Skip to main content

drg.Nyoman Sudarnata, Utamakan Kualitas dan Pelayanan

Ada dua hal yang saya yakini sejak jauh sebelumnya terkait perawatan kesehatan Gigi. Mahal atau membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan lantaran Mahalnya itu, Kesehatan Gigi lantas bukan menjadi Prioritas Utama untuk ditangani oleh ahlinya.

Pada tahun 2004, lantaran sakit yang tak tertahankan, saya sempat memeriksakan gigi kepada seorang dokter muda yang praktek di dekat rumah kami. Waktu itu saya masih berstatus CPNSD sehingga yang namanya Gaji pokok masih berkisar dibawah satu juta rupiah. Dari proses perawatan yang dilakukan, terlihat sekali perbedaan perlakuan Konsumen oleh Dokter Gigi Muda, dibanding para Senior mereka. Sangat diperhatikan dan penuh keramahan. Sayangnya semua ketakjuban saya pada sang Dokter mendadak hilang pada saat pembayaran dikenai biaya sebesar 300 ribu rupiah. Hal ini berlaku pula saat pemeriksaan kedua dan ketiga. Masih bersyukur saya membawa uang lebih saat itu, namun tidak di pertemuan terakhir. Dengan besaran biaya Tambal Gigi hingga 900 ribu rupiah, ini pertama kalinya saya merasa Bodoh, karena bisa-bisanya berhutang kepada Dokter lantaran uang di dompet tak mencukupi. Besarnya tarif periksa ini, diakui pula oleh seorang sepupu yang lebih memilih mencabut gigi di Dokter Gigi ternama dekat rumah. Sejak saat itu, saya memutuskan untuk tak lagi ke Dokter Gigi.

Praktis, dibandingkan kesehatan tubuh lainnya, setiap kali merasakan sakit gigi lebih kerap saya abaikan ketimbang dirawat ke Dokter Gigi. Satu-satunya obat atau solusi paling cepat dan murah untuk menghilangkan rasa sakitnya adalah puyer Bintang Toedjoe yang dijual limaratusan rupiah per sachetnya. Bahkan untuk pemeriksaan secara berkala seperti yang dianjurkan oleh para Dokter Gigi di iklan masyarakat baik melalui media cetak maupun televisi pun tak pernah saya ikuti. Hingga akhirnya satu waktu gigi belakang terpantau sudah goyah dan musti dicabut.

Ada dua Dokter Gigi yang disarankan oleh orang tua saat itu. drg. Ibu Dayu yang praktek di sebelah barat banjar Kayumas Kelod dan drg.Rudita yang praktek di jalan Thamrin, sebelah barat Puri Pemecutan. Lantaran Ibu Dayu dikabarkan sudah ‘melinggih’ oleh putranya yang kebetulan masih rekan sekantor, maka drg. Rudita-lah yang menjadi satu-satunya pilihan. Dan bersyukur, ternyata memang saya tak salah pilih. Selain biaya perawatan yang terjangkau oleh kantong, proses pencabutan gigi berlangsung cepat dan tanpa masalah. Sakit gigi pasca pencabutan yang kabarnya bisa berlangsung hingga dua tiga hari, malah tak saya rasakan lantaran anjuran untuk mengkompresnya dengan es batu saya laksanakan sebaik-baiknya.

Sayangnya, saat merasakan sakit gigi berikutnya, saya tak bersua drg. Rudita lantaran Beliau dikabarkan cuti dalam waktu yang cukup lama. Satu-satunya pilihan yang ditawarkan saat itu adalah menyerahkannya kepada seorang Dokter Gigi Muda yang sepengetahuan saya memang praktek secara bergantian di tempat yang sama. Entah memang ada petunjuk dari-Nya, sehari sebelum memutuskan periksa, saya sempat membaca satu pengalaman anggota milis sebuah grup dunia maya, yang dihadapkan pada pilihan sama dengan yang saya alami. Inti cerita, tidak ada salahnya kita memberikan kesempatan kepada seorang Dokter Muda yang berpraktek di tempat yang sama saat dokter senior langganan sedang berhalangan praktek. Karena bagaimana mungkin dokter muda itu akan menjadi berpengalaman dan berkualitas jika kita tak pernah memberikannya kesempatan untuk membuktikannya ? dan yakinlah bahwa seorang Dokter Muda pasti memiliki keinginan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasiennya.

Dokter Gigi I Nyoman Sudarnata. Selama tiga tahun merasakan pelayanan kesehatan Gigi, hingga saat ini saya pribadi tak jua mengenal sosoknya  lebih jauh. Yang saya tahu hanyalah Beliau seorang Ayah yang baik dari dua anak dan satu istri, memiliki ketertarikan pada sejarah dan spiritual, serta berbekal visi pelayanan yang terbaik bagi pasien.

Sebagai seorang Dokter Muda, Dokter Komang demikian panggilan akrabnya, memenuhi banyak persyaratan yang kerap diinginkan oleh para orang tua usia muda. Keramahan dalam Pelayanan, tak pelit untuk berbagi informasi ataupun tips menjaga kesehatan (dalam hal ini terkait Gigi) dan utamanya, mampu memahami kemampuan atau daya jangkau pasiennya dalam membayar jasa. Untuk yang terakhir ini, rupanya tidak berbeda dengan gaya Dokter Gigi Rudita, senior Beliau yang menyasar golongan pasien Menengah ke Bawah.

Lantaran faktor ‘Terjangkau inilah, tidak heran ada kalangan yang kemudian mempertanyakan soal kualitas Pelayanan yang diberikan, karena memang selama ini dunia kita  selalu mengenal ‘ada harga pasti ada kualitas’. Tapi kalo boleh saya memberi pertimbangan, tidak selalu loh harga atau biaya yang mahal akan memberikan kepuasan secara kualitas bagi penggunanya. Dalam hal pelayanan jasa kesehatan pun saya lihat banyak contohnya diluaran. Dan untuk Dokter Komang, tingkat kunjungan pasien barangkali masih bisa dijadikan sebagai salah satu tolok ukur jika yang dipertanyakan itu adalah soal Kualitas Pelayanan.

Dengan alasan demi menjaga kesehatan pribadi dan juga hubungan emosional dengan keluarga kecil baik Istri dan kedua anaknya, Dokter Komang membatasi diri untuk melakukan Praktek selama tiga hari dalam satu minggu. Selasa dan Kamis dari pukul 10 pagi hingga 6 sore, sedangkan khusus hari Sabtu Beliau melayani pasien hingga jam 9 malam.

Apabila pasien ingin mengetahui apa dan bagaimana penyebab sakit yang dialaminya pun, Dokter Komang siap memberikan penjelasan dalam bentuk gambar sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh awam seperti halnya saya. Demikian pula dengan cara mencegah dan penanganan darurat yang barangkali bisa menunda rasa sakit yang datang.

Dari segi peralatan yang digunakan Dokter Komang memang tak semapan Dokter muda yang dahulu pernah saya kunjungi. Namun secara garis besar dan kelengkapannya masih sama. Hanya saja bila dibandingkan dengan ruang praktek dokter lain seperti Dokter kandungan Wardiana misalnya, saya merasa bahwa suasana ruang praktek dokter Komang kurang dilengkapi dengan alunan Musik yang barangkali bisa memberikan psikologi kepada pasien, bisa sedikit Rileks saat menjalani perawatan. Hehehe… Just my Imagination saja.

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Kalian masi ingat, kapan mulai gabung ke Sosial Media ?

Saya ingatnya pertama kenal FaceBook November 2008. Era kampanye Mister Barrack Obama yang kabarnya waktu itu make sarana FB untuk merangkul generasi muda. Sempat penasaran di awal, gegara tumben kenal yang namanya Media Sosial.  Padahal di era yang sama, sudah ada FriendSter, MySpace atau Hi5. Rupanya saya bukan generasi itu.  Yang jadi gara-gara ya Blogging.  Keasikan nulisin Blog, keenakan onani, lalu kesandung orang deh.  Start awal di laman Blogspot 25 Mei 2006, pake nama pandebaik.blogspot.com lalu diberi hadiah Domain pribadi oleh RakhaHost di agenda gabung bareng Bali Blogger Community Februari 2008, berubah nama jadi pandeividuality.net yang terinspirasi dari album PAS Indieviduality, menggunakan mesin Wordpress. dan pas kesandung media mainstream, pindah hosting ke Bali Orange jadi www.pandebaik.com pada November 2008. Pindah hosting juga gegara Rakhahost trouble cukup lama.  Balik ke Blogspot lagi pada 16 April 2023 lalu lantaran capek mengelola Wordpress, yang kerap disampe