Skip to main content

Sendal apik nan Murah

Berawal dari kesulitan mencari ukuran sendal yang pas jaman SMA dulu, masih harus berorientasi ke daerah Kuta yang harganya wah wah wah… mahal kalo diukur dari kantong ortu saat itu. Bayangkan saja pada tahun 1994 ortu mendapatkan sendal yang pas buat ukuran kaki yang bengkak sampe angka 45 dengan harga 160ribuan. Padahal teman sebaya dengan harga segitu bisa ngedapetin 5-10 biji sendal. Bisa dimaklumi sih, merknya Nike, brand terkenal jaman itu. Sampe kini mungkin yah ?

Masalah timbul saat sendal tersebut mulai rusak, setelah berumur dua tahun lebih. Gak dapet model yang kayak gitu lagi, sehingga memaksa saya sepulang kuliah buat survey tempat mbikin sendal plus sepatu jika bisa, yang menawarkan harga murah tentunya. Dengan pertimbangan utama ya ukuran tadi. Udah makin bengkak jadi 46. Ukuran yang udah jarang ada didaerah Kota Denpasar. Eh, dapat juga di daerah Legian.

Masa berlangganan ditempat itu baru terhenti saat Bom Bali I meluluhlantakkan Kuta, hingga membuat jatuhnya perekonomian di Bali, sekaligus membuat bangkrut para pengusaha di daerah Kuta waktu itu, salah satunya si pembuat sepatu dan sendal ini. Boleh dikatakan saya cukup kelabakan mencari-cari lagi tempat pembuat sendal yang murah. Tapi masih bersyukur lantaran stok yang saya pesan terdahulu masih cukup untuk 2-3 tahun pemakaian. Meski memaksa saya menutup mata pada desainnya yang terbilang ‘wong tuek’ dibanding sendal-sendal gaul tahun 2000an.

Ikut aktif di organisasi pemuda-pemudi Banjar, membuat segala informasi berkaitan style fashion semakin dekat ditelinga. Utamanya perihal sendal ukuran besar yang udah menjadi 47. Ukuran kaki paling besar dalam hidup saya. Semoga gak nambah lagi.

Informasi paling menarik waktu itu adalah ternyata didekat rumah ada pembuat sendal dari bahan spons, yang bisa dipesan dalam berbagai bentuk dan ukuran. Pantesan saja saya sempat terheran-heran melihat model sendal yang dipake rekan-rekan saya di lingkungan rumah. Bentuknya beragam, dari kotak kaku kayak batu bata, lonjong tanpa lekuk kaki, hingga ke bentuk (maaf) alat kelamin laki-laki. Lengkap dengan tempelan bentuk simbol sesuka hati, dari logo Nike, Adidas hingga nama mereka sendiri. Yang membuat saya makin tertarik tentu perihal harganya. Gak nyampe 20ribuan. Penasaran kan ?

Adalah Pak Nyoman Tilem, pemilik usaha pembuatan sendal Spons, yang berkantor dirumahnya sendiri, jalan Yudistira 27A, sebelah barat jalan setelah tikungan (pertigaan) dari arah Patung Adipura.

Dari potongan koran (kalo ndak salah) NusaBali, kabarnya usaha Pak Nyoman ini dahulunya bisa beromzet 3000an sendal perbulannya. Seiring dengan menurunnya perekonomian di Bali, omzetnya pun ikutan menurun walo gak sampe bangkrut. Memang sepengamatan saya, waktu pertama kali mampir dan memesan sendal dari Pak Nyoman ini, ada satu ruangan yang dipenuhi sendal pesanan pribadi hingga kelas Hotel. Dengan berbagai model tentunya.

Pak Nyoman ini kini bekerja sendirian saja. Menempati deretan ruangan yang ia jadikan sebagai kantor, ruang display, dan ruang kerja yang berisikan satu buah mesin jahit dan satu perangkat komputer.

Untuk model sendal yang ia buat kini, lebih banyak meniru model yang telah ada dan laku dipasaran, hanya saja dibuat dengan bahan baku spons (sehingga bebas menentukan mau ukuran sendal yang seberapa besar) dan tentu harga jual yang jauh lebih murah (kira-kira 15ribuan perpasang untuk ukuran yang saya pesan).

Itu sebabnya hingga kini, Pak Nyoman Tilem jadi satu tempat langganan dalam memesan sendal. Sendal yang apik nan murah….

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.