ya lumayanlah kalo boleh dibilang untuk saat ini.
Yang kalo boleh diperbandingkan, serupa sop ikan di depan perumahan puri gading Jimbaran sana.
Disamping itu, ikan gorengnya juga ndak biasa. Bukan seekor, tapi dua potong daging, serupa diatas dengan sambal yang enak juga, ndak terlalu pedas. Setidaknya ini menurut saya pribadi loh ya.
Namun kalo soal Plecing kangkungnya, masih lebih enak warung makan di sisi timur Puspem Badung saya rasa. Begitu juga Dalumannya, masih ada saingan yang lebih baik dekat dekat sini.
Pilihan Menunya ndak banyak. Cuma kalo melihat dari harga, mungkin ndak bisa menyasar pola makan siang harian para PNS Badung yang jatah makannya hanya 25ribu sehari. Tapi kalo sesekali ya bolehlah.
Bagi kalian yang berminat mencoba icip icip masakan Warung Wan Takur, yang kemudian diplesetkan menjadi singkatan dari Takut Rugi, bisa manfaatkan ponsel smartphone-nya dengan menyasar alamat berikut.
http://goo.gl/maps/SmzCnPXJUUr
Berhubung tempat makan ini tergolong baru, berumur sekitaran tiga bulan terakhir, pengunjungnya sih masih bisa dikatakan sepi.
Disamping mungkin ya, disebabkan oleh faktor nama dan penataan tempat sebagaimana gambaran diatas.
Alasan pak Made selaku pemilik ya keterbatasan modal mengakibatkan semua itu dipaksa berjalan dulu. Mencoba keputusan untuk tampil dengan hanya mengandalkan rasa.
Ya sekarang tergantung kalian termasuk saya sebagai konsumen sih ya. Mau sekedar mencoba dulu lalu ndak balik lagi ya terserah. Bukankah pilihan memang ada ditangan pembeli ?
He…
Comments
Post a Comment