Jemari tangan mungil itu dengan lembut menggenggam jari telunjukku seraya berkata ‘alan-alan yuk Pak ?’
‘…ande utu miyah atati ewi wiwiwiwi…’ dengan tertawa kecil ia menyebutkan namanya yang memang sudah kami ajari sejak kecil dan kini ia sudah bisa mengejanya dengan baik.
PanDe Putu MiRah GayatriDewi, demikian ia kami beri nama dua tahun lalu. Nama yang kuno kata sebagian orang, lantaran masih menyematkan ciri khas ‘Bali’ di jaman Teknologi Informasi ini. Kami pun hanya bisa tersenyum mendengarnya. Terserah deh apa kata mereka karena banyak hal yang kami harapkan dari putri kami kelak untuk masa depannya.
Sudah dua tahun rupanya, tangis dan tawa kecilnya meramaikan hari-hari kami. Hari yang penuh perjuangan lantaran sejauh ini saya ternyata mampu menyelesaikan sekolah lebih awal, hari yang penuh rasa sesak lantaran perbedaan pendapat yang terjadi dilingkungan keluarga kami berimbas pula pada pergaulan putri kecil kami.
MiRah sebulan terakhir mulai rewel, mulai menunjukkan sikapnya yang gak bisa diatur, bisa jadi lantaran ia tidak lagi menyusui seperti bulan sebelumnya. Jadi agak susah ketika akan menidurkannya, tapi yah ‘memang begitulah yang namanya anak kecil. Kami membutuhkan tenaga dan perhatian extra untuknya, apalagi Nenek dan Kakeknya yang setiap hari menjaga dan mengasuhnya saat kami tinggalkan bekerja, sudah mulai kewalahan dengan permintaan dan kenakalannya.
Kadang kehadirannya sangat saya dambakan, apalagi kalo sedang berada di luar daerah atau saat berjumpa anak kecil seusianya disela kesibukan kerja. Pikiran langsung tertuju pada MiRah. Barangkali benar kata orang, kasih sayang yang kita berikan sebagai Bapak pada Anak, berbeda dengan kasih sayang yang diberikan kepada Istri. Kendati keduanya adalah tetap prioritas utama.
Merangkai kata adalah kebiasaan baru yang ia tunjukkan pada usianya yang telah menginjak tahun kedua. Usahanya untuk menyampaikan sesuatu harus kami mengerti agar ia tak merasa diabaikan. Dari semua pengalaman itu, banyak hal baru yang kemudian kami pelajari. Sedikit demi sedikit.
Imajinasinya tinggi, setidaknya demikian yang saya rasakan. Walaupun belum setinggi iklan susu ataupun vitamin anak yang ada dilayar televisi, namun apa yang ia gambarkan kadang membuat saya tersenyum dan tertawa. Kadang dengan pe-de-nya ia berlagak menelepon, padahal ia tak menggenggam ponsel mainan yang kami belikan. Usai bercerita, ia menyodorkannya ‘Bapak, ngorta ma Nik Adu…’ (bicara ma Nenek Canggu).
Perihal Bahasa baru dua yang kesampean diajarkan dan ia mengerti, kendati belum banyak yang diketahui. Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dan pergaulan kelak disekolah dan juga Bahasa Bali Halus sebagai bahasa Ibu. Bahasa yang tidak saya ketahui saat kecil dahulu. Rasanya damai ketika kami saling berbicara dengan menggunakan kedua bahasa tersebut. Sedang Bahasa Inggris baru sepatah dua patah saja yang saya ajarkan, itupun baru sebatas angka dan kata ‘I Love U’.
Mengajak main MiRah bisa dikatakan seperti kembali ke masa kecil saya dahulu. Masa dimana saya begitu terbatas mendapatkan apa yang saya inginkan, namun tidak demikian kalo sudah menyangkut ilmu. Lagu anak-anak yang lumrah dinyanyikan dua puluh tahun lalu setiap harinya ia pinta untuk ditonton. Demikian juga dengan beberapa kartun yang mendidik untuk anak seusianya. Ipin & Upin, Winnie the Pooh, Teletubbies, Barney adalah beberapa santapan yang sudah saya persiapkan jauh sebelumnya. Demikian pula dengan video tari topeng budaya Bali serta lagu anak-anak dari Bali Family pun ia sukai. Semoga harapan kami tak salah nantinya. Agar ia tak melupakan akar budaya yang ada disekelilingnya.
Memang ada keinginan membelikannya beberapa mainan yang mendidik, sejauh ini ada buku cerita anak, puzzle, bola kecil hingga boneka yang sudah kami berikan. Namun semua itu tak membuatnya bergeming dari keinginannya untuk menekan tombol atau tuts keyboard pada laptop yang kerap saya gunakan untuk bekerja sampe ng-BLoG. Maka itu, kami pun mengambil keyboard yang tak terpakai untuk ia gunakan saat mendampingi saya bekerja. ‘…sama Pak…’ ungkapnya gembira.
Di usianya yang kedua ini, rasa sayang dan cinta kami rasanya makin membuncah. Disela kesibukan kerja, selalu ada keinginan untuk cepat pulang kerumah. Sekedar melihat dan bertanya ‘…dah maem Gek ? main apa tadi ma Ninik ?’ tak lupa mendampinginya selalu saat berada didepan layar televisi dan mencarikannya tayangan yang mendidik. Hehehe…
Selamat Ulang Tahun yang kedua ya MiRah…
Comments
Post a Comment