Skip to main content

KemBaLiannya diganti PerMen ya Pak

Kata-kata diatas paling sering saya temui begitu bersua dengan kasir di toko, mini market apalagi super market. Ini ditemui setelah menghitung belanjaan, ternyata gak ada uang kembalian untuk jumlah nominal uang yang disodorkan. Maka kotak kecil diatas meja kerjapun makin hari makin dipenuhi oleh permen-permen yang wajah sebenarnya adalah berupa uang kembalian.

Kalo kekurangan pengembaliannya cuman seratus dua ratus sih ndak masalah, tapi kalo mendekati seribuan, ya kadang bikin mangkel juga.

Kondisi begini terjadi barangkali lantaran langkanya uang recehan yang beredar dipasaran, atau bahkan arti dari sebuah keping uang seratus rupiah seperti gak ada artinya lagi. Coba deh amati kalo sua peminta-minta dijalanan, berikan uang seratus rupiah, dijamin ditolak atau dibuang (didepan si pemberi). Bahkan anak kecil yang tau nilai uangpun barangkali bakalan menolak diberikan uang yang gak bisa dibelikan es disekolahannya.

Kelangkaan ini bisa karena keadaannya memang begitu adanya, bisa juga lantaran pemilik toko, mini market dan super market tersebut gak mau direpotkan dengan uang recehan sekecil ini. Solusi paling cepat ya dikembalikan berupa permen.

Yang dirugikan jelas para konsumen. Walopun secara hitungan per pribadi jelas bukan apa-apa. Tapi kalo dikalikan jumlah konsumen yang berbelanja tiap harinya ? coba hitung berapa keuntungan tambahan mereka ?

Apalagi pada kelas Super Market dimana produk yang mereka jual dilabeli harga bukan nominal umum Rp.890,- atau Rp.712,- he… kayak lelang ha pe aja. Coba kalo sipembeli belinya cuman satu biji, trus dibayar pake uang seribuan. Kembaliannya dapat dipastikan berupa permen. Padahal berapa sih harga permen itu sesungguhnya ?

Kalo mau perhitungan, coba ambil sampel beberapa permen dipasaran, sebungkus besar harganya sekitar Rp. 3.000,- dengan isi 40 biji. Andaikan saja permen-permen tadi dijadikan sebagi pengganti uang kembalian dan biasanya sih dinominalkan jadi Rp.100,- per biji, keuntungan bersih yang didapet untuk ngabisin sebungkus permen itu ya seribu rupiah. Itu baru itung-itungan kecil loh ya.

Sayangnya bagi konsumen yang ingin melakukan hal sebaliknya, menjual permen-permen kembalian ini untuk mendapatkan uang sudah jelas gak mungkin. Lagian gak pernah terdengar hal kayak gitu. Kebanyakan konsumen kita pada milih cuek daripada ngurusin hal-hal sepele kayak gini.

Konsumen mungkin bakalan diuntungkan jika saja ada perlombaan kepemilikan permen yang didapat dari uang kembalian, terbanyak jumlahnya, atau malah terbanyak variannya. Kali aja bisa masuk Guiness Book of Record. Huahahaha…..

Maka gak heran, kalo ada satu tempat usaha yang berjualan barang keperluan sehari-hari hingga konsumstif masyarakat, dengan bermain jujur saja mereka bisa maju kok, apalagi dengan cara Permen Kembalian ini. He…

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.