Gelapnya malam mulai turun, areal persembahyangan masih tampak lengang, hanya ada nyala api yang menari didepan sebuah pelinggih dikelilingi anak-anak yang penasaran. Pemadaman listrik kali ini dilakukan lebih awal, yang biasanya mulai pukul 6 sore, hari ini maju dua jam, jadi gak bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan. Jika biasanya setiap kali pemadaman dilakukan, banyak terlontar makian yang diperuntukkan bagi ‘si petir’, bisa jadi malam ini terasa berbeda.
Entah ide dari siapa mendadak anak-anak tersebut berkumpul melingkar, satu dua orang mengarahkan mereka untuk berbaris dan dua lainnya saling memegang tangan dan mengacungkannya keatas. Beberapa anak masih tampak belum percaya, terlihat bingung dan khawatir, tidak yakin dengan arahan ini. Setelah berusaha meyakinkan mereka, terdengarlah nyanyian yang dahulu pernah familiar kudengar…
‘Ular naga panjangnya… bukan kepalang… menari-nari kian kemari… umpan yang besar itulah yang dicari… inilah dia yang terbelakang…’ ‘apel apa salak ???’
Untuk sejenak, pemadaman listrik itu membawa kami kemasa lalu, masa dimana kami masih merasakan ketidaksabaran menunggu hari esok untuk bermain kembali…
Comments
Post a Comment