Semua pendukung TimNas Sepak Bola Indonesia boleh-boleh saja menganggap bahwa yang patut dikambinghitamkan atas kekalahan Indonesia 3-0 oleh Malaysia, Minggu 26 Desember Malam lalu, adalah sabotase laser yang ditujukan kepada Kiper Indonesia oleh Suporter Malaysia. Namun yang seharusnya patut kita catat dan akui adalah, kemampuan Malaysia secara perseorangan, memang sungguh Mantap. Dari Penyerang utama hingga Penjaga Gawang. Bahkan, untuk seorang awam seperti saya, permainan mereka sungguh luar biasa. Inilah yang dinamakan berjuang hingga titik darah penghabisan.
Sejak pertandingan semifinal lalu, penjaga gawang TimNas Indonesia saya lihat hampir selalu mementalkan bola yang seharusnya ia tangkap dengan gagah berani dan lindungi, agar tak mengoyak jaring gawang. Setidaknya begitu yang saya baca dari sebuah komik Bola bertajuk Shoot. Bahkan dalam angan-angan saya malam itu, sudah seharusnyalah penjaga gawang Indonesia, harus mampu dan berani seperti halnya penjaga gawang Malaysia yang begitu sigap menangkap bola.
Jujur, ini adalah kali pertama saya begitu antusias dengan yang namanya Sepak Bola. Entah apa sebabnya, sejak pertama Piala AFF ini bergulir, saya jadi rajin memantau berita, perkembangan hingga pertandingan Timnas Indonesia dalam setiap laganya. Padahal tidak demikian saat perhelatan Piala Dunia beberapa waktu lalu.
Sayangnya, beberapa hari pra Final leg pertama di Bukit Jalil Malaysia lalu, saya sempat merasa malu sendiri dengan ‘jumawa’nya sebagian besar media dan pendukung TimNas. Okelah, kalo itu yang namanya Nasionalisme. Namun jika rasa percaya diri yang sudah terlalu berlebihan, bisa jadi hanya rasa sombong yang tersisa.
Setiap hari, setiap jam, setiap saat pemberitaan selalu soal TimNas. Entah profil para pemain, siapa istrinya, orang tuanya, penggemarnya hingga ‘klaim’ parpol yang berusaha mengambil momen keberhasilan TimNas menggulung semua lawannya yang notabene dilakukan di kandang sendiri. Merayakan sih boleh-boleh saja, namun kalau sampai mengklaim bahwa kita akan bisa menang mudah 5-1 melihat pada statistik dan sua dengan Malaysia saat penyisihan lalu, lantas apa yang bisa kita katakan saat Malaysia memutar balikkan kenyataan 3-0 terlepas dari ketidaksportifan suporter mereka ?
Saya merasa pemberitaan dan klaim yang sudah terlalu over, malah membuat kita semakin takabur dan cenderung menggampangkan sesuatu. Setidaknya begitu yang sepatutnya kita petik dari petuah orang tua terdahulu. Mendukung boleh saja, asal jangan terlalu. Karena apapun yang sudah melewati kata terlalu, dijamin gak mengenakkan hasilnya. Biasa-biasa saja lah…
Malaysia sudah berusaha untuk menunjukkan kejengahan mereka dengan menjatuhkan Indonesia 3-0. Kehirukpikukannya bahkan menenggelamkan rencana Launching peresmian unit LPSE Badung yang hingga minggu malampun masih kami benahi. Kini kesempatan yang kita miliki hanya satu kali. Jika kita masih terlena dengan semua pemberitaan dan puja puji itu, mungkin kini sudah saatnya bagi Indonesia untuk mencari 11 anak bangsa yang punya bakat dalam Sepak Bola dan kontrol emosi tanpa campur tangan banyak media terutama infoTAIment. Salam Hormat bagi TimNas kami yang akan berlaga malam ini…
Btw, pasca malam ini, mungkin sudah saatnya kita (terutama para pejabat dan tentu saja pak presiden) kembali terfokus pada semua korban bencana yang sudah mulai terlupakan. Mentawai, Wasior, Merapi hingga bahkan lumpur Lapindo yang tak jua diundang makan oleh Ical Bakrie…
Comments
Post a Comment