Salah satu kendala yang ditemui oleh banyak Bapak di hampir seluruh belahan dunia adalah waktu yang dapat dilewatkan secara intim bersama si kecil. Siapapun Anda, apapun pekerjaan yang sedang digeluti, dan sesibuk apapun itu. Kurang lebih demikian yang pernah saya baca di sebuah majalah. Itu sebabnya, anak ketika kecil hingga beranjak remaja lebih banyak dekat dengan ibu ketimbang bapak.
Tidak ingin seperti itu, saya pribadi mencoba untuk meluangkan lebih banyak waktu dari sekian yang saya miliki, untuk memantau perkembangan si kecil hingga ikut terlibat merawat dan menjaganya. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, banyak hal yang harus saya pelajari.
Mendengar penuturan satu dua rekan kerja yang secara kebetulan baru dikabulkan oleh Tuhan memiliki satu putri hingga hari ini, banyak hal lucu dan ngangenin yang dapat saya nikmati. Seorang teman yang lebih banyak ditinggal jauh istrinya untuk bekerja di belahan benua lain, menjadi lebih tegar dan sabar ketika dituntut menjadi seorang single parents. Berbeda lagi dengan rekan kerja lain yang “iri” dengan rekan tadi, ingin sekali bisa lebih sukses saat mengajak putrinya jalan-jalan berdua saja.
Berdua, ya hanya berdua saja. Hal ini pula yang menyebabkan saya ingin mencoba untuk dilakukan bersama MiRah GayatriDewi putri kecil kami, terutama ketika istri wajib ikut serta dalam proses prajabatan cpns beberapa waktu lalu yang mengharuskan para calon menginap di asrama selama tiga minggu lamanya. Di saat seperti inilah kemudian tercetus ide untuk mengajak MiRah sekedar ikut Bapaknya kemana perlu.
Saya mengawali proses kedekatan ini dengan mengajak MiRah naik motor berdua di sekeliling rumah, meningkat lebih jauh dengan menyeberang jalan dan balik lagi. Pertama kali saya memutuskan untuk mencoba rute yang lebih jauh, saya mengajaknya disekitar lingkungan rumah, rute yang dahulu kerap saya lintasi saat belajar naik sepeda di masa kecil.
Dari membeli majalah bekas di jalan Kedondong, deposit uang pulsa di jalan Bisma, mencetak beberapa lembar foto di jalan Kamboja hingga menyusuri jalan Suli saat kembali pulang. MiRah saya dudukkan di atas tangki motor Tiger, dan pinggangnya saya belitkan selendang tebal untuk menjaga keseimbangannya.
Setelah beberapa kali MiRah mulai tampak menikmatinya dengan santai, kadar kedekatan kami, mulai ditingkatkan sedikit demi sedikit. Kali ini MiRah saya ajak mengantarkan banten, membeli lauk saat hujan atau mengambil rute yang lebih panjang dengan kendaraan roda empat. MiRah saya dudukkan di kursi depan, disamping saya tentu dengan kewajiban memasang sabuk pengaman. Sepanjang perjalanan, kami saling menimpali satu sama lain, menyanyi bersama lagu-lagu kegemarannya hingga menjelaskan pemandangan sepanjang jalan.
Bersamanya memang memberikan satu kesan yang berbeda, ada rasa bangga ketika saya berhasil mengajaknya bermain berdua di satu mini market daerah Sesetan tepatnya ujung timur jalan Saelus. Mengajarkannya bermain ayunan dan perosotan hingga berani bermain dengan sendirinya, makin membuat saya ketagihan untuk membimbing lebih jauh.
Bersyukur dalam hal makan dan minum, MiRah tidak banyak permintaan. Air putih dalam dot yang selalu setia menemani atau sebotol freshtea sebagai tanda keberhasilan kami bermain berdua sudah lebih dari cukup, meski terkadang MiRah meminta beberapa jajanan yang tak lama akan ia limpahkan pada bapaknya, hanya karena tidak sesuai dengan harapannya. Bukankah mata anak selalu tertarik pada satu hal yang tumben ia lihat ?
meLuangkan waktu bersama MiRah, kini malah menjadi satu agenda rutin yang saya lakukan hampir setiap sore. Saat dimana MiRah selesai mandi sambil menunggu ibu atau neneknya selesai mandi adalah saat dan tugas saya sebagai bapak untuk menjaga MiRah. Jika sudah begini, ia takkan segan meminta ‘naik motor yuk Pak ?
Comments
Post a Comment