Hari masih pagi ketika kami berangkat dari rumah Minggu kemarin, langit Kota Denpasar terlihat mendung berawan dan lalu lintas tidak begitu ramai disepanjang perjalanan. Setelah tertunda lama, akhirnya jadi juga kami mewujudkan angan mengajak kedua orang tua untuk melihat secara langsung jembatan paling fenomenal yang berada di Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Jembatan Bangkung. Keinginan ini sempat terbersit kembali ketika minggu lalu saya bersama rekan kantor memeriksa pengadaan bahan di seputaran Pelaga Kecamatan Petang. MiRah tentu saja kami ajak serta.
Disepanjang perjalanan suara kecil MiRah tidak banyak terdengar lantaran ia dengan segera tertidur begitu kendaraan memasuki daerah Desa Sibang. Topik pembicaraanpun berubah menjadi topik pekerjaan kami dan masa lalu kedua orang tua. Perjalanan makin terasa panjang setelah Ibunya MiRah dan kedua ortu tertidur sementara saya hanya ditemani lantunan musisi idola, Iwan Fals. Melewati Sangeh yang kini tak lagi bisa ditemui makhluk monyetnya dipinggiran jalan rupanya tak membuat MiRah tersadar dari tidurnya, perjalanan belum juga usai.
Satu persatu desa kami lewati, sebuah momen yang biasanya saya manfaatkan untuk menghafalkan ruas jalan sambil melihat peta jalan kabupaten yang tersimpan dalam format pdf didalam ponsel Nokia. Hal yang dahulu kerap saya lakukan saat traveling berdua bersama istri didampingi PDA jadul.
Hawa mulai terasa sejuk ketika kendaraan memasuki daerah Petang, langit Badung Utara sudah terlihat makin benderang dari sebelumnya. Seakan matahari menyambut kami dengan sinarnya yang cerah. Tawa kecil MiRah sudah mendominasi, sambil sesekali bertanya pada kami apa yang dilihatnya menarik disepanjang perjalanan. ’itu apa Bu ?’ ’itu apa Kek ?’
Matahari mulai terik saat kami sampai di Jembatan Bangkung. Suasana tidak seramai hari libur biasanya, hanya terlihat beberapa orang yang tampak menikmati pemandangan dari arah jembatan. Kami menepi diujung akhir dan mulai menikmati kemegahan konstruksinya. Satu persatu kendaraan yang tampak melewati kawasan jembatan memilih ikut menepi sembari beristirahat sejenak dibeberapa warung sekitar. Dinginnya hawa membuat kami betah berlama-lama.
Setelah mengambil beberapa foto bersama berlatarkan jembatan, yang sedianya akan kami cetak dan sebarkan melalui jejaring sosial FaceBook agar diketahui oleh keluarga kakak di Kanada, kami memilih dengan segera untuk kembali pulang ke Denpasar. Hal ini kami putuskan setelah melihat situasi, dimana Jembatan Bangkung menjadi titik awal massa yang akan berkampanye, mengusung paket cabup bernomor urut satu. Ketimbang terjebak macet nantinya.
MiRah tampak senang ketika perjalanan meluncur kembali pulang, bisa jadi lantaran kendaraan tampak basah kuyup diguyur hujan. ia langsung beraksi membersihkan jendela menirukan wiper yang bergerak bolak balik, satu kesenangan terakhir yang ia dapatkan ketika kami pulang kampung hari jumat lalu. Sambil bernyanyi satu persatu gending rare yang kami ajarkan dengan suaranya yang masih belepotan.
’peteng uyan ujan bayes megudugan… katak ongkang pade giyang ye medande… kuk kek, kek kung kek ong… kuk kek kek kung kek ong…”
Comments
Post a Comment