Ocehan dan tawa kecil MiRah membangunkan saya dari mimpi di pagi itu. Suara si kecil yang beberapa hari sebelumnya sempat direkam ponsel, saya atur sebagai bunyi alarm. Rasanya sudah gak sabar untuk melewati hari terakhir perjalanan kegiatan Liburan yang dilakukan oleh seluruh staf di lingkungan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Badung ini.
Jembatan Suramadu adalah prioritas pertama tujuan pagi ini. Jembatan yang menghubungkan Kota Surabaya dengan Pulau Madura itu rupanya sangat diminati oleh sebagian besar anggota Rombongan yang memang bekerja dan berurusan dengan konstruksi satu ini. Saya sendiri sebelumnya sudah sempat ternganga dengan panjangnya jembatan Kusamba Klungkung dan tingginya konstruksi jembatan Tukad Bangkung Plaga Kecamatan Petang jadi makin terkagum-kagum kali ini. Suramadu mengingatkan saya pada sebuah jembatan di San Fransisco yang kerap saya lewati pada permainan pc bergenre balap mobil.
Sayang kami tidak sempat mampir dan turun di Pulau Madura, padahal disepanjang jalan setelah jembatan berakhir tampak deretan pedagang dibawah tenda menjual souvenir baju kaos bergambar jembatan jembatan Suramadu dan tentu saja motif garis merah putih itu. Sangat kental khas Madura.
Perjalanan dilanjutkan ke Pasar Grosir Surabaya yang dahulunya dikenal dengan sebutan Pasar Turi. Sebuah surga bagi para ibu yang gemar berbelanja dan sebaliknya sebuah Neraka bagi para bapak yang diharuskan menunggu para ibu berbelanja untuk sekitar 4 jam lamanya dibawah terik matahari. Namun tampaknya PGS ini bukanlah satu-satunya surga yang menjadi tujuan para ibu, melainkan ada Pasar Atom dan Tunjungan Plaza yang dapat diakses dengan menggunakan taxi setempat.
Soal hobi berbelanja ini tampaknya tidak cukup waktu jika diberikan hanya dengan durasi 4 jam saja. Saya yakin apabila diperpanjang hingga 3 hari kedepan pun rasanya tidak akan cukup. Entah darimana datangnya sejumlah uang yang dibawa ibu-ibu itu. Hihihi…
Untuk membunuh waktu, saya mulai berkeliling diseputaran pasar untuk mencari Soto Ayam Surabaya plus makanan khas daerah ini. Tampak seorang ibu yang membawa sejumlah tusuk sate dengan beragam isi dari kepala, ceker, usus, hati hingga kulit ayam ini menawarkan saya untuk mencobanya dengan kisaran harga 500, 1.000 hingga 2.000an saja. Rasanya enak dan gurih, tapi jangan tanya kalo yang berbentuk kepala dan ceker, saya emoh duluan melihatnya.
Lelah menanti para ibu yang kesetanan dalam berbelanja rupanya hanyalah sebuah awal dari masa menanti jadwal keberangkatan selama 3,5 jam di Bandara Juanda. Mahalnya harga makanan dan minuman disepanjang area tunggu penumpang, membuat saya dan seorang rekan Teddy Widnyana memutuskan untuk berbalik keluar area dan memburu seorang pedagang yang menawarkan nasi bungkus seharga 6.000 saja. Entah karena lapar yang tak tertahankan, nasi hangat yang ditemani oleh sepotong paha ayam dan tahu ini ludes kami lahap disela obrolan ngalor ngidul itu.
Badai angin dan hujan sempat mewarnai masa-masa menanti malam itu. Bahkan untuk melihat pesawat yang parkir di depan area tunggupun nampaknya samar dapat kami lihat. Bersyukurlah mereka yang telah lebih dulu meninggalkan Kota Surabaya pada pukul 3 (tiga) sore tadi.
Sesuai jadwal yang telah ditetapkan, Pesawat Mandala Airlines meninggalkan Bandara Juanda Surabaya untuk menuju Kota Kelahiran kami, Denpasar Bali. Ada rasa syukur yang saya panjatkan ketika pesawat berhasil mendarat dengan sempurna di landasan pacu Bandara Ngurah Rai. Setidaknya walopun waktu telah menunjukkan pukul 10 malam lebih, minimal kami telah sampai dengan selamat.
Harapan saya untuk dapat bersua kembali dengan Istri dan si malaikat kecil MiRah GayatriDewi akhirnya terkabulkan jua…
Comments
Post a Comment