Kalo rajin menyimak media cetak baik lokal maupun luar, ada saja pemberitaan perihal kecelakaan yang melibatkan para abg dibawah usia sewajarnya untuk kepemilikan surat ijin mengemudi di negeri ini. Fenomena ini tak lepas dari maraknya pula anak-anak sd hingga smp yang notabene usianya blom sampai standar usia kepemilikan sim-17 tahun, terlihat bersliweran dijalan raya baik kawasan pedesaan, perumahan hingga jalan umum, memakai sepeda motor, bahkan ada yang tanpa mengenakan helm pengaman pula. Contoh paling riil silahkan tengok di jalan menuju Canggu-Tanah Lot ataupun kawasan perukiman Dalung. Tentu saja tingginya angka kecelakaan tadi cukup membuat was-was akan keselamatan diri sendiri saat mulai turun kejalan raya. Lantas siapa yang patut instrospeksi paling awal atas semua kejadian ini ?
Para Orang Tua. Memberikan fasilitas kepada anaknya yang masih dibawah umur batas wajar kepemilikan surat ijin mengemudi tadi, tanpa memikirkan keselamatan anak sendiri yang seandainya saja terjadi kecelakaan bakalan pula melibatkan orang lain. Namun rata-rata pemberian fasilitas ini ada yang karena rasa ‘sok pamer’ pada tertangga, ada juga yang melakukannya karena ‘ancaman’ dari anak sendiri jika fasilitas tersebut tidak diberikan.
Birokrasi pengajuan SIM dan Biro Jasa. Ribetnya proses jika melakukan pengajuan surat ijin dengan jalur normal, menjadikan banyak biro jasa ataupun calo berkeliaran menawarkan bantuan pada sang pemohon dengan catatan khusus, cepat dan bisa diatur.Tak jarang faktor umur yang menjadi batas minimal kepemilikan bisa pula diatur dengan segala kedekatan sang calo-biro jasa dengan birokrat yang terlibat dalam proses tersebut. Tak lagi menawarkan tes Tulis atau psikologis maupun tes Praktek berkendara, menjadi saah satu penyebab pula tingginya angka kecelakaan tadi. Lantaran abg ane ‘mare bise ngilut gas’ sudah mendapatkan surat ijin mengemudi, tanpa perlu bersusah payah mengikuti semua tes tadi.
Objek Penderita ya si pelaku kecelakaan, abg itu sendiri.Tak terlepas dari cara didikan sang ortu, yang harusnya menyadari betapa berbahayanya di usia muda sudah turun kejalan, kebut-kebutan sekedar untuk pembuktian diri atau hanya gengsi ada teman, sehingga malah membahayakan orang lain, yang barangkali saja tak sengaja berada pada lokasi kejadian dan ikut menjadi korban akibat kelalaiannya.
Aparat Kepolisian, yang harusnya pula ikut aktif memberikan pembelajaran kepada para abg, terutama para pelanggar yang mampu ditangkap dengan memberikan hukuman ‘kerja sosial’ atau malah -diharuskan untuk menyaksikan penderitaan mereka yang telah menjadi korban sebelumnya-, bukan dengan cara ‘wajib lapor’ saja. Ini bisa dilakukan dengan pengenalan ke sekolah-sekolah dengan menyertakan para korban tadi. Mungkin saja bisa jauh lebih efektif.
Comments
Post a Comment