Ogoh-Ogoh merupakan satu simbol dari sifat-sifat keserakahan, ketamakan atau keangkaramurkaan yang biasanya divisualisasikan dalam rupa raksasa menyeramkan serta diarak setahun sekali, tepatnya sehari jelang perayaan Tahun Baru Caka atau Nyepi. Perwujudan ini dahulunya dilakukan dengan mengolah bentuk dan rupa menggunakan anyaman bambu serta kertas tempel baik bekas produk semen ataupun koran sedemikian rupa, yang pada akhirnya dibakar atau dimusnahkan kembali pasca diarak keliling kota atau wilayah setempat.
Seiring dengan perkembangan jaman, terjadi banyak pergeseran pada ide dan penyelesaian rupa bentuk Ogoh-ogoh. Misalkan jika dahulu Ogoh-ogoh hampir selalu identik dengan sosok yang tinggi besar dan menakutkan, kini sudah tidak lagi dimana satu dua diantaranya ada yang mengambil bentukan tokoh kartun dunia anak seperti Shincan, Ipin dan Upin ataupun Doraemon. Bahkan ada juga yang mengambil rupa musisi Bali seperti Nanoe Biroe. Hanya saja, ide pembuatan yang memang sedikit menyimpang ini rata-rata dilakukan oleh para Sekaa Demen, banjar-banjar Pendatang bahkan simpatisan anak-anak. Sedangkan para Sekaa Teruna yang ada di wilayah Banjar Adat agaknya masih tetap pada jalurnya mengambil wujud raksasa seperti halnya pemahaman tadi.
Dilihat dari penyelesaian fisiknya pun, jika dahulu masih menggunakan anyaman bambu, kini sudah mulai marak penggunaan bahan baku gabus yang memberikan hasil akhir jauh lebih ringan, jauh lebih mudah dibentuk dan difinishing, baik pewarnaan dasar, dempul dan cat airbrush. Demikian halnya dengan pemanfaatan bahan lain seperti kain, asesoris, ukiran dan bulu. Jauh lebih detail dan nikmat dipandang.
Dalam kaitannya dengan rencana Pemerintah Kota Denpasar yang bakalan menggelar parade Ogoh-ogoh pada tanggal 11 Maret 2013, Tilem Kesanga mendatang, perwujudan Ogoh-ogoh yang ada di seputaran Kota Denpasar pagi ini sudah mulai marak dipajang didepan areal banjar masing-masing. Diluar dua hal diatas, kini ada satu perbedaan lagi yang bisa dilihat sejak Ogoh-Ogoh mulai dilombakan sekitar dua tahun silam *semoga benar :p. Cerita atau lampah yang mendasari bentukan atau wujud Ogoh-ogoh.
Jika dahulu Ogoh-ogoh dibuat dan dinamakan secara asal, dimana penamaan baru diberikan biasanya setelah Ogoh-ogoh selesai, kini faktor lampah ataupun Cerita merupakan dasar utama pembuatan wajah dan struktur Ogoh-Ogoh. Setidaknya kini ide bagaimana bentuk hingga gambaran detailnya sudah mulai terbayang sejak awal mula.
Salah satunya seperti yang diungkap dalam Ogoh-ogoh karya Sekaa Teruna Banjar Abian Kapas Kaja, Sang Kala Bala. Dalam lampah atau cerita yang dibawakan rupanya terkait upacara Pecaruan yang dilaksanakan pada Sasih Kesanga yang disebut ‘Cetramasa’, sehari sebelum Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Caka bagi umat Hindu dimanapun mereka berada. Pecaruan ini dilaksanakan didepan pekarangan rumah yang disuguhkan kepada Sang Bhutakala dan Sang Kalalaba, berupa segehan nasi sasah 108 tanding berisi jejeron mentah serta segehan agung satu tanding.
Cerita atau lampah lainnya juga dapat dilihat pada Ogoh-ogoh karya Sekaa Teruna Putra Kencana banjar Dauh Tangluk Desa Pekraman Kesiman, yang menurunkan Kala Tri Netra, simbol atau visualisasi Egoisme yang muncul dari tiga aktifitas utama manusia, yaitu Berpikir, Berkata dan Berbuat. Dalam narasi yang dikisahkan, terdapat kalimat ‘barang siapa yang menyimpang dari tatwa dalam berpikir, berkata dan berbuat, dialah yang akan menjadi santapan Kala Tri Netra.
Disamping mempertahankan perwujudan raksasa atau para Kala, terjadi pula pergeseran atau lebih tepatnya peningkatan inovasi desain dimana kini detail para manusianyapun mulai dilibatkan secara lebih manusiawi. Ini bisa dilihat pada Ogoh-ogoh yang dibuat oleh Sekaa Teruna dari banjar Kedaton Sumerta, yang menyajikan dua pemuda dan satu orang pemangku sedang melakukan penyembelihan Babi (nyambleh). Perhatikan pada bentuk wajah, tingkah laku hingga detail lainnya seperti rambut, kain kemben dan penggunaan tikar, yang dibuat semirip mungkin dengan wujud aslinya. Atau jangan-jangan selain sarana, mereka memang menggunakan model manusia asli didalamnya ? *eh
Sayangnya, salah satu Sekaa Teruna yang tahun-tahun sebelumnya menjadi langganan juara di wilayah Denpasar Utara, kini tak lagi ikut serta dalam perhelatan Parade Ogoh-ogoh tahun ini. Kabarnya sih lantaran juara berturut-turut itulah, larangan untuk ikut kemudian diturunkan khusus untuk banjar Tainsiat, dengan harapan dapat memberikan kesempatan pada Sekaa Teruna banjar lainnya untuk tampil kali ini. Benar tidaknya, mungkin kelak bisa dikonfirmasi ke pihak-pihak yang berkaitan langsung. Dan entah apakah larangan ini berlaku pula bagi yang lain, terpantau dari Banjar Bengkel dan Kesiman, tak terlihat pula Ogoh-ogoh yang dipajang didepan banjar setempat. Bisa jadi pula disembunyikan sementara atau malah memang benar-benar tidak ikutan berpartisipasi.
Masih soal larangan, untuk perwujudan ide pun menjadi salah satu issue dimana tidak diijinkannya mengangkat tema politik ataupun hal yang berkaitan dengan perhelatan PilGub Bali, Mei 2013 seperti halnya yang pernah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini kabarnya untuk menghindari terjadinya bentrokan kepentingan, antara yang ingin membela atau memberikan kritik kepada salah satu calon yang akan bertarung.
Untuk bisa mewujudkan Ogoh-ogoh sedemikian rupa dengan detail dan wajah yang jauh lebih menawan, tentu saja berimbang dengan biaya yang dihabiskan oleh masing-masing Sekaa Teruna yang ada di seputaran Kota Denpasar. Kabarnya untuk menghasilkan satu karakter Ogoh-ogoh dibutuhkan dana berkisar 5 hingga 15-an juta rupiah yang didalamnya sudah termasuk dengan konsumsi harian para desainer dan arsitek pembuatnya. Besaran ini tentu saja jauh dari besaran sumbangan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Denpasar yang hanya sebesar 3,5 juta rupiah tanpa dipotong pajak. Maka untuk dapat menalangi sisa dana yang dibutuhkan, masing-masing Sekaa Teruna dituntut untuk bisa berimprovisasi dalam menghasilkan dana awal seperti Bazaar banjar atau aktifitas sosial yang mampu memberi sedikit keuntungan, hingga mengandalkan sumbangan dari lingkungan sekitar, utamanya para anggota banjar.
Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, pembuatan ogoh-ogoh dalam rangka Parade tahun ini seperti menjadi ajang unjuk kekuatan seni dari masing-masing Sekaa Teruna yang selain membutuhkan pembiayaan yang cukup besar, dibutuhkan pula ketelatenan pembuatan, keindahan pewarnaan pula kabarnya koreografi saat pengarakan nantinya. Ah, rasanya sudah gag sabar lagi menanti mereka semua turun gunung di Alun-alun Kota Denpasar senin depan.
Comments
Post a Comment