Skip to main content

…dan mereka kian tak tahu malu…

Sesungguhnya semua ini berawal dari keinginan untuk memperjelas sesuatu hal yang sudah lama terpendam, sudah lama kian tak jelas maksud apa dan bagaimana nantinya. Namun mereka yang terusik oleh kenyamanan yang mereka buat selama ini untuk dirinya sendiri dan sekelompok orang yang mendukung, pelan-pelan mulai merapatkan barisan mengumpulkan orang-orang yang mulai dihinggapi krisis kepercayaan, dan fitnahpun mulai disebarkan.

Satu persatu pernyataan yang kami buat dipelintir dan disangkutpautkan berdasarkan kemampuan dan daya nalar mereka sendiri, membuat satu kesimpulan yang menyesatkan untuk kemudian disebarkan kembali agar kelompok yang mereka kini banggakan, percaya dengan propaganda-propaganda tengik. Adu domba, senjata ala penjajah jaman dahulu digunakan untuk memecah belah orang-orang yang menginginkan terkuaknya kebenaran itu. Cerita yang sangat familiar bukan ?

Rumah bukan lagi satu tempat tinggal yang nyaman. Rumah bukan lagi satu tempat dimana kita ingin kembali usai menjalani rutinitas keseharian karena kini Rumah telah dipenuhi oleh banyak ‘musuh dalam selimut’ yang kian tak tahu malu. Mereka mulai menyebarkan cerita yang mereka buat sendiri agar orang-orang lain disekitar kami percaya, bahwa apa yang kami dambakan hanyalah sebuah keserakahan atas dasar keinginan pribadi. Tak hanya orang tua, anak-anakpun di-doktrin agar tak seenaknya mengumbar senyum pada kami, agar tak seenaknya bertegur sapa seperti dahulu yang membuat sebuah senyum dan tegur sapa itu jauh lebih mahal dari sebuah ponsel BLackBerry.

Mereka boleh menjatuhkan kami, merekapun boleh membunuh kami secara perlahan, namun kami tetap yakin bahwa satu saat nanti kebaikan itu akan memenangkan semua pertarungan. Bahwa kejujuran adalah puncak segalanya. Bahwa fitnah dan kedengkian mereka akan berbalik pada diri mereka sendiri.

Semua ini sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya, namun mereka tetap tak mau belajar dari pengalaman di masa lalu. Tetap saja mengulang kesalahan yang sama, tetap saja berusaha mewujudkan keinginan mereka dengan cara picik.

Jaman telah banyak berubah, pendidikan kian tinggi dapat digapai. Kemajuan teknologi sudah begitu peliknya, namun api permusuhan itu kian besar. Entah kapan kita bisa maju, mewujudkan sebuah mimpi yang ada pada pikiran kami akan sebuah keluarga besar yang rukun sejahtera. Saling membantu dan saling menghormati.

…dan toleransi itupun sudah tiada lagi… Musnah oleh doktrin yang mereka tanamkan.

…dan kenyamanan itupun entah kapan bisa kami temui lagi…

Rumah hanyalah sebuah tempat yang dipenuhi kebisingan dan muka-muka masam…

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.