Sudah bukan rahasia lagi kalo yang namanya Pegawai Negeri Sipil memiliki budaya kerja yang agak-agak nyeleneh ‘datang siang pulang lebih awal’. Budaya ini jelas jauh berbeda dengan budaya kerja lembaga swasta seperti yang pernah saya alami selama tiga tahun sebelum ikut terjun menjadi seorang abdi negara. Bisa jadi lantaran kepincut budaya nyeleneh itulah, menjadi salah satu alasan saya mengapa nekat ikut-ikutan mendaftar tahun 2003 lalu.
Sayangnya, budaya nyeleneh ini tidak hanya terjadi di lingkungan kerja tempat saya bernaung, tapi hampir diseluruh negeri ini, dari Sabang sampai Merauke. :p Baca saja media, hampir setiap hari ada saja yang mengeluhkan kinerja para abdi negara, dari yang kedapatan jalan-jalan di supermarker saat jam kerja, jarang ngantor hingga yang agak-agak bikin miris, ketangkep berada di pondok wisata yang menyediakan fasilitas short time.
Setidaknya ada dua hal yang menurut saya menjadi akar masalahnya. Pertama yaitu soal pembagian pekerjaan yang tidak merata. Memang secara diatas kertas “katanya” jumlah PNS negeri ini kurang banyak, sehingga yang namanya pelayanan publik tidak maksimal. Padahal dalam kenyataannya ‘yang rajin ngantor dan mengambil kerjaan melulu itu-itu saja’ sedang yang sudah terlanjur enak-enakan jarang ngantor dan tidak mau mengambil bagian pekerjaan ya keterusan. Kenapa bisa begitu ? terkait dengan hal yang Kedua yaitu soal ketiadaan sanksi atau hukuman yang ‘setimpal’.
Minimnya pemberlakuan sanksi atau hukuman yang seharusnya dijatuhkan pada mereka yang tidak mampu menunaikan tugasnya sebagai abdi negara lebih disebabkan oleh ‘ewuh pakewuh’ terkait ‘siapa yang berada dibelakang oknum tersebut. Hal ini berkaitan lagi dengan sistem perekrutan tenaga calon Pegawai Negeri Sipil yang tidak Profesional atau lebih mengutamakan faktor kerabat dan sejumlah uang untuk memuluskan jalan.
Blunder masalah ini tampaknya meski sudah diketahui banyak orang, namun belum mampu mengubah pola pikir kebijakan yang sudah seharusnya dipikirkan untuk dapat memberikan pelayanan publik secara maksimal pada masyarakat. Kendati demikian, satu berita bagus yang saya dengar beberapa minggu terakhir, bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Badung bakalan menerapkan sistem absensi sidik jari atau yang dikenal dengan istilah fingerprint, mulai tahun 2011 nanti. Satu harapan yang paling mudah ditebak adalah untuk meminimalisir budaya ‘datang siang pulang lebih awal’ tadi. Dengan menggunakan sistem sidik jari ini, hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada lagi istilah titip absen.
Salah satu pelayanan publik yang sudah mengadopsi sistem absensi sidik jari ini yang saya ketahui adalah Rumah Sakit Sanglah yang kabarnya kini sudah bertaraf Internasional. Sepanjang pengetahuan saya, sistem ini sangat efektif digunakan untuk memantau keberadaan tenaga kerja pada saat ia seharusnya bertugas, namun sayangnya setelah melakukan absensi sidik jari, yang bersangkutan masih memiliki kemungkinan untuk pulang dan menghilang dari kantor karena tidak ada sistem absensi pada jam pulang. Apa bedanya ya ? :p
Untuk dapat menggunakan sistem absensi sidik jari ini dengan baik, sudah barang tentu akan memerlukan banyak faktor pendukung lainnya yang tidak kalah pentingnya. Sistem yang terkomputerisasi biasanya memerlukan aktor atau sumber daya manusia yang minimal mampu mengoperasikan dan memantau apakah sistem sudah berjalan dengan baik. Selain itu tentu saja, mampu untuk melakukan pemeriksaan dan maintenance ringan secara berkala agar sistem tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Yang tak kalah penting adalah pemantau jaringan sistem untuk mengetahui adanya sabotase terhadap alat baik yang dilakukan secara fisik maupun secara jaringan. Hal-hal inilah yang patut menjadi pemikiran selanjutnya apabila sistem absensi sidik jari jadi diterapkan. Jangan sampai, absensinya sudah menggunakan teknologi canggih, namun tidak ada sumber daya yang mampu menggunakan, memantau dan memelihara.
Kembali pada dua hal yang tadi saya katakan sebagai akar masalah, selama kedua hal tersebut belum diterapkan secara profesional dan secara sadar, barangkali sistem absensi dengan cara apapun yang nantinya diterapkan saya rasa bakalan mubazir. Tapi ya, kita lihat saja nanti. :p
Comments
Post a Comment