Ada Beragam tanggapan yang disampaikan pasca pidato Presiden Republik Indonesia terkait sikap bangsa Indonesia terhadap bangsa Malaysia, 1 September 2010 kemarin. Dari yang kecewa dengan apa yang disampaikan tidak sesuai harapan, ada yang mnganggapnya datar dan cenderung tidak peduli dan ada pula yang mengapresiasi.
Tampaknya konflik dengan negara tetangga ini memang sudah berlangsung sejak lama. Sejarah mencatat era Presiden Republik Indonesia Soekarno sempat mengumandangkan ‘Ganyang Malaysia’ pada tahun 1964 dahulu. Tak hanya gertak sambal, Presiden pula memerintahkan pada Militer agar melatih ribuan sukarelawan yang siap tempur bela negara. Demikian pula aksi penggalangan dana yang kabarnya mencapai angka 45 juta sebagai dana persiapan perang.
Berselang 46 tahun kemudian, Presiden bangsa ini dihadapkan pada masalah yang sama. Sayangnya sikap yang disampaikan cenderung melunak ketimbang tegas seperti halnya reaksi rakyat. Wacana perang pun digulirkan.
Yang terjadi kemudian adalah banyak pihak mencoba membandingkan kekuatan militer kedua pihak apabila benar perang itu terjadi. Secara kuantitas memang benar bangsa ini memiliki hampir dua kali lipat personel ketimbang negara tetangga. Namun secara kualitas siapa tahu ?
Bangsa ini bahkan sudah terbukti memiliki begitu banyak armada tempur namun sayangnya tidak diimbangi dengan kualitas layak pakainya. Kecelakaan pesawat yang terjadi beberapa waktu lalu telah membukakan mata kita semua. Sedikitnya anggaran yang diberikan dibandingkan dengan banyaknya peralatan dan infrastruktur yang seharusnya diperbaharui, berbanding terbalik dengan aanggaran negara tetangga jauh lebih besar namun dengan armada yang sedikit. Kira-kira pesan apa yang dapat diambil dari sana ?
Bisa jadi secara kecanggihan peralatan mereka (negara tetangga) malah jauh lebih baik ketimbang yang kita punya. Meskipun dahulu para pejuang masih mampu melawan dengan bambu runcing sekalipun.
Menjadi pemimpin pada masa-masa ini adalah hal yang tersulit untuk menentukan pilihan bagi saya pribadi. Seandainya sikap yang diputuskan adalah berdamai dengan diplomasi, akan banyak orang atau pihak yang berseberangan mencibir dan menggangkap tak jantan dalam menentukan kebijakan bangsa. Sebaliknya memutuskan untuk berperang, ada banyak hal yang barangkali harus dipikirkan secara matang.
Kehancuran adalah hal yang mutlak. Apakah kita siap dengan kehancuran budaya dan peninggalan masa lalu yang nantinya menjadi salah satu efek pertama dari sebuah aksi perang ? demikian pula dengan kematian banyak orang. dibandingkan mereka, negara ini memiliki jumlah masyarakat yang sangat banyak yang juga harus diperhitungkan saat perang dilakukan. Belum lagi dukungan negara tetangga lain yang ditenggarai bakalan memihak pada Malaysia, jadi tidak hanya kuantitas dan kualitas kekuatan Militer Malaysia saja yang patut diperhitungkan.
Ah, jadi banyak ngelantur yang gak jelas… ngomong-ngomong jadi gak ya perang dengan Malaysia ?
Comments
Post a Comment