Skip to main content

Kadang saya malu mengaku nak PANDE

Melihat pada kenyataan yang banyak terdapat dalam lontar maupun buku-buku babad bahwa seorang PANDE merupakan ahli dalam bidang Teknologi dan persenjataan, membuat saya sedikit tak PeDe menyandang nama atau status soroh PANDE. Lantaran saya sendiri bukanlah ahli dibidang itu.

Belum lagi jika melihat pada ketokohan seseorang yang menyandang nama depan PANDE seperti Pande Made Latra atau Pande Sutedja Neka, yang tergolong kondang di Bali ini, lebih-lebih membuat saya minder jika harus ikut menyandang nama depan PANDE, karena apa yang saya berikan pada Bali ini belum bisa sebesar mereka.

Jauh berbalik dengan keadaan tadi, jika jeli melihat pada kenyataan di lapangan bahwa soroh PANDE dikenal dengan fanatismenya yang berlebihan (mungkin saja terkait dengan emohnya PANDE ikut-ikutan trend pergantian nama atau soroh), sampai-sampai Istri saya selalu ditanyakan saat kemanapun ia pergi, “suamimu itu kan orang PANDE yang fanatik ? kok mau nikah dengan orang PANDE ?

Untuk satu hal ini saya jadi tertawa setiap kali Istri bercerita seperti itu. Apakah jika seorang tokoh yang punya nama depan Ida Bagus dikenal dengan caranya bergaul dan gaya bicara yang angkuh, lantas memvonis semua ˜Ida Bagus adalah sama seperti itu, tidak kan ? Saya malah mengenal seorang Ida Bagus Putu Gede, salah seorang petinggi BPD Bali, sejak saya kecil, bahkan saya berteman dari TK dengan putra Beliau, jauh beda 180 derajat dengan seorang rekan kantor yang juga punya nama depan Ida Bagus.

Hal yang seperti ini pulalah menyebabkan saya makin malu untuk menyandang nama PANDE sebagai nama saya, hanya karena ada seorang rekan kantor yang juga seorang Pande, punya tingkah laku memuakkan, menjilat muka atasan sendiri (cuih cuih… muka atasan kok dijilatin, masih mending ngejilatin Es Krim), sampai-sampai membuat beberapa rekan lain menggerutu akibat polahnya.

Mungkin satu saat nanti, jika saya sudah diakui ahli dalam bidang Teknologi atau mahir dalam (membuat) persenjataan, juga mampu mengharumkan Bali serta berbuat sesuatu yang berguna bagi lingkungan saya, baru saat itulah saya akan merasakan bangga menyandang nama PANDE.

Walopun terkadang saya malu, untuk saat ini, yah cukuplah baru sebatas nama panggilan (siapa juga yang tau kalo lahir sebagai orang PANDE), dan belakangan rajin memakaikannya menjadi sebuah nama BLog juga email. Semoga saja minimal bisa memiliki arti yang baik bagi rekan yang setia berkunjung mampir membaca BLog saya ini.

Ohya, postingan Narzis-pun, saya cukupkan disini, sebab besok masih ada menunggu beberapa posting yang nyeleneh seperti biasanya. Silahkan dilanjutkan.

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.