Lama gak nulis cerita tentang si kecil MiRah putri kami, kangen rasanya pengen berbagi sekali-sekali.
MiRah bulan ini memasuki usianya yang ke 1,5 tahun. Malaikat yang dahulunya kecil mungil kini telah tumbuh menjadi gadis kecil yang berbadan bongsor untuk anak seusianya. Kakinya panjang makin menguatkan perkiraan kami bahwa MiRah akan mengambil porsi tubuh Bapaknya. Satu kekhawatiran saya selama ini. He… bukan apa-apa, siapa sih yang gak suka punya putri yang tinggi jaman sekarang ? tapi yang saya khawatirkan adalah soal ukuran, entah itu pakaiannya kelak, sepatu hingga asesoris sejenis lainnya. Saya sendiri sudah pernah mengalami masalahnya. Susah mencari dan mendapatkan yang sesuai. Semoga ga’seperti Bapaknya nanti. He…
Soal meniru, MiRah ahlinya. Dia dengan cepat dapat meniru bagaimana perilaku kakak-kakaknya yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak dari cara menangis, merajuk hingga apapun yang sedang dilakukan ‘sang gurunya’ tersebut. Perilakunya ini cukup merepotkan kami selaku orang tua dan kakek neneknya selaku pengasuh sehari-hari.
Namun gak semua hal yang ditirunya itu berbau negatif, ada juga yang kami suka yaitu saat ia menirukan lirik lagu Farid Harja, artis favorit sang kakek. Kebetulan sekitar dua bulan lalu saya sempat membelikan si kakek video cd bajakan lagu-lagu kenangan, diantaranya ya Farid Harja. Artis berbadan tambun ini menyajikan berbagai video musik dalam format karaoke dari tembang ‘Ini Rindu’, ‘Karmila’ sampe ‘Di Sekolah’. MiRah sendiri mulai mampu menirukan lirik lagu yang didendangkan kendati hanya satu suku kata terakhir dari setiap baris yang dinyanyikan. Favoritnya tembang yang ada kata ‘diamo (“diamor”), ‘ndu (“Ini Rindu”) dan juga yang ada bebeknya (“Telaga Saga Warna”).
Tidak hanya itu saja, Mirah juga sudah mulai belajar maem sendiri. Ga’disuapin nenek atau Ibunya tapi beneran maem sendiri. Tergantung permintaannya apa, tinggal dilayani. Biasanya Mirah akan meminta nasi yang dibungkus dengan kertas cokelat (ini sudah kami sediakan sebelumnya), mungkin dengan pertimbangan nasi bungkus itu adalah nasi yang dibeli dari luar (kebiasaan diajak maem di luar rumah kali. :p).
Sebagai pelengkap ia akan minta bek (daging) ayam atau tahu isi. Soal apakah mau pake sendok, MiRah juga biasanya akan memilih sendok ukuran orang dewasa yang biasanya kami pakai. Dia emoh kalo disuruh make sendok kecil miliknya. Terkadang malah pengen maem langsung pake tangan. Kalo sudah begini, gayanya jeg nomor satu deh…
Sambil matanya nonton layar televisi, tangannya mengambil dan menyuap nasi kemulut mungilnya, dengan cara yang sama dengan kami, orang dewasa. Gak serampangan gaya anak-anak. Kalopun haus, tinggal pinta ‘yeh… (air), maka gelas plastik yang ada moncongnya pun diambil dan diminum selang seliing dengan nasi bungkusnya itu. Duuuhh… Saya sampe suka gregetan kalo ngliatin ia makan.
Kadang untuk urusan makan, MiRah juga suka kalo ada yang diajak patungan. Paling sering diajak maem bareng sih, saya. He… dengan satu piring nasi lengkap, MiRah bisa makan dengan lahap. Tentu saja sambil melarang saya ‘ga boleh maem bek ini dan itu, karena sudah merupakan haknya MiRah. Hehehe…
Soal meniru, ada lagi yang bikin kami cekikikan dan merekamnya dalam bentuk video dengan kamera digital ataupun ponsel. Dengan pedenya MiRah mengambil gagang telpon mainan yang saya belikan beberapa bulan lalu sambil berkata sepotong-potong. “Ya… Iyah… (MiRah)… Ninik da ? (nenek ada ?)… ni tatu… (ini luka, sambil tangannya nunjuk-nunjuk lutut kakinya)… atit… (sakit)… bab… (obat…)… dan berlarilah MiRah ke kamar Neneknya untuk mencari obat (Bokashi) untuk ditetel-tetelkan pada lutut kakinya dan meninggalkan gagang telpon begitu saja. Hihihihi… ada-ada saja nih…
Comments
Post a Comment