Sesungguhnya semua ini berawal dari keinginan untuk memperjelas sesuatu hal yang sudah lama terpendam, sudah lama kian tak jelas maksud apa dan bagaimana nantinya. Namun mereka yang terusik oleh kenyamanan yang mereka buat selama ini untuk dirinya sendiri dan sekelompok orang yang mendukung, pelan-pelan mulai merapatkan barisan mengumpulkan orang-orang yang mulai dihinggapi krisis kepercayaan, dan fitnahpun mulai disebarkan.
Satu persatu pernyataan yang kami buat dipelintir dan disangkutpautkan berdasarkan kemampuan dan daya nalar mereka sendiri, membuat satu kesimpulan yang menyesatkan untuk kemudian disebarkan kembali agar kelompok yang mereka kini banggakan, percaya dengan propaganda-propaganda tengik. Adu domba, senjata ala penjajah jaman dahulu digunakan untuk memecah belah orang-orang yang menginginkan terkuaknya kebenaran itu. Cerita yang sangat familiar bukan ?
Rumah bukan lagi satu tempat tinggal yang nyaman. Rumah bukan lagi satu tempat dimana kita ingin kembali usai menjalani rutinitas keseharian karena kini Rumah telah dipenuhi oleh banyak ‘musuh dalam selimut’ yang kian tak tahu malu. Mereka mulai menyebarkan cerita yang mereka buat sendiri agar orang-orang lain disekitar kami percaya, bahwa apa yang kami dambakan hanyalah sebuah keserakahan atas dasar keinginan pribadi. Tak hanya orang tua, anak-anakpun di-doktrin agar tak seenaknya mengumbar senyum pada kami, agar tak seenaknya bertegur sapa seperti dahulu yang membuat sebuah senyum dan tegur sapa itu jauh lebih mahal dari sebuah ponsel BLackBerry.
Mereka boleh menjatuhkan kami, merekapun boleh membunuh kami secara perlahan, namun kami tetap yakin bahwa satu saat nanti kebaikan itu akan memenangkan semua pertarungan. Bahwa kejujuran adalah puncak segalanya. Bahwa fitnah dan kedengkian mereka akan berbalik pada diri mereka sendiri.
Semua ini sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya, namun mereka tetap tak mau belajar dari pengalaman di masa lalu. Tetap saja mengulang kesalahan yang sama, tetap saja berusaha mewujudkan keinginan mereka dengan cara picik.
Jaman telah banyak berubah, pendidikan kian tinggi dapat digapai. Kemajuan teknologi sudah begitu peliknya, namun api permusuhan itu kian besar. Entah kapan kita bisa maju, mewujudkan sebuah mimpi yang ada pada pikiran kami akan sebuah keluarga besar yang rukun sejahtera. Saling membantu dan saling menghormati.
…dan toleransi itupun sudah tiada lagi… Musnah oleh doktrin yang mereka tanamkan.
…dan kenyamanan itupun entah kapan bisa kami temui lagi…
Rumah hanyalah sebuah tempat yang dipenuhi kebisingan dan muka-muka masam…
Comments
Post a Comment