‘antai yuk pak ?’ pinta MiRah satu pagi. ’ha ? Pantai ?’ tanya saya balik. MiRah pun menganggukkan kepalanya yang bulat. ’beyenang yuk pak…’ tambahnya.
Kadang untuk memahami permintaan atau kata-kata MiRah, saya memerlukan waktu atau banyak kosa kata untuk ditanyakan balik jika tidak ingin ia marah-marah. Kata yang kurang lebih punya lafal yang mirip dengan yang ia katakan. Jika berkali-kali saya salah menerjemahkan, bisa ditebak kelakuannyapun mulai berubah. Dari tadinya manis dan tertawa kecil, menjadi menghentak berteriak. Kalo sudah begitu sayapun memanggil penerjemah paling handal sedunia yang mengerti dan memahami MiRah, ibunya. Hehehe…
Sejauh ini baru kali kedua kami mengajak MiRah ke Pantai. Yang pertama kalo tidak salah saat usianya menginjak bulan 13 (tiga belas), hampir setahun lalu. Itupun gara-gara MiRah belum bisa berjalan menapak dengan kakinya sendiri. Dari satu sumber yang dapat dipercaya, pantai bisa jadi satu alternatif untuk memicu hal tersebut. Percaya atau tidak, malam masih dihari yang sama, MiRah nyatanya memulai aktifitas menapakkan kakinya satu demi satu di lantai.
Pantai Segara yang berlokasi disebelah utara Pantai Sindhu, tepatnya dari perempatan Mac Donalds Sanur meluncur lurus kearah timur, merupakan pilihan kami sejak awal. Bisa jadi lantaran diujung jalan terdapat pos Balawista yang menyediakan 2 (dua) buah kamar mandi untuk membilas badan usai berendam.
Dadakan, kami mengajak MiRah kembali hari sabtu pagi kemarin untuk menikmati lengketnya pasir putih dan tenangnya air pantai. Jika saat pertama lalu MiRah masih takut menjejakkan kakinya di pasir, kali ini sudah tidak lagi. Yang mengasyikkan malahan saat pertama kalinya ia kami ajak berendam di pinggir air pantai. Dari teriakan histeris takut air hingga kemudian larut bermain bareng kakeknya yang ikut serta, MiRah rupanya sangat menikmati hari sabtu pagi itu.
Matahari yang seakan terburu-buru naik kelangit, membuat kami mulai merasakan panas sengatnya dan memutuskan untuk pamit. Sayang, MiRah kali ini tidak mau beranjak dari air. ’ndak mau puyang Pak…’ pintanya berkali-kali. Waaah… kami jadi cekikikan mendengarnya.
Comments
Post a Comment