Selasa Pagi, 5 Februari lalu sebenarnya menjadi hari yang bahagia bagi kami, tepatnya upacara 3 bulanan putri kedua, Intan PradnyaniDewi, dengan mengundang sanak saudara dan juga teman dekat ikut hadir menyaksikan prosesi sejak awal.
Upacara yang dimulai pada pukul 10 pagi itu, berjalan sesuai harapan. Setidaknya cuaca masih cukup panas dan bersahabat, meski dari daftar undangan rupanya gag semua bisa datang memenuhi harapan. Alasannya tentu saja terbentur upacara lain yang lebih penting.
Selama lima hari lamanya, saya dan keluarga berusaha mencicil sedikit demi sedikit pekerjaan yang berkaitan, agar tidak kewalahan saat H-1, yang biasanya kondisi jauh lebih krodit akibat persiapan banyak hal. Dan semua itu dapat ditebus dengan kepuasan, hingga akhir acara yang mencapai pukul 9 malam. Ini karena beberapa kerabat datang sepulang kerja bersama anak dan istri mereka.
Usai semuanya, kami membuat rencana kecil untuk makan malam bersama esoknya, sambil menuntaskan kewajiban pembayaran di beberapa tempat.
Suka dan Duka itu Beda Tipis.
Sehari setelah upacara 3 Bulanan InTan PradnyaniDewi, putri pertama kami, MiRah GayatriDewi positif dinyatakan mengidap Demam Berdarah. Kesimpulan ini diambil, setelah ia melakukan cek Darah lengkap di RS Wangaya, Rabu pagi pukul 8 wita.
Hal ini tentu mengagetkan banyak saudara termasuk keluarga kami namun entah karena sudah insting, saya pribadi malah bersyukur bahwa apa yang diduga sejak awal memang benar. Bukan mensyukuri bahwa MiRah terjangkit DB, namun lebih Bersyukur bahwa kondisinya sudah terpantau sejak awal. Jadi kami tidak banyak menduga-duga lagi, mengingat MiRah sudah mengalami panas demam sejak hari Sabtu, 2 Februari lalu. Khawatir dengan perkembangannya, sayapun ngotot untuk Cek Lab secepatnya.
Gag terasa memang, sudah hampir lima tahun lalu berlalu, saat Ibunya MiRah mengalami sakit yang sama dan berada di RS Sanglah selama 9 hari. Itu sebabnya kali ini, rasa khawatir lumayan bisa ditekan, meski masih merasa was-was jika kelak MiRah gag mau minum banyak seperti ibunya dahulu.
Maka dengan melewati banyak pertimbangan, sayapun kembali mengulang masa-masa dimana sendirian menjaga MiRah di malam hari hingga pagi menjelang. Ini diambil, lantaran sang Ibu harus mengeloni putri kedua kami, dan Kakek Neneknya kami minta untuk beristirahat penuh di rumah.
Dibanding kasus terdahulu, kini saya jauh lebih banyak bersyukur lantaran sudah ditemani oleh banyak teknologi yang memudahkan. Diantaranya ya keberadaan TabletPC Android, yang mampu menemani waktu luang saya saat menunggui MiRah demi beraktifitas lebih jauh dan lebih berguna ketimbang dahulu. Maka berpindahlah semua pekerjaan kantor, blogging hingga browsing ke ruang tunggu disebelah kamar MiRah, dan menyelesaikannya satu per satu.
Salah satu hal tersulit yang saya alami saat menunggui MiRah sedari Rabu malam adalah, berusaha membangunkannya setiap jam secara berkala, untuk memintanya minum air putih sedikit demi sedikit, menjaga darah didalam tubuhnya tetap dapat berjalan lancar. Selain itu, kondisi ini memaksa saya untuk bangun tersadar setiap kali alarm berbunyi, hingga mengganggu siklus tidur malam yang biasanya dilakoni. Tapi biarlah, toh demi kesehatan anak, apa sih yang tidak dilakukan ?
Perkembangan Trombosit hasil periksa darahnya pun menjadi satu beban tersendiri bagi saya pribadi. Dari angka 126 saat cek lab pertama kali, turun menjadi 102 di hari kedua opname, dan menurun jadi 77, yang kemudian menjadi titik terendah penurunan. Trombosit kembali naik menjadi 85 dan 113 pada hari Minggu kemarin.
Entah apa yang menyebabkan Trombosit pada tubuh MiRah bisa bertahan sedemikian besarnya, namun bisa jadi salah satu faktornya adalah rutinitas Minum yang kami terapkan sejak awal panas badan terdeteksi, Sabtu awal Februari lalu. Meski volumenya tidak banyak dalam sekali minum, namun kuantitasnya bisa lebih sering diberikan. Efek negatifnya adalah si Penunggu, jadi minim istirahat, lantaran setiap setengah hingga satu jam harus membangunkan si Pasien.
Masalahnya adalah jika saat menunggui Istri, motivasi kami sangat tinggi untuk segera sembuh dan pulang lantaran MiRah saat itu baru berusia 1 bulanan, kini si pasien yang berusia anak-anak tergolong agak susah untuk dipaksa minum apalagi saat tidur malam. Maka tantangan untuk bisa hingga MiRah kembali ceria, menjadi kesan tersendiri bagi saya. Dan seperti halnya pengalaman terdahulu, kini cukup Air Putih saja yang saya berikan sejak MiRah dalam kondisi panas badan, positif DB hingga kepulangannya. Kebetulan MiRah tidak suka dengan Jus Jambu dan Pocari Sweat yang berasa masam, apalagi Angkak… Maka jadilah si penunggu yang mendapat durian runtuh, minum jus jambu dan pocari hampir setiap hari sampe enegh. Hehehe…
Suka dan Duka itu memang Beda Tipis. Namun bersyukur, keduanya bisa dilalui dengan Baik dan kini, kami sudah bisa bersiap untuk menghadapi tantangan berikutnya.
Comments
Post a Comment